"Keren sih, sekarang mau bangun usaha cake kan kak?" Kata Sabrina dengan nada berbinar, "aku tahu dari Alden, katanya dia lagi bantuin kakak gitu," Lanjutnya.

"Iyaa, doain semoga lancar."

"Pasti dong..., Sabrina boleh nanya nggak?" Ujar gadis itu kepadaku.

"Iya apa?"

"Valeron emang sedeket itu sama keluarga kalian?" Ucapnya hati-hati, aku tersenyum menanggapinya sambil mengangguk.

"Alden ga cerita sama kamu?" Balikku bertanya. Sabrina menggeleng. "Kenapa?" Lanjutku.

Sabrina menghembuskan napasnya pelan, "Setiap aku cerita tentang Valeron, Alden pasti langsung marah. Apalagi pas mereka kena skandal homo waktu itu, Alden ga cerita sama sekali ke aku," Lirihnya dengan suara sedih, ya aku tahu perasaan Sabrina pasti keberadaannya sebagai kekasih seperti tidak dianggap.

"Mungkin Alden gamau kamu kepikiran makanya dia ga cerita," Kataku mencoba menenangkan Sabrina.

"Tapi memang kalian sedekat itu kah? Astaga kak, tadi Sabrina kaget waktu Valeron ada di rumah ini, mana ganteng banget lagi, Sabrina udah lama ngefans sama dia dari awal lagu debutnya itu," Sorak gadis dihadapanku ini dengan suara yang sangat pelan memunculkan tawa meledak dariku.

Lucu sekali dia, Valeron yang sebenarnya pecicilan itu punya fans, aduh, mana fans nya seimut ini lagi.

"Kamu tadi lewatin rumah pojok yang gerbangnya tinggi itu ngga? Itu rumah Valeron sama ortunya dulu, bunda sahabat deket tante Arum, mereka apa-apa selalu bareng, jadi anaknya pun ikut deket deh," Jelasku. Sabrina mengangguk-anggukan kepalanya dengan mata berbinar.

"Jadi Valeron masih tinggal disini atau engga kak?"

Aku menggeleng, "setauku dia tinggal di apartement, terus ortunya alias tante Arum dan om Dirga tinggal di Singapur, tapi sekarang katanya mereka bakal pindah kesini lagi, aku gatau jelasnya gimana sih," Jawabku.

"Yaaah, tadinya Sabrina mau sering-sering kesini kalau Valeron masih tetangga kalian, jadi bisa liat aktivitas dia." Kata Sabrina dengan pipi bersemu merah membuatku terkikik geli.

Perbincanganku dan Sabrina terhenti ketika Alden datang dengan beberapa sosis yang sudah di panggangnya. Ia menatap datar ke arah Sabrina begitu juga kearahku. Alden lalu merogoh sesuatu dibalik kantong celananya.

"Kenapa?" Tanya Sabrina bingung dengan tatapan Alden, lelaki itu kemudian berjalan ke belakang Sabrina dan mengumpulkan rambut gadis itu menjadi satu, lalu mengikatnya dengan karet yang tadi ia ambil dari kantong celana, aku melongo. Ini Alden? Yang kalau sama kakaknya cuek minta ampun, bisa ngelakuin hal manis kaya gini ke ceweknya.

Sabrina bersemu merah lalu mengikat rambutnya sendiri, menyuruh Alden untuk menjauh yang tak ditanggapi bocah satu itu.

Aku mendengus, mengalihkan perhatian ke kiri dan terkejut ketika melihat Valeron sudah berada dihadapanku dengan cengiran khasnya.

"Kamu ngapain disini?" Kataku sedikit melotot sebab masih terkejut, ia malah tersenyum lebar sembari memamerkan gigi gingsulnya. Matanya ikut menyipit. Untuk beberapa saat aku tertegun melihat bagaimana ia tersenyum dengan begitu manisnya. Eh. Repeat. Maksudnya sedikit kagum. Hanya sedikit...

