๑'•. Orang Ketiga

Mulai dari awal
                                    

Saka langsung menyalami ibu Abel dan membuka pintu mobilnya.

"Bel, kita sudah sampai."

Perempuan itu perlahan membuka mata dan melihat di sekeliling.

"Kita di-mana?"

"Depan rumahmu."

Abel langsung terperanjak dan juga melihat ibunya tengah menunggu sambil menggelengkan kepala serta tersenyum.

Gadis itu pun turun dari mobil dan menata pakaiannya yang lusuh.

"Terima kasih banyak untuk hari ini."

"Segera istirahat, aku pamit."

"Saka?"

Laki laki itu kembali berbalik menghadap kekasihnya.

Bak disambar petir di siang bolong, Saka terkejut ketika Abel mendadak mencium pipinya.

"Aku juga mencintaimu."

Pipi Saka seketika memerah tatkala orang yang sangat dia cintai itu turut membalas isi hatinya.

"Sudah ya? kamu ini lucu sekali."

Abel tersenyum lebar lalu melambaikan tangan ke arahnya.

Setelah Saka pergi Abel memasuki rumah beserta sang ibu.

"Sebentar lagi ibu punya mantu."

*mantu dalam bahasa jawa yang artinya menantu.

"Buu?"

"Apa? kan benar to?"

Abel lalu mengeluarkan barang barang dari dalam tas terkhusus biola.

Dia mengecek kondisi alat musik itu satu persatu dan mencari letak kerusakannya.

"Ada apa bel? rusak lagi?"

"Sepertinya bu."

"Loh? kamu coba lihat dulu."

Setelah sekian lama Abel baru sadar kalau salah satu senar biola ada yang putus.

Mungkin Vianne sengaja menggunting senarnya agar nada dan irama yang dihasilkan jadi rumpang.

"Oh, jadi ini" batin Abel.

"Gimana nduk?"

"Senarnya putus."

"Walah, ya sudah segera perbaiki nanti."

Abel pun bingung harus meminta tolong pada siapa, kali ini dia tak mau merepotkan ibunya lagi setelah sekian banyak hal yang disebabkan olehnya.

"Bu, aku ke rumah Janu dulu."

Pikirannya tertuju pada teman laki lakinya itu, Abel lantas memakai sandalnya dan pergi ke rumah Janu.

Dia menyusuri jalan setapak yang berbatasan dengan sawah.

Tak lama kemudian Abel tiba dan mengucapkan permisi sebelum masuk.

"Loh, Abel?" ucap Janu menyambutnya.

"Aku mengganggumu tidak?"

"Tidak, masuklah."

Setelah dipersilahkan oleh tuan rumah gadis itu duduk terlebih dahulu di kursi ruang tamu.

Rumah sederhana tapi lumayan luas, warna coklat mendominasi temboknya, serta terpajang beberapa foto keluarga serta foto Janu sendiri.

"Ada perlu apa mendadak ke sini?"

"A-ah ini, biolaku."

"Rusak lagi? astaga kok bisa?" heran laki laki itu.

Raden SakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang