Day-10. Hadiah Kecil

Start from the beginning
                                    

"Tapi unit Bu Raras berjarak dua pintu dari sini, saya sungkan kalau harus melewati." Gabriel tidak mau kalah.

"Ish ...." decaknya kesal. Arcello tidak bisa membantah penjelasan Gabriel. Sepenuhnya dia paham maksud baik pria jangkung di hadapannya.

"Apa perlu saya menjelaskan kalau nama saya bukan Arcell?" tanya Gabriel.

"Ngapain? Bodoh amat. Dia yang salah paham, biarin aja!" sembur Arcello.

Gabriel serba salah, dia kurang paham tentang perubahan mood tuannya yang tak bisa ditebak. Diam adalah satu-satunya cara untuk mencari aman.

"Buka deh! Itu papper bag isinya apaan?" Perintah Arcello dengan suara yang mulai melemah.

Gabriel mengikuti perintah tuannya. "Bronis, Tuan," terang Gabriel, "sepertinya enak, Tuan mau?" Gabriel menawari Arcello.

"Kagak!" jawab Arcello cepat. Judesnya kumat.

"Ya sudah. Lagi pula ini sudah waktunya makan malam." Respons Gabriel yang tenang membuat Arcello makin geregetan.

Merasa kecewa, Arcello buru-buru ke kamar. Namun sebelum dirinya menutup pintu, ia kembali berbicara pada Gabriel. "Jangan dimakan bronisnya. Taruh saja di kulkas, besok aku bawa ke kantor. Kalau Phi mau, abis ini aku pesenin Go-Food. Lebih enak," pesan Arcello, lalu menutup pintu.

Mendengar amanat Arcello, membuat Gabriel geleng-geleng kepala. Ia tak habis pikir dengan tingkah yang dilakukan tuannya.

Tiba-tiba kepala Arcello melongok dari celah pintu yang terbuka, "Dan satu lagi. Phi jangan asal kenalan sama orang ya, apalagi sebutin nama. Oke?" pesannya disusul bantingan pintu.

Belum usai Gabriel mencerna omelan Arcello, kini ia kembali dibuat cengang oleh tingkah konyol tuannya. Salah lagi, deh.

***

Dersik angin membisikkan selamat pagi pada riungan dedaunan di balkon. Silirnya menggoyangkan tangkai-tangkai bunga seolah mereka tengah menari dengan gembira. Percikkan air yang lembut laksana kabut, menjadi pelipur dahaga. Dalam asuhan tuannya, mereka hidup bahagia.

Arcello sedang menyiram tanaman di balkon. Gabriel pun datang menghampiri dan menawarkan diri untuk menjadi pengganti.

"Tuan, biar saya saja," usul Gabriel. "Tuan bisa mandi, biar tidak telat ke kantor."

"Bentar, Phi. Aku kangen sama bayi-bayiku. Akhir-akhir ini aku kurang perhatian sama mereka," timpal Arcello.

Mendengar jawaban tuannya, Gabriel hanya mengangguk dan pamit kembali ke dalam.

Beberapa waktu berselang, Arcello siap pergi bekerja. Seperti biasa, penampilannya selalu memesona. Apalagi pakaian yang dikenakannya kini lebih rapi, berkat si mantan malaikat yang sangat memerhatikan tuannya.

"Phi," tegur Arcello.

Mendengar namanya dipanggil, Gabriel yang sedang sibuk dengan loundry-nya pun menoleh. Sejenak ia terkesima oleh pesona tuannya. Pria mungil tampan, dengan tas di punggungnya, terlihat seperti bocah-bocah SMP yang hendak pergi sekolah. Di mata Gabriel, pemandangan itu begitu menggemaskan.

"Phi!" panggil Arcello sedikit kencang, hal itu membuat Gabriel tersadar dari lamunannya.

"Iya, Tuan?" sahut Gabriel beringsut.

"Aku berangkat, ya," pamit Arcello sambil memakai sepatunya. "Hari ini, Phi mau ngapain?" tambahnya.

Gabriel tak menjawab, hanya mengangkat kedua tangannya yang dipenuhi busa detergen, bermaksud memberitahukan pekerjaannya pada Arcello.

Gabriello (Cetak ✅ │ Part lengkap) Where stories live. Discover now