17. Alasan Menikah

562 91 9
                                    

Jangan lupa like + komen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa like + komen.

***

"Kiara hamil."

Naora tak dapat menyembunyikan raut terkejutnya saat mendengar kabar yang dibawa ibu mertuanya. Terdengar helaan napas berat dari Seno yang duduk di sebelahnya.

"Kali ini sama siapa?" balas Seno yang menambah keterkejutan Naora.

Sikap santai ibu dan anak itu membuat Naora bingung. Seingatnya Kiara baru saja berusia 17 tahun. Dan dengan kabar kehamilannya serta respon dari suaminya seolah menjelaskan bahwa hal seperti ini sudah pernah terjadi sebelumnya.

"Mama uda telfon dokter Ramli?"

Aurin menggeleng pelan dan menjawab, "Kali ini situasinya beda Sen."

"Beda gimana?"

"Kiara mau mempertahankan bayinya," balas Aurin yang membuat Seno kembali menghela napas. Pria itu memijit pelipisnya yang kini terasa pening.

"Apa alasan dia mau mempertahankan itu bayi? Emang cowoknya mau tanggung jawab?"

"Mama nggak tau siapa ayah dari bayi itu. Kiara nggak mau kasih tau."

"Siapapun ayah dari anak itu, aku akan telfon dokter Ramli buat atur jadwal aborsi secepatnya."

Naora menutup mulut dengan kedua tangannya. Keterkejutannya semakin bertambah saat menarik kesimpulan pada inti pembicaraan suami dan juga mertuanya.

"Uda nggak bisa Sen. Itu bayi uda nggak bisa di gugurkan."

"Maksud mama?"

"Usia kehamilan Kiara sudah tujuh bulan," sahut Aurin sembari menyandarkan punggung pada sandaran sofa.

"Dan juga..."

"Juga apa ma?"

"Mama setuju sama Kiara."

"Ma!"

"Kita nggak bisa terus-terusan menambah dosa dengan membunuh bayi yang nggak bersalah Sen. Cukup sekali. Mama nggak mau lagi."

"Tunggu. Jangan bilang mama uda tau lama soal kehamilannya? Dan mama baru bilang sekarang sama aku?"

Seno menatap tak percaya ibunya. Sementara Aurin dengan ragu mengangguk membenarkan tebakan putera sulungnya.

"Mama tau kan kalau tindakan mama dan Kiara bisa bikin keluarga kita malu?"

"Orang-orang akan menggunjing kita."

"Bagus. Seenggaknya mama uda tau konsekuensinya. Sekarang aku akan telfon dokter Ramli dan minta dia resepin obat untuk-"

"Mas," panggil Naora berusaha menyanggah.

"Diam Naora. Saat ini pendapat kamu nggak dibutuhkan."

"Kamu apa-apaan sih Sen? Naora juga punya hak untuk bicara. Sekarang dia uda jadi bagian dari keluarga kita," tegur Aurin tak terima.

Akad PernikahanWhere stories live. Discover now