Raya berjalan menuju ke barusan bangku mereka dengan wajah lempeng dan mendudukkan bokongnya di kursi.
Kring... Kring... Kring.
Bell berbunyi memekakan telinga. Mereka semua memasuki kelas masing-masing yang sudah ditentukan.
" Lilya, kelas kita mungkin bakal jadi kelas terfavorit. " Bisik Indi.
" Kenapa? "
Indi menunjuk dua orang yang duduk tak jauh dari mereka. Mereka adalah Nata dan Catra, masih ingat Nata?
" Harus banget ya sekelas sama Nata?" Bisik Lilya juga.
" Catra juga. Kalo gini caranya sih... Mana bisa move on gw?! " Resah gelisah Indi
" Demo yuk ke ruang kepala sekolah. " Lanjut Indi membuat Lilya tertawa.
" Kalian lagi bicarain apa sih? " Tami merubah posisinya yang semula menghadap ke depan sekarang mata mereka saling beradu.
" Si Nat---" Belum sempat Lilya memberitahukan kepada Tami, ucapannya langsung ditegur oleh guru yang baru saja masuk membuat mereka langsung diam dan tidak berbicara lagi.
" Jadi, saya adalah wali kelas kalian. Perkenalkan nama bapak Azad Gamil, kalian bisa panggil pak Aza. Ada yang ditanyakan? "
Semua dikelas itu diam saling melirik satu sama lain.
" Tidak ada ya. Em, yaudah kita pemilihan ketua kelasnya aja. Siapa yang mau sukarela menjadi ketua kelas disini. "
Mereka langsung menunjuk kepada satu orang yaitu kepada marella utami dengan senyuman lebar.
" Nggak pak! Aku gak mau. " Tolak Tami keras. Tapi, tak diindahkan oleh pak Aza membuat nya cemberut.
" Deal ya. Nata aidin kafee yang menjadi wakilnya. " Final pak Aza.
" Sabar ya. " Kata Indi dan Raya menepuk bahu Tami berniat menyemangati.
***
Mereka berempat berjalan menuju kantin untuk mengisi cacing-cacing. Selama perjalanan mereka ke kantin, tami selalu mengoceh membicarakan apa yang ia lihat. Lilya seperti ibu-ibu yang sedang menjaga ketiga anaknya. Di antara mereka keempat lilya lah yang paling tinggi kemudian raya dan indi lalu tami.
" Wah, masakan bu kantin gak pernah mengecewakan, selalu enak! " Puji tami, masih mengunyah nasi yang hampir penuh di mulut nya.
" Jangan bicara kalau lagi ngunyah. " Peringat raya sambil melirik sekilas ke arah tami. Yang di angguki berkali-kali oleh tami tak lupa juga menampilkan senyuman lebarnya.
" Kok lo lucu banget. " Ucap indi sambil mencubit pipi tami gemas.
" Sakit tau. " Kata tami sambil Cemberut sembari mengusap pipinya yang memerah bekas cubitan dari indi.
" Adik-adik kelas kita kenapa pada centil-centil banget sih. " Indi melirik sekitarnya diikuti oleh lilya, raya dan tami, lalu kompak menggelengkan kepalanya melihat adik-adik kelasnya yang sibuk merapikan tataan rambut dan make up nya.
YOU ARE READING
DERMAGA//
Teen Fiction𝙈𝙚𝙣𝙜𝙖𝙥𝙖 𝙨𝙚𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙮𝙖𝙝 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙩𝙪 𝙩𝙚𝙜𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙖𝙣𝙖𝙠𝙣𝙮𝙖? " Aku selalu menyayangimu ayah. " Cerita ini mengisahkan tentang seorang perempuan yang selalu kehilangan orang yang ia sayangi, kemudian menciptakan kenang...
{7} . Dia Hanya membutuhkan Bulan dan bintang untuk Menemaninya//
Start from the beginning