Namun malam ini, cowok itu tidak menanyakan apa pun. Seketika aku dikuasai rasa kesal. Tanpa diperintahkan, tanganku terkepal, rahangku pun mengeras. Bisa kutebak, Dika tidak sedikit pun mengalami kesulitan ketika menentukan gaya dan tema yang cocok untuk interior resort-nya. Otak kanannya terlalu brilian. Ditambah lagi, entah mengapa cowok itu selalu merasa percaya diri dengan desainnya. Jika saja aku bisa menyerap sedikit kepercayaan dirinya, aku tidak akan kesulitan seperti sekarang.

Sambil mengdengkus, aku menjauh dari laptop dan bersandar pada kursi. Tatapanku menerawang ke arah tembok kamar kostku yang bercat putih polos. Jujur, aku takut desain yang kubuat tidak bisa memenuhi ekspektasi Pak Rizal dan dosen-dosen penguji. Ditambah lagi, aku memiliki rival yang otaknya nyaris sebrilian Zarfan. Bangunan hotel yang kudesain pun memiliki karakteristik yang hampir sama dengan resort milik Dika. Ditambah lagi, dosen pembimbing kami sama, dan kemungkinan besar kami akan menjalani sidang di ruangan dan dengan dosen penguji yang sama.

Sudah pasti desain hotel bintang empatku akan dibanding-bandingkan dengan resort milik Dika.

Kuputuskan untuk mengeluarkan keluh kesahku pada Aruna. Cewek itu membalas sekitar setengah jam kemudian.

Aruna
Kenapa nggak minta pendapatnya Dika aja?

Mika Gianina
Males banget minta pendapat dia

Aruna
Loh?
Bangunan yang kalian desain kan hampir mirip
Dan kamu bilang dia pinter banget?

Mika Gianina
Gengsi

Aruna
Gengsi nggak bakal bikin kamu lulus sidang!

Saking kesalnya, aku melempar pelan ponselku ke ranjang. Benda pipih itu memantul sekali sebelum mendarat di permukaan yang empuk. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya cukup panjang. Kuacak-acak rambut sebahuku sambil menggerutu, "Arunaaa! Kenapa sih, ngeselin banget kalau ngasih saran!"

Setelah melamun beberapa saat, aku merasa saran Aruna ada benarnya meskipun sulit untuk diakui. Aku beranjak dari kursi dan mengambil ponselku di atas ranjang. Dengan satu tarikan dan embusan napas, aku membuang jauh-jauh gengsiku yang begitu besar. Kemudian jempolku mengetuk-ngetuk layar, mengirimkan pesan untuk Dika.

Tidak lama, kurasakan ponselku bergetar. Cowok itu membalasnya. Ah, rupanya Dika masih bangun padahal sudah selarut ini.

Mahardika
Kayaknya aku harus lihat laporan Teteh dulu baru bisa ngasih saran

Mika Gianina
Aku share link Google Docs-nya ya!

Mahardika
Jangan sekarang!
Aku udah ngantuk
Besok aja deh
Sekalian aku mau ngerjain laporan juga

Mika Gianina
Besok?

Mahardika
Besok gabut nggak?
Mending kita keluar
Sambil ngebahas laporan Teteh
Suntuk banget ngerjain di perpus terus

Mika Gianina
Boleh sih
Nyari co-working space?

Mahardika
Iya
Coffee shop Teh Aruna kayaknya sabi
Udah dari lama aku pengen ke sana
Deket juga dari kampus
Jam 12-an ya!

Mika Gianina