PROLOG

90.3K 2.9K 22
                                    

Hazzi melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah megah yang sudah cukup lama ia tinggalkan. Rumah dimana dirinya dibesarkan sejak berumur delapan tahun.

Akhirnya ia bisa menemui orang yang sangat ia rindukan, walaupun ia harus pulang dalam keadaan berkabung selepas kepergian kedua orangtuanya yang wafat dalam kecelakaan lalu lintas ketika mereka melakukan urusan bisnis di India.

Meski Hazzi masih menyimpan rasa marah terhadap kedua orangtuanya namun tak pelak dirinya pun merasa kehilangan atas kepergian mereka. Bagaimana pun mereka sudah membesarkan Hazzi, memenuhi kebutuhan hidupnya sampai merasa tak kekurangan, dan juga membiayai pendidikannya hingga ke Amerika.

Dengan perasaan meluap di dada, Hazzi berjalan memasuki rumah. Dibukanya pintu kembar yang terbuat dari kayu jati yang diukir membentuk motif flora yang meliuk-liuk indah, mengesankan karya seni dengan nilai yang tinggi.

Tangannya mengerat pada gagang pintu ketika telah nampak keadaan di dalam rumah. Ia meresapi atmosfer yang melingkupi ruang tamu di hadapannya yang membangkitkan kenangan.

Ruangan ini merupakan salah satu dari banyak tempat di rumah ini yang menjadi tempat bermain ketika dirinya masih kecil.

Tiba-tiba seorang perempuan melintas di hadapan Hazzi dari arah ruangan lain yang lebih dalam, dan mata Hazzi membulat terpana.

Perempuan itu berperawakan mungil dengan lekukan indah di tempat-tempat yang memang seharusnya perempuan miliki.

Rambut sepinggangnya yang legam bergelombang berayun indah mengikuti gerakan kepala pemiliknya.

Kulitnya berwarna kecokelatan dan terlihat mengilap dari tempat Hazzi memandang.

Hazzi tidak tahu, apakah itu disebabkan oleh efek pantulan cahaya pada kulit perempuan itu sehingga memberikan kesan eksotis dan glowing seperti itu atau karena wanita itu rajin mengoleskan lotion pada kulitnya? Ia tidak ambil pusing akan hal itu.

Wajah perempuan itu masih memiliki gurat yang sama seperti yang terakhir kali Hazzi ingat namun kini lebih terkesan dewasa.

Wajah feminin itu dihiasi bola mata yang dipayungi bulu mata lentik alami, hidung mungil yang sedikit mancung, bibir penuh, dan dagu dengan belahan samar yang khas.

Perempuan itu kini sudah tumbuh dengan menawan.

Sudah berapa lama aku pergi? Sayang sekali aku tidak dapat menyaksikan setiap inchi pertumbuhannya, ucap Hazzi dalam hati.

***

Hara yang melintasi ruang tamu terlalu fokus pada smartphone-nya sehingga tidak menyadari kehadiran seseorang yang berdiri tepat di pintu rumahnya.

Saat ia hampir berlalu, sebuah suara berat dan maskulin memecah perhatiannya dari smartphone di genggamannya dengan melantunkan namanya, "Hara."

Merasa dipanggil, ia pun mmemutar lehernya hingga membuat helaian lebat bergelombangnya ikut bergoyang seiring gerakan kepalanya.

Merasa asing dengan sosok yang memanggil namanya, Hara pun menyipitkan mata dan mengingat-ingat wajah tamu asingnya tersebut.

Sosok lelaki yang berdiri tidak jauh darinya itu sangat maskulin dengan postur tubuh atletis yang tinggi dan tegap.

Bagian atas rambut hitam lelaki itu disisir rapi ke belakang dengan sisi kiri dan kanannya dipangkas lebih tipis.

Dalam sekali pandang, Hara dapat menyimpulkan kalau lelaki ini tampan. Dengan mata kecil seperti sedang memicing, hidung mancung dan ramping, bibir tipis yang sedang melengkung itu bagaikan busur panah yang di hiasi oleh lensung pipi di sisi kanan-kirinya dan dibayangi oleh titik-titik rambut yang mulai tumbuh di dagunya.

Tulang pipi yang tinggi milik lelaki itu diperindah dengan kontur rahang yang tegas, dan sepasang alis lebat yang melintang bagai sayap burung elang.

Bentuk alis itu entah mengapa terasa begitu familiar bagi Hara.

Selang beberapa detik kemudian, Hara membelalakkan mata. Ia telah mengingat siapa sosok itu!

Ingatannya yang berangsur jernih menjadikan smartphone di genggamannya terlepas dan jatuh menghajar lantai. Menimbulkan suara yang menunjukan intensitas keterkejutan yang dirasakannya sekarang.

***

Keheningan yang bekerjasama dengan waktu berhasil membekukan keduanya.

Tak ada yang bersuara setelah punya benturan smartphone Hara akibat daya gravitasi di bawahnya.

Dalam usaha Hara mengendalikan diri dari serangan ingatan masa lalu, bersamaan dengan itu pun rasa rindu menyergap dada perempuan itu, membuat bola matanya memanas dan dadanya terasa sesak.

Penampilan Hazzi sangat berbeda dari yang Hara ingat dulu. Kini Hazzi telah menjelma bak model lelaki di majalah fashion yang sering Hara baca.

Tak menunggu waktu lebih lama lagi, kedua kaki Hazzi bergerak cepat membawa lelaki itu dengan langkah yang pasti memangkas jarak di antara mereka.

Tanpa mempedulikan wajah Hara yang masih syok, Hazzi langsung mendekap erat tubuh mungil itu dan menciumi pelipis Hara, seperti yang dulu biasa ia lakukan.

Yang Hazzi pikirkan saat ini adalah ia harus menuntaskan kerinduan panjangnya yang sudah disimpannya begitu lama.

Dekapan Hazzi semakin membawa Hara pada kenangan yang menenggelamkan bagai terperosok ke dalam kubangan lumpur isap.

Air mata Hara turun silih berganti dengan cepat membasahi pipinya. Kemudian ia memejamkan matanya demi meyakinkan diri bahwa situasi ini bukanlah sekadar sebuah ilusi dan juga untuk menghayati setiap detiknya berada dalam pelukan yang mendatangkan perasaan 'pulang' yang diberikan Hazzi.

Namun, di menit berikutnya, mata Hara membelalak dengan tubuh yang berubah tegang.

Ketakutan yang dipicu oleh secuil kenangan samar mulai memenuhi kepalanya, dan Hazzi yang bisa merasakan perubahan Hara dalam pelukannya, menyadari kalau perempuan mungkin sudah mengetahui semuanya.

Ketakutan yang dipicu oleh secuil kenangan samar mulai memenuhi kepalanya, dan Hazzi yang bisa merasakan perubahan Hara dalam pelukannya, menyadari kalau perempuan mungkin sudah mengetahui semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sister PsychomplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang