Part 14 : Tembok Yang Dibobol

420 93 1
                                    

"Maaf, Mas Krisna. Istri saya masih belanja di pasar."

Krisna terlonjak ketika mendengar suara Aming. Ia buru-buru berbalik memasang senyum lebar sambil berdoa Aming tidak curiga.

"Enggak apa-apa, Koh."

"Mari-mari silahkan." Aming mempersilahkan tamunya duduk. Ia sibuk meminta maaf atas rumahnya yang berantakan. "Iki anak-anak main ndak dibereskan. Untung hari ini lagi sepi. Dua yang besar ikut karyawisata. Dua yang kecil lagi nginap di rumah Papa saya di Delanggu."

"Anaknya kelas berapa, Koh? Banyak tugas kliping ya?" Dengan santai Krisna menunjuk ke meja yang bertaburan kertas koran.

"Ooo bukan. Itu kerjaan istri saya."

Krisna menahan diri untuk kelihatan biasa saja, padahal benaknya penuh dengan berbagai pikiran. Mungkin kah?

Aming tipe narasumber yang menyenangkan bagi wartawan.Tanpa diminta Aming menceritakan tentang hobi istrinya yang menurut Aming aneh, mengumpulkan koran-koran lokal dan membuat kliping.

"Saya distributor kecap, banyak pedagang-pedagang kecil di kota lain ambil kecap ke sini. Sragen, Boyolali, Sleman, Karanganyar, Karangarum."

"Dari Sukoharjo juga, Koh?"

"Oh banyak. Ada yang dari Jawa Timur juga."

"Ramai ya, Koh. Semua Kokoh yang urusin?"

Wajah Aming langsung sumringah. "Oo yo ndak. Sama istri saya."

Aming membungkuk lalu mencondongkan dirinya ke arah Krisna seolah memberi sebuah rahasia. "Mas'e, percaya ndak percaya, istri saya bawa hogi." Krisna mengulum senyum mendengar Aming mengatakan hoki sebagai hogi.

"Dia pinter, cuma perlu baca sekali ndak pernah lupa. Kalo ngitung koyo sempoa." Mata Aming berbinar dari mulutnya terus mengalunkan cerita tentang Yuni.

Sejak mereka menikah, Yuni membantu di toko, keuntungan toko berlipat karena Yuni sangat teliti. Ia membuat cara pengemasan baru untuk mengurangi resiko botol kecap pecah. Yuni punya ide membuat program loyalitas, pesan 10 kali, dapat kecap 2L gratis. Yuni menerapkan strategi jemput bola dengan membagikan contoh gratis kepada seluruh pedagang ayam bakar dan sate di Klaten. Tak hanya di dunia nyata, Yuni pun merambah ke dunia digital. Ia membuat akun sosial media Kecap Sirasa dan menjual Kecap di marketplace.

"Awalnya kupikir buat apa jualan di online-online itu," kisah Aming. "Eh, banyak yang pesan ternyata. Kita baru sewa ruko kedua, buat gudang."

"Kalau Koh Aming sendiri bagaimana awalnya bisa jualan kecap?" Krisna memulai jurus wawancara dengan halus, mengajak narasumber berbicara tentang keberhasilannya. Tanpa menunggu lama Aming menceritakan sejarah keluarganya.

Engkong Aming dulu tinggal di desa sekitar Klaten. Kisah perjuangan bisnis keluarga mereka naik turun. Ketika presiden mengeluarkan Kepres, WNA tidak boleh memiliki toko, toko mereka dirampas. Engkong Aming berjuang kembali dari bawah. Mereka pindah ke Klaten kota mengumpulkan rupiah demi rupiah, berhasil membeli ruko lalu dengan susah payah dan proses berbelit Engkong Aming menjadi WNI.

"Deretan ruko ini, dulu kawasan pecinan Klaten. Mulai dari toko roti Harum terus sampai ke Toko Baru di pojok. Waktu zaman Papa saya, tahun 65," suara Aming berubah sedikit rendah. Ia tetiba bangkit dan memberi isyarat kepada Krisna untuk mengikutinya.

Mereka berjalan menyusuri koridor panjang. Krisna terkagum-kagum dengan luasnya rumah ini. Rumah gaya Belanda dengan panjang dua kali lapangan sepak bola. Di ujung rumah masih ada tiga kamar tidur besar, dan satu bangsal untuk para pembantu. Lalu halaman luar berisi sumur dan dua garasi.

Perkumpulan Anak Luar NikahWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu