BAGIAN (43)

2.7K 368 73
                                    

Vote + komen

Kabar Jevin sakit kini sampai di telinga Jeremy. Ia memang tidak mempedulikan Jevin lagi usai pemutusan masalah beberapa waktu yang lalu. Mungkin memang terdengar kejam sampai Jevin jatuh sakit, tapi mau bagaimana lagi. Sebenarnya Jeremy pun tidak tega, ia juga masih menyayangi Jevin, tapi dia juga tidak bisa memaksakan diri untuk menerima kesalahan Jevin sedangkan Jeremy selalu dihantui bayangan hubungan Kavin dan Jevin dan itu sangat menyakitkan.



Namun karena tidak ingin anaknya kenapa-kenapa akhirnya Jeremy pun menyempatkan menjenguk Jevin di rumah nya sebagai bentuk pedulinya pada anaknya.

"Jeremy?" Tegur mama Jevin agak terkejut akan kedatangan Jeremy.

Jeremy tersenyum sopan, karena bagaimana pun juga mama Jevin masih menjadi mertuanya.

"Saya dengar Jevin sakit," ucap Jeremy.

Mama Jevin langsung terlihat sedih. "Iya, udah beberapa hari ini " jawabnya.

"Boleh saya jenguk? Saya mau lihat kondisinya " pinta Jeremy.

"Boleh, tentu boleh.. silahkan masuk " ucap mama Jevin mempersilahkan.







Jeremy pun melangkah masuk dan langsung diantar ke kamar Jevin. Setibanya dikamar Jevin, mama Jevin langsung mempersilahkan Jeremy masuk sedangkan mama Jevin keluar untuk memberikan akses kepada keduanya untuk bicara dan mengobrol. Mama Jevin bahkan berharap mereka akan kembali rujuk dan rumah tangga mereka utuh kembali agar Jevin tidak stres karena terancam pisah dari anaknya.

"Jevin.." Sapa Jeremy begitu melangkah masuk kamar.

Jevin tampak terkejut namun dia hanya diam tanpa membalas atau menyambut kedatangan suaminya itu.

Jeremy duduk di samping ranjang tidur Jevin, namun Jeremy hanya memandangi Jevin yang terlihat kacau, Jevin pun sama, dia hanya diam tanpa mau bicara lebih dulu, rasanya masih sakit melihat Jeremy yang sudah bersikap kejam padanya.

"Kenapa sampai sakit?" Tanya Jeremy akhirnya, dengan nada datar dan rendah.

Jevin mendengus tipis mendengar pertanyaan konyol itu. Bagaimana bisa Jeremy bertanya begitu saat dia sendiri lah penyebab Jevin seperti ini.

"Saya nggak mau anak saya yang di dalam perut kamu kenapa-kenapa, kalau kamu sakit nanti bayinya kena dampaknya" ujar Jeremy lagi.

Jevin reflek menoleh menatap Jeremy dengan tatapan tak suka. "Kenapa? Kamu cuma mikirin anak aja tanpa mikirin aku. Kalo gitu lebih baik aku sama anaku mati bareng daripada aku harus jagain anak ini baik-baik dan di serahin ke kamu setelah lahir" Jawab Jevin sarkas.

"Jevin, jaga bicara kamu.."

"Ini anak aku! Kalo kamu mau ambil dia setelah lahir lebih baik aku mati" kata Jevin kembali menangis menumpahkan kekecewaan nya.

"Kamu pikir siapa yang mengandung selama sembilan bulan, aku yang susah payah dan kamu dengan mudah mau ambil anak ini dari aku"

"Karena dia juga anak saya--"

"Tapi aku yang bakal ngelahirin!" Bentak Jevin.

Jeremy menahan napasnha sejenak agar tidak terbawa emosi alam sifat kasar Jevin. Ia tidak boleh ikut emosi karena Jevin sedang sakit.

"Lebih baik aku sama anakku mati!" Jevin yang stres akhirnya memberontak seperti orang gila, memukul perutnya dan seluruh badannya dengan tangannya sambil menangis.

Melihat perlakuan itu Jeremy pun langsung menahan pemberontakan Jevin agar berhenti menyakiti dirinya sendiri.

"Jevin stop, jangan menyakiti anak kita!"

"Biarin! Aku mau mati aja sama anakku!"

Teriakan Jevin hingga terdengar sampai luar dan membuat sang mama berlari panik takut terjadi sesuatu, namun setibanya di kamar Jevin sang mama melihat Jeremy sudah menenangkan Jevin. Dengan pelukan berharap menghentikan pemberontakan Jevin, Jevin menangis histeris di pelukan suaminya dan Jeremy berucap menenangkan.

Sang mama berhenti di ambang pintu dan memandang pemandangan itu dengan sedih dan haru. Ia tau sebenarnya Jeremy masih menyayangi Jeremy, tapi mungkin karena sakit hati yang Jeremy rasakan membuat Jeremy menjadi keras.

"Kamu harus tenang, kasihan baby" ujar Jeremy.

Jevin terisak sampai sesenggukan, ia tak memberontak lagi sebab sudah terlalu lelah.

"Aku nggak mau kamu ambil anakku mas. Maafin aku, jangan pisahin aku sama anakku" ujar Jevin memohon dengan sisa tenaganya.

"Jangan tinggalin aku, aku masih mau kita lanjutin rumah tangga kita sama anak kita. Kasian anak kita kalau dia lahir tapi orang tuanya pisah" isak Jevin memohon.

Jeremy hanya diam sambil terus menenangkan Jevin. Ia pun mulai memikirkan Jevin dan anaknya yang stress berat karena keegoisan nya, tapi ia juga masih bingung antara mengalah atau memutuskan dengan tegas. Karena jujur saja rasa kecewa masih menguasai hatinya

"Maafin saya. Saya sayang sama kamu, tapi kecewa saya terlalu besar sama kamu. Dalam benak saya, saya selalu terbayang kamu sama Kavin dan itu sangat sakit, saya gak akan pernah bisa lupakan, saya selalu ingat itu, maka saya nggak bisa kembali sama kamu yang merupakan mantan anak saya" tutur Jeremy panjang lebar menjelaskan isi perasaannya.

"Tapi aku sama Kavin udah berakhir mas, dia udah pergi kan, dia pergi juga demi kita, demi rumah tangga kita berlanjut mas" kata Jevin lagi. Memang benar Kavin melakukan itu demi melepaskan Jevin untuk Jeremy kan, dan sekarang Jeremy malah akan meninggalkan nya.

"Sekarang kamu tenang. Kamu harus sembuh, biar baby nggak ikutan stres dan sakit, gausah pikirin masalah anak kita setelah lahir, saya akan mempertimbangkan nya lagi" ujar Jeremy akhirnya menenangkan agar Jevin berhenti kepikiran tentang anaknya yang akan diambil alih oleh Jeremy setelah lahir.

Jeremy mulai memikirkan dan mempertimbangkan keputusannya lagi agar tidak sepenuhnya memisahkan Jevin dari anaknya nanti, mungkin sekali dua kali Jeremy akan mengijinkan Jevin bertemu dengan anaknya. Atau mungkin selama pisah tempat tinggal dengan Jevin, Jeremy juga bisa memanfaatkan waktu itu untuk menenangkan dirinya dan mencoba memaafkan Jevin sehingga nantinya ia akan berubah pikiran dan kembali melanjutkan rumah tangganya dengan Jevin.






Ya ... semoga saja.












Bersambung..

Kali ini pendek, gue buru buru



Mommy Boy (markno) [Slow Update(!)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang