3. We Just

22 2 0
                                    

Benda yang rusak, bisa diperbaiki. Tubuh yang sakit bisa segera sembuh, dan kulit yang terluka bisa kembali seperti semula. Namun, hati yang tersakiti belum tentu bisa kembali mencintai.

Vasco dan Zalika adalah dua orang yang menyadari kondisi itu. Saat dimana perasaan mereka akhirnya menemukan sesuatu yang menyakitkan. Sesuatu yang menggores keyakinan mereka dan menanamkan keraguan. Sesuatu yang akhirnya menimbulkan rasa curiga berkepanjangan dan berujung pada kewaspadaan yang mutlak.

Mengalami dua hal yang akhirnya membuat mereka terluka baik fisik maupun perasaannya. Vasco dan Zalika sama-sama berjuang mengatasi masalah mereka masing-masing. Vasco dengan pengkhianatan yang tak bisa dia maafkan. Dan Zalika dengan lunturnya kepercayaan yang selama ini ia tanamkan.

Sore itu, matahari jingga menerobos memasuki ruangan tempat keduanya berada. Rasanya sunyi, namun tenang dan nyaman. Membuat kedua anak manusia yang tinggal dalam satu ruangan yang sama itu memiliki waktu untuk memikirkan diri sendiri juga rencana mereka kedepan. Mungkin tidak semua, satu demi satu urusan akan berusaha mereka selesaikan dan cari solusinya.

Belakangan sejak berada dalam satu ruangan yang sama dengan Zalika, Vasco mulai merasakan kenyamanan. Tidak ada lagi rasa canggung atau segan pada Zalika maupun keluarganya. Terlebih lagi karena dia tidak memiliki orang yang bisa setia menjaganya seperti yang keluarga Zalika lakukan. Vasco juga mulai dekat dengan Teddy, mereka memiliki ketertarikan yang sama dibidang otomotif. Kalau Vasco menyukai sesuatu yang lebih modern dan sporty, Teddy adalah tipe pecinta sesuatu yang klasik. Mereka bisa membicarakan mengenai otomotif dengan cara yang menyenangkan. Bagi Vasco, rasanya seperti menemukan kakak laki-laki yang ia idamkan.

"Za, Bang Teddy gak ke sini?" Vasco bertanya karena penasaran. Sudah sore menjelang malam dan Zalika dibiarkan sendirian di dalam ruangan bersamanya. Biasanya bunda maupun Bang Teddy akan bergantian menjaga gadis itu. Dan jika sudah agak malam, ayah Zalika akan mampir. Meski sebentar, ia akan datang melihat putrinya itu dan memeriksa keadaannya. Benar-benar tipe keluarga harmonis yang Vasco idamkan.

"Kakak gak ke sini, Vas. Ada rapat sama rekan kerjanya yang dari luar negeri. Karena kakak udah janji mau ajak mereka jalan-jalan kalau mereka berkunjung, jadilah dia sibuk selama beberapa hari ke depan."

"Oh, gitu. Yah, gak bisa ngobrol," keluh Vasco kecewa.

"Kenapa emangnya? Lo kangen sama kakak gue?"

"Iya. Bang Teddy asik banget orangnya. Gue kalau ngomong sama dia suka lupa waktu. Sampai gak sadar kalau dokter udah nyuntik gue beberapa kali."

Zalika tertawa geli. "Yang kapan hari, ya? Yang lo selalu rewel kalo dokter Sonya ngambil darah lo itu?"

Vasco mengangguk membenarkan. "Pas itu gue kan ngobrol sama Bang Teddy. Suntikannya jadi gak berasa."

"Jelas gak berasa, orang lo antusias banget ngobrolnya. Lagipula, kok bisa kalian nyambung? Bang Teddy tuh orang yang susah dideketin, loh. Mas Reza aja sampai sekarang gak bisa akrab kayak lo sama dia."

Vasco mengangkat bahunya ringan. "Mungkin karena hobi kami sama. Terus gue cocok mungkin jadi adek iparnya."

Zalika merotasi matanya dengan malas. Setiap kali berbicara dengan Vasco, ujung-ujungnya pemuda itu akan membalas dengan jawaban seenaknya. Kadang bercanda, kadang aneh, kadang tidak masuk akal. Tapi lucunya, Zalika tidak pernah marah atau kesal padanya.

"Lo emang udah ada rencana buat mutusin Naya?"

Vasco yang tadinya berbaring pun memposisikan tubuhnya untuk bisa duduk bersandar dengan menaikkan sandaran kepalanya. Ia menoleh pada Zalika dan mengamatinya. Kemudian memasang ekspresi jahil yang membuat Zalika balas menatapnya.

Just LikeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang