Day-3. Makhluk Asing

Mulai dari awal
                                    

Arcello berpikir. Jika pun benar makhluk yang ia lihat dalam video adalah sesosok malaikat, tapi untuk alasan apa makhluk tersebut berada di apartemennya. Bahkan repot-repot membantunya merapikan semua.

Dalam benaknya, Arcello sekali lagi menyangkal, "Nggak mungkin!"

***

Sambil menyusuri koridor gedung apartemen, Arcello masih memikirkan ucapan ketiga sahabatnya yang menurut ia tak masuk akal. Berapa kali pun ia berusaha menerima, tapi saat itu juga dipatahkan.

Arcello tidak berpikir sejauh itu. Justru, dibanding makhluk halus, akan lebih masuk akal kalau itu manusia. Bisa jadi, rampok, atau teknisi yang sedang memperbaiki AC di unit sebelah, dan bayangannya terpantul dari jendela sehingga tertangkap CCTV. Setidaknya, itu yang terlintas di dalam benak.

Arcello berjalan sambil melamun. Tanpa ia sadari, seorang perempuan paruh baya yang tinggal tiga unit dari tempatnya, tiba-tiba mencegat Arcello dengan raut wajah penuh tanya.

"Nak Arcell?" Perempuan paruh baya itu menegur Arcello yang tampak melamun.

Mendengar namanya dipanggil, Arcello sontak menoleh dan merespons. "Iya, Bu?" tanya Arcello sambil tersenyum.

"Lho! Nak Arcell kok ada di sini?" perempuan paruh baya itu tampak terkejut melihat Arcello yang baru tiba masih dengan setelan kerjanya.

"Lah? Saya, kan, memang baru pulang kerja, Bu," jawab Arcello tampak bingung.

Mendengar jawaban Arcello, air muka perempuan tersebut langsung memucat dengan mata yang terbelalak.

Melihat ekspresi orang tua di depannya, Arcello kembali mengajukan pertanyaan, "Memangnya, ada apa ya, Bu?"

"Enggak ... itu ... anu ...." Perempuan paruh baya tersebut tampak gelagapan sambil menoleh ke arah unit apartemen milik Arcello.

"Kenapa, Bu?" desak Arcello penasaran sekaligus merasa tegang.

"Barusan ibu lewat depan unitmu. Ibu pikir yang di dalam sana, Nak Arcell," jelas perempuan itu. Ia mengetahui jika Arcello tinggal sendiri selama ini, makanya, ia ingin memastikan.

"Maksud, Ibu?" desak Arcello semakin cemas.

"Barusan ibu mendengar mesin vacum cleaner menyala di unitmu." Perkataan perempuan paruh baya itu berhasil membuat Arcello tercengang.

Arcello mulai berpikir, jika kejanggalan yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah halusinasinya.

"Serius, Bu?" tanya Arcello meyakinkan.

"Sumpah! Ibu nggak bohong." Bahkan perempuan paruh baya itu berani bersumpah.

Mendengar sumpah orang tua di hadapannya, sejenak membuat Arcello bergeming. Ia berpikir tidak mungkin tetangganya berbohong. Rasa takut, penasaran, dan tanda tanya, berkemelut menjadi satu dalam benaknya.

"Baik, Bu, terima kasih. Saya akan segera memeriksanya," timpal Arcello setelah beberapa saat bergeming.

"Hati-hati, ya, Nak. Takut orang jahat." Perempuan paruh baya itu memperingatkan. Arcello hanya merespons dengan anggukan.

Seiring Arcello pergi, perempuan paruh baya itu memerhatikan cemas di depan pintu apartemennya.

Langkah kaki Arcello terasa berat. Detak jantungnya berdebar hebat. Peluh-peluhnya menyembul dari leher dan jidat.

Kini, Arcello tengah berdiri di depan pintu unit miliknya. Tangannya gemetar hendak membuka pintu. Sesekali tampak ragu, terlebih ia benar-benar mendengar apa yang tetangganya dengar. Suara vacum cleaner yang menyala.

Arcello membuka pintu pelan-pelan. Ia merasa deg-degan sekaligus penasaran. Sebisa mungkin ia meminimalkan suara. Baik suara pintu, maupun langkah kakinya.

Jantungnya semakin terpacu. Adrenalinnya terpicu, begitu berhasil memasuki apartemennya. Benar, suara yang ia dengar dari luar, kini jelas berdengung di telinga.

