03. Secarik Rasa

13 4 1
                                    

Selamat membaca!

Di ruang komputer sekolah Aliyah Al-Fathiliyah hanya menyisakan beberapa murid, termasuk anggota OSIS seperti Sidqia. Murid-murid lainnya telah pulang, menciptakan suasana sepi dan sunyi. Sidqia datang dengan wajah masam dan duduk di kursi dengan wajah bertopang dagu di atas meja, sembari mengamati Raka yang sedang mengotak-atik komputer. Sidqia yang kerap kali di panggil Kia itu, selalu tampak murung dan tidak bersemangat setiap kali berada di sekolah, seolah-olah dia tidak memiliki teman. Namun, bukan itu masalahnya. Ada hal lain yang tidak bisa Kia temukan dalam hidupnya. Hal itu mungkin tidak akan dia temukan, jika takdir memang tidak berpihak kepadanya.

Raka yang melihat seraut wajah masam Sidqia, lantas menghampiri dan duduk di sampingnya.

"Kenapa sih, Kia? Melamun terus. Semangat dong!"

Kia menoleh sebentar ke arah Raka, lalu memalingkan wajahnya ke tempat lain. "Ka, tolong pergi! Aku ingin sendiri."

Raka tidak menurutinya, lelaki yang duduk di samping Sidqia itu kakak kelasnya, dan juga sahabat dari lelaki yang saat ini sedang diikagumi oleh Kia-Genji.

Setiap kali berhadapan dengan Raka seperti saat ini. Kia selalu teringat Genji. Andai saja Genji seperti Raka yang sering berbaur dengab siswi, mungkin dia bisa melihat wajah gantengnya secara langsung, atau berbicara dengannya secara langsung. Sayangnya, Genji bukan tipe orang yang suka berbaur dengan lawan jenis, tidak suka berteman dengan perempuan, kecuali jika ada acara yang sangat mendesak, karena ia juga salah satu anggota OSIS. Soal bicara pun, ia sangat cuek, dan seringkali menampakkan sikap dingin. Namun, hal ini tidak berlaku untuk kaum Adam.

Kia mendengus sebal, ketika lelaki yang tengah duduk di sampingnya itu tidak juga pergi. Da hendak bangkit dari tempat duduk, tetapi tangan lelaki itu cepat-cepat mencegah pergelangan tangannya. Sebab, dia sudah memiliki niat dalam hati, jika dalam hitungan detik Raka tidak juga pergi, makan dia yang akan pergi meninggalkan ruangan komputer.

"Sorry, Kia." Dengan cepat, Raka melepaskan tangannya yang tanpa sengaja meraih pergelangan tangan Kia. Kemudian melanjutkan dialognya. "Duduklah dulu, Kia!"

Raka menatap wajah masam milik Kia, tapi yang ditatap malah membuang muka ke arah lain. Meski begitu, itu tidak menjadi masalah, ia masih bisa melihat wajah tanpa senyumannya dan bisa menebak bahwa Kia hari ini sedang tidak dalam kondisi baik.

"Ada apa denganmu, Kia?" tanya Raka penasaran.

Kia memilih untuk duduk kembali di samping Raka, karena ini adalah kesempatan. Kia tahu benar bagaimana Raka di kelasnya sangat dekat dengan Genji, teman sebangkunya, pasti ada hal yang selalu mereka bicarakan di antara mereka berdua. Setidaknya, Kia hanya ingin tahu tentang sosok Genji. Yang katanya belum pernah memiliki hubungan dengan wanita, padahal banyak yang mengejar di kelasnya. Maka, Kia memilih untuk tidak pergi, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengobrol dengan Raka. Ia ingin menanyakan sesuatu melalui kode, meskipun kode itu tidak akan diucapkan secara langsung pada intinya.

"Ka, boleh aku bertanya?"

Dengan cepat, Raka menganggukkan kepala mengiyakan permintaan Kia, karena hal itu yang di tunggu-tunggu sejak tadi. Pasalnya, Kia selalu banyak diam dan tidak pernah banyak bercerita. Intinya, dia adalah orang tertutup.

"Jika seseorang tahu bahwa ada  wanita yang sering memperhatikannya, bahkan wanita itu menaruh hati padanya, tapi orang tersebut memilih untuk menghindar seolah-olah tidak tahu apa-apa. Bagaimana pendapatmu, Ka? Jika hal itu terjadi padamu, dan jika posisimu sebagai perempuan?"

Antologi CerpenNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