7. Angry

11 2 0
                                    

"Cie, yang seneng udah bisa jalan," Vasco tersenyum lebar menyambut kedatangan Zalika yang baru kembali dari ruangan dokter bersama Kak Teddy.

Kak Teddy hanya mengantar Zalika saja. Ia berkata bahwa ia harus bergegas pergi untuk kembali ke kantor  nanti.

Mendengar ucapan Vasco tadi, senyuman pun ikut menghiasi wajah manis Zalika. Ia senang mendapatkan sambutan penuh semangat dari Vasco.

"Gue bisa segera pulang, dong. Lo kapan pulangnya?"
Vasco mengetuk dagunya pura-pura berpikir. "Gue pulang kalo lo juga pulang," balasnya lalu tersenyum puas.

Kak Teddy yang baru selesai membantu Zalika kembali ke tempat tidurnya pun memberikan adiknya air mineral untuk diminum. Ia lantas duduk di kursi yang ada di antara ranjang Zalika dan Vasco.

"Nanti Vasco akan tinggal sama kita," Teddy tersenyum menoleh pada Vasco kemudian kembali pada Zalika. "Sampai Vasco bisa kembali pada kondisi semula dan dia bisa tinggal sendiri di rumahnya, Papanya Vasco menitipkan dia di keluarga kita."

Zalika tidak bisa mengontrol ekspresinya. Campuran antara bingung dan keberatan.

"Kenapa? Memangnya dia gak punya rumah?"

"Punya," sahut Teddy menenangkan adiknya. "Tapi keluarganya sibuk. Gak ada yang merawat dia di rumah. Kalau di rumah kita, ada kamu, ada kakak, ada ayah, juga bunda. Rumah kita ramai," pemuda itu memberi pengertian.

Zalika menoleh pada Vasco kemudian menghela napas. Sebenarnya ia kasihan jika Vasco sendirian dalam keadaan yang belum sembuh total. Melihat selama ini orang tuanya sangat sibuk bekerja dan kakaknya pun sibuk sehingga jarang menjenguk. Vasco selama ini mungkin tertawa dan gembira saja. Tapi entah di dalam hatinya. Zalika jadi mulai berpikir, apakah Vasco benar-benar baik-baik saja selama ini.

Setelah selesai membantu Zalika dan Vasco, Kak Teddy pamit. Ia berkata bahwa nanti setelah selesai dengan urusan kanto, ia akan menjemput bundanya untuk menggantikan menjaga Zalika sekaligus mulai mengemas barang-barang yang akan dibawa pulang. Ayah tidak bisa datang untuk sementara karena harus bolak-balik ke kantor mengurus pekerjaan yang bermasalah. Sedangkan Bayu dan Neysa yang menjaga Vasco, baru akan datang pukul dua belas siang nanti karena semalam mereka berjaga sampai pukul satu malam.

"Berduaan doang sama lu, gue jadi takut," Vasco tersenyum sambil duduk menatap Zalika yang sedang membaca sebuah novel.

"Takut kenapa?" Zalika tidak mengalihkan perhatiannya. Ia membalas sambil tetap membaca bagian yang sedang menarik perhatiannya.

"Takut makin sayang sama lo. Terus jadi pengen jagain." Vasco tersenyum kecil meski Zalika tak melihatnya. "Beberapa minggu di ruangan yang sama bikin gue kenal lo lebih dalam. Dan gue merasa nyaman."

Zalika menutup bukunya. Ia meletakkan bukunya di atas meja kemudian mengubah posisi duduknya menghadap Vasco.

Vasco tersenyum menatapnya. Tidak surut senyum itu ketika berhadapan dengan tatapan tenang yang Zalika tunjukan.

"Vas, lo tuh cuma lagi merasa kosong. Jangan main-main sama gue. Gue lagi males ngadepin cowok iseng yang nyebelin kayak elo."

Pemuda itu tertawa renyah. "Kalo beneran gue suka sama lo gimana?"

"Dih, mana ada?"

"Ada."

"Gak ada," sanggah Zalika tak mau kalah.

"Ada."

"Lo—"

"Debat kenapa, sih? Suaranya sampai kedengaran dari luar," Suara berat Reza menginterupsi perdebatan kecil keduanya. Pemuda itu datang dengan seikat bunga mawar merah muda dan sebuah tas yang entah apa isinya.

Just LikeWhere stories live. Discover now