Arcello meneguk saliva sebelum ia membulatkan tekad untuk menyergap. Lamat-lamat ia meraih payung yang tersimpan pada rak di dekat pintu, lalu dikepalnya dengan kedua tangan. Siap diayun jika diperlukan.

Selangkah lagi Arcello dapat memastikan jika yang berada di apartemennya manusia atau bukan.

Dari balik sudut tembok, tampaklah sesosok tubuh mirip manusia berpakaian serba putih, memunggungi Arcello sambil memegang gagang vacum cleaner. Ia tampaknya tidak menyadari keberadaan sang pemilik apartemen, atau mungkin kebisingan mesin penyedot debu menyamarkan suara langkah pria mungil di belakangnya.

Melihat hal itu, membuat Arcello semakin erat mengepal gagang payung. Melangkah pelan, ia berusaha memperpendek jarak dengan sosok di hadapannya. Tepat beberapa langkah lagi, ia pun berhenti.

"Siapa kamu?" tanya Arcello tegas. Ia memberanikan diri untuk menyergap.

Mendengar Arcello memanggilnya, sosok tersebut seketika mematikan mesin vacum cleaner. Alih-alih menjawab, sosok tersebut malah diam tak bergerak.

Tak mendapat respons apa pun, Arcello memberanikan diri untuk semakin mendekat, dan berusaha mengintip rupa sosok tersebut dengan mencondongkan tubuhnya ke samping.

Namun belum sempat Arcello mengintip, sosok tersebut segera melepas gagang vacum cleaner yang ia pegang. Dengan cepat ia berusaha berlari ke arah pintu balkon yang terbuka.

Arcello nyaris gagal menyergap. Namun dengan sigap ia pun berlari mengimbangi sosok yang hendak melarikan diri.

Sesampainya di ambang pintu, sosok itu pun berubah. Tiba-tiba dari punggungnya keluarlah sepasang sayap. Hanya dengan satu entakan seharusnya ia bisa segera melarikan diri. Akan tetapi, seolah tidak ingin melepaskan tangkapannya, Arcello dengan cepat menarik tangan sesosok bersayap itu.

Makhluk itu pun tampak terkejut ketika tangannya ditarik oleh Arcello. Sesaat ia menoleh dan menampakkan mukanya di hadapan Arcello, meski tak begitu jelas karena surainya yang menutupi sebagian wajah.

Arcello terbelalak. Sesosok yang ia sentuh, tiba-tiba memancarkan sinar begitu terang. Tak lama, bulu-bulu putih nan lembut pada kedua sayapnya pun, seketika berhamburan. Melihat secara langsung sinar yang sangat menyilaukan, membuat ia tak bisa membuka matanya lebih lama.

Arcello melepaskan genggaman dari sosok tersebut. Ia mati-matian menghalau netranya dari cahaya yang semakin lama, semakin terang. Hingga akhirnya, hanya warna putihlah yang menutupi semua pandangan.

Beberapa saat kemudian, setelah sinar terang itu meredup dan hanya menyisakan pendar-pendar lembut, lamat-lamat Arcello mulai berani membuka mata.

Melihat apa yang ada di hadapannya, membuat Arcello mendadak tak bisa bergerak, dengan kedua mata yang terbelalak.

Seorang pria tergeletak tanpa busana. Hanya beberapa bagian tubuhnya yang ditutupi helai-helai bulu serupa bulu angsa. Tubuhnya yang kekar dan berkulit putih, tampak berpendar, dengan mata yang masih terpejam.

Hanya sekadar memastikan, Arcello memberanikan diri mendekat. Ia berjongkok di hadapan tubuh pria itu. menatap wajahnya lekat-lekat. Sesaat kemudian, pria tersebut mulai menggerakkan kelopak mata, dan membukanya pelan-pelan.

Pada akhirnya, dua pasang mata itu bertemu, saling menatap. Waktu seolah berhenti. Dunia pun mendadak sepi.

Dengan seluruh kekuatan yang dikerahkan serta bibir yang bergetar, Arcello berhasil terbebas dari belenggu kebisuan.

"Siapa kamu sebenarnya?"

Dari sekian banyak pertanyaan yang berebut keluar dari bibirnya, hanya itulah yang berhasil Arcello katakan.

***

Team Jasun

tivery x noenu_

Terimakasih sudah membaca, tolong berikan kasih sayangnya dengan vote n coment ya ayang-ayang akuuuh ❤❤❤

Gabriello (Cetak ✅ │ Part lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang