Part 9

557 73 3
                                    

Siang ini, Shani ada janji temu dengan kekasihnya yaitu Gracio Pratama Harlan atau yang kerap dipanggil Gracio atau Cio di kafe yang tak jauh dari kantor Gracio. Sudah 10 menit Shani sampai di Kafe Mentari, tetapi Cio tak kunjung datang.

"Maaf aku telat, kamu udah lama nunggu?" ujar Gracio menghampiri Shani yang duduk di kursi nomor 24.

"Iya gak apa-apa, aku baru beberapa menit sampai kok. Aku juga udah pesenin makan buat kita, tinggal tunggu aja," balas Shani dengan senyum lembutnya.

"Makasih, Sayang, kamu memang pacar yang sangat pengertian," puji Cio mengelus kepala Shani.

Tak lama pesanan mereka datang, pelayan pun menyimpan makanan yang dipesan Shani di atas meja. "Selamat menikmati, Kak," ucap Pelayan itu dengan ramah.

"Terima kasih, Mbak," balas Shani dengan lesung pipinya yang timbul, membuat kecantikannya semakin keluar.

"Ayo kita makan dulu, kamu pasti laper kan." Shani mengangguk karena memang ia belum makan sejak tadi. Lantas, keduanya makan dalam diam, menikmati makanan masing-masing. Shani dengan nasi dan sate ayamnya sedangkan Cio memakan pasta kesukaannya.

Beberapa menit kemudian, keduanya selesai makan dan minum. Shani berpamitan untuk ke toilet dan Cio mempersilakannya.

"Aku ke toilet dulu, sebentar ya." Cio mengangguk.

Sembari menunggu Shani yang ke toilet, Cio memainkan ponselnya. Saat sedang asik bermain ponsel, ia mendengar ponsel milik kekasihnya bergetar. Cio melihat ponsel kekasihnya dan melihat ada panggilan masuk dari calon adik iparnya.

Walau begitu, Cio segan untuk mengangkat telpon dari Zee. Karena, ia tahu bahwa adik dari kekasihnya itu belum bisa menerima dirinya sepenuhnya. Cio memaklumi itu, ia menganggap bahwa ini bagian dari proses dirinya berjuang untuk meminang Shani.

"Aduh maaf aku lama ya," kata Shani tak enak.

"Gak kok. Tadi aku lihat Zee telpon kamu berkali-kali, coba deh lihat siapa tahu itu penting," ucap Cio.

Shani kaget mendengar ucapan Cio bahwa adiknya menelpon dirinya lebih dari 2 kali menandakan bahwa sesuatu terjadi pada adiknya.

Shani bergegas mengambil ponselnya dan bersiap menelpon Zee, tetapi baru saja akan menelpon ternyata Zee menelponnya lagi. Shani menjawab telpon adiknya dengan cepat.

"Assalamu'alaikum," ucap Shani

"Wa'alaikumsalam, Ci," jawab Zee.

"Kamu kenapa, Dek?"

Bukannya menjawab pertanyaan Kakaknya, Zee malah bertanya balik. "Aku ganggu Cici gak? Cici lagi apa?"

Shani mendengar suara adiknya yang serak dan bergetar, ia yakin adiknya sedang tak baik-baik saja dan ia harus berada di samping adiknya.

"Dek, kamu di mana? Kakak ke sana sekarang." Mendengar kepanikan dan kekhawatiran kekasihnya, Cio menatap gadis di hadapannya penuh tanya. Karena kalut dan khawatir membuat Shani abai akan hal itu.

"Rumah Sakit Bunda," balas Zee dengan lemas, Shani mendengar napas adiknya yang berat.

"Kakak ke sana sekarang, kamu tunggu Kakak jangan dimatikan telponnya," perintah Shani dengan nada tegas.

About Us : Liebling (END)Where stories live. Discover now