"Duduk," Singkatnya, tangan kanannya yang berotot--aih kenapa semua yang ada di Valeron aku sebutkan---terulur ke arah depan mengambil sosis yang sudah matang.

"Mau?" Tawarnya kepadaku setelah mengambil 2 tusuk sosis. Aku bergeming sambil menatapnya, saat tanganku ingin mengambil salah satu sosis, dengan cepat Valeron memasukkan sosis tadi kedalam mulutnya, lalu mengeluarkan kembali dan memberikan sosis itu kepadaku. Senyumnya masih terukir dengan jelas membuatku yang tadinya terkagum jadi bercedak kesal. Jorok sekali, dari dulu tidak pernah lelah menjahiliku.

"Dih," Kesalku, ia terbahak kemudian mengangsurkan sepiring sosis kehadapanku.

Aku yang terlalu malas dan gengsi akhirnya melengos pergi menuju bunda dan tante Arum, mereka sepertinya berbincang santai mengenai sesuatu yang ada di ponsel bunda.

"Tante, anaknya dibilangin dong biar ga jahilin aku terus," Aduku kepada tante Arum yang masih sibuk dengan pembahasannya dan bunda.

"Kenapa sih,"

"Masa dia ngasih sosis tapi dijilat dulu kemulutnya, kan jorok," Gerutuku yang malah dihadiahi bahakan dari bunda dan tante Arum.

"Ntar tante bilangin," Ucapnya lalu kembali fokus ke ponsel.

"Ih kok gitu," Kesalku.

•••

Valeron dengan gitarnya itu sudah satu paket. Ibarat mau beli Valeron berati sepaket sama gitarnya, atau beli gitar berarti sepaket sama Valeron. Eh.

Ayahku yang juga suka memainkan gitar sedari tadi merengek ke anak itu untuk menampilkan satu lagu lama yang pernah booming dimasanya. Semua yang ada disana terkikik melihat kejadian itu begitu juga denganku.

"Gamau Om, Vale malu," Gerutunya dengan mencebikkan bibir.

"Malu? Kata orang yang konsernya dihadiri 2 juta penonton," Cibir Alden.

"Gayamu Val sok-sokan malu," Tambah bunda terkikik dengan alasan absurd Valeron.

"Beda bun," Balas Valeron masih tak mau melakukan apa yang ayahku inginkan.

Om Dirga hanya tersenyum tipis berbisik-bisik dengan tante Arum disampingnya, entah mereka sedang membicarakan apa.

"Disuruh nyanyi depan keluarga gamau, ga inget dulu kamu minta restu papa buat bisa jadi penyanyi sampe gimana?" Kata om Dirga dengan seringai.

Valeron mendengus kesal, "yaudah temenin." Sungutnya.

Para tetua tergelak lalu tante Arum menatap minat kepadaku, "Amona aja tuh," Ujarnya dengan tidak berperasaan. Aku menggeleng kuat. Menolak keras.

"Gamau," Jawabku cepat.

"Tadi katanya sebel sama Valeron, biar ga sebel lagi sana duet," Kata tante Arum dengan semangat.

"Ih bukannya ilang tapi nambah sebelnya,"

Valeron tersenyum kearahku, niat-niat jahilnya muncul, segera kualihkan tatapanku kearah lain.

"Sabrina aja tuh, diakan fans berat Vale," Kataku ketika bertatapan dengan gadis disamping Alden itu. Sabrina langsung menutup wajahnya malu sedang adikku menatapku tajam.

"Udah sana Mona, kamu aja, nurut sama ayah," Kata ayah mutlak yang disoraki semua yang ada disini. Aku mendengus kesal, "ayaahhh...," Kataku tanpa suara kearahnya.

Valeron tersenyum penuh kemenangan, aku mendekat kearahnya dengan tatapan kesal.

Physical Attack √Where stories live. Discover now