Day-9. Keluar Rumah

ابدأ من البداية
                                    

Gabriel tersenyum mendengar perkataan Azrael. "Sejak aku menerima tugas ini dari Penguasa Langit, aku sudah memikirkan kemungkinan ini akan menimpaku. Dan, inilah yang terjadi sekarang." Gabriel menunjukkan kondisi tubuhnya yang kini telah menjadi manusia utuh. "Aku telah melampaui batas. sebagai Malaikat, aku terbuai dengan tugas yang kujalani. Dan kini, akan kuterima apa pun hukuman dari Langit untuk menebus kesalahanku."

Di dalam kamar, Arcello terlihat gelisah. Samar-samar ia mendengar Gabriel seperti berbicara dengan orang lain. Namun derasnya hujan membuat percakapan itu terdengar timbul tenggelam.

Meski pun enggan, namun rasa penasarannya yang kuat, berhasil memaksa Arcello beranjak dari kasur. Berjinjit menuju pintu kamar, lalu mengintip dari celah pintu yang sedikit ia buka.

"Phi Gab ngobrol sama siapa, sih?" Arcello berbicara sendiri.

Dari posisinya, Arcello sulit memastikan apa yang terjadi di ruang tengah apartemennya. Beberapa kali pria mungil itu menyipitkan mata untuk mencari fokus. Tapi ia tidak bisa melihat apa pun lebih jelas karena bahkan, selain tubuh Gabriel dari samping, dan beberapa bayangan serupa manusia bersayap yang samar-samar terlihat.

"Teman malaikatnya, kah?" tebak Arcello.

Ada rasa penasaran yang mengajaknya keluar kamar, namun hatinya berkata untuk tetap diam. Pada akhirnya, Arcello hanya mengawasi Gabriel dari celah pintu kamarnya.

***

Ketika langit mengubah biru menjadi kelabu.
Risau lara berteriak sengsara.
Riak-riak laut bersilang gegap pekikan camar.
Pada derita aku derana.
Dalam khanti, aku menanti.

"Phi?" tegur Arcello membuyarkan lamunan Gabriel yang tengah meratap.

Ya, sejak kedatangan Mikhael dan Azrael menemuinya, Gabriel lebih banyak terdiam. ada yang membuatnya terpukul dari pembicaraan tadi malam. Hingga membuatnya berkali-kali tenggelam pada lamunan yang dalam.

"Phi!" Arcello berteriak, Gabriel pun terlonjak.

"I ... iya, Tuan?" tanya Gabriel gelagapan.

Arcello berdecak kesal. "Kenapa, sih, Phi, dari tadi bengong mulu? Aku panggil nggak nyaut-nyaut," omel Arcello sambil berjalan cepat di depan Gabriel.

"Maaf, Tuan," sesal Gabriel. "Tuan ... tunggu!" panggilnya sambil berlari mengejar Arcello masuk ke dalam mal.

Gabriel terengap-engap saat berhasil menyusul Arcello. Kecil-kecil, cepat juga larinya, benak Gabriel sambil menatap tuannya yang masih cemberut.

"Kenapa? Pasti mikir, kecil-kecil larinya cepet, ya?" tuduh Arcello sambil mendelik pada Gabriel.

Gabriel cukup terkejut, saat Arcello bisa menebak apa yang ia pikirkan. "Ng ... nggak, kok, Tuan," bantah Gabriel gelagapan.

"Hilih ... bohongnya keliatan," sanggah Arcello. "Lagian, Phi, kan mantan malaikat. Kok bisa, sih, lari segitu aja ampe ngos-ngosan gitu?" sindir Arcello.

"Maaf, Tuan. Saat saya menjadi malaikat, saya lebih sering terbang ketimbang berjalan apalagi berlari," jujur Gabriel.

"Dih dih ... sombong!," tukas Arcello sambil mendorong troli. "Dasar aki-aki, lari segitu aja nggak kuat," tambahnya mengejek.

Gabriel hanya bisa bengong saat mendengar perkataan Arcello yang terakhir. Setua itukah aku? pikirnya naif.

Melihat Arcello berjalan lebih dulu sambil mendorong troli, Gabriel pun menyusul dan menawarkan diri untuk menggantikan tuannya.

"Biar saya bawakan trolinya, Tuan," tawar Gabriel.

"Dari tadi, kek," jawab Arcello ketus sambil menyerahkan troli yang ia dorong pada Gabriel. Lagi- lagi Gabriel dibuat tersenyum sambil mengekor.

Gabriello (Cetak ✅ │ Part lengkap) حيث تعيش القصص. اكتشف الآن