02. Dilema Cinta

9 7 2
                                    

Selamat Membaca!

"Suara kamu sangat merdu." Itu adalah kalimat pertama yang lelaki tersebut lontarkan pada Kasnia Elmira. Alis tebal, kumis tipis, dan memiliki wajah yang tampan. Dan hal lain yang membuat terpesona adalah baju jazko abu-abu tua, lengan panjang, serta kopyah putih menutupi sebagian rambutnya. Lelaki itu menatap sebentar ada senyuman lembut yang ia sunggingkan, kemudian beralih ke arah depan menatap para tamu undangan.

"Serius deh, Kasnia, suara kamu tuh bikin menghayati qolbu, sejuk gitu," katanya seraya tersenyum lebar. Hari itu, pada jam dua belas siang saat istirahat hanya menyisakan mereka berdua di atas panggung, sedangkan tim hadroh lainnya berbondong-bondong menuju mushola. Lelaki yang memiliki tubuh tinggi itu bernama Alfian Abimanaf. Sejujurnya, Kasnia agak malu karena belum terbiasa berduet dengan seorang vocalis laki-laki apalagi ini yang pertama kalinya.

Kedekatan mereka berawal dari duet barsama ketika mendapatkan undangan di suatu tempat. Tidak hanya itu, mereka juga mengalami banyak moment karena berada di lingkungan yang sama. Alfian merupakan master vocalis hadroh, sosok yang perlu dihormati dan di canggungi banyak orang, bahkan usianya jauh di atas usia Kasnia. Selebihnya, kedekatan mereka berawal dari pimpinan pemilik pesantren yang menawarkan Kasnia untuk bergabung dalam tim hadroh yang dibentuk oleh Alfian.

Awalnya Kasnia tidak memiliki niat untuk menjadi vocalis, hanya dengan keyakinan hati dan suara pas-pasan yang dimilikinya. Awalnya, terbesit rasa ragu untuk bergabung dengan para tim hadroh, terutama palatih dan anggotanya kebanyakan laki-laki. Bahkan, tidak ada perempuan yang menyalonkan diri sebagai vocalis. Namun, Kasnia dipilih menjadi vocalis satu-satunya yang bergabung dalam tim tersebut.

"Kasnia, kamu pulang sama siapa? Ada yang jemput nggak?" tanya Alfian ketika acara selesai, tepat etelah ashar.

"Tidak ada. Aku juga bingung. Tapi, tadi aku sudah meminta Selfa datang kemari, cuma katanya dia ikut ibunya ke Bandung."

"Memangnya kamu tadi pagi kemari dianter siapa?"

"Selfa."

"Aku kasihan sama kamu, kalau kamu pulang sendiri aku khawatir. Tapi, bagaimana kalau kamu pulang bareng aku naik angkot?"

"Maksudmu?"

"Maksudku, kita pulang berdua naik angkot," jelas Alfian. "Kita biarkan rekan-rekan kita pulang dengan kendaraan pesantren. Aku yakin Babah juga akan mengerti, jadi kita tidak akan kena marah."

"Oke, baiklah," jawab Kasnia setuju. Meskipun agak canggung untuk pertama kalinya berjalan bersama, Kasnia memutuskan untuk tidak mempermasalahkannya dan fokus pada tujuan pulang.

Akhirnya, Kasnia setuju dan mereka pulang bersama. Meskipun mereka menjadi teman dekat, hubungan mereka tidak seperti yang diharapkan. Mereka hanya berteman tanpa ada kedekatan lebih dari itu. Hanya berbagi keluhan dan saling bertanya kabar melalui pesan.

Terkadang dalam pertemanan mereka, terjadi masalah kecil yang membuat hubungan mereka merenggang. Alfian pernah menghilang tanpa memberi kabar selama seminggu, bahkan pernah mengabaikan Kasnia sepenuhnya. Tapi, akhirnya kembali baik seperti sebelumnya.

Karena ini permula, ketika Kasnia dipanggil oleh Babah Syahid, dibeberapa minggu lalu setelah pertemanan merenggang selama seminggu itu.

"Kasnia, nanti sore latihan bareng Alfian. Karena dua minggu yang akan mendatang ada undangan hadroh di Sukabumi kota. Selfa juga akan ikut karena suaranya bagus," kata Babah Syahid kala itu. Meskipun Sebenarnya Kasnia ingin pensiun sebagai vocalis, dia tidak berani menolak perintah guru. Ia berharap bisa membentuk tim hadrah putri agar tidak merasa malu berbaur dengan tim hadrah putra.

Antologi CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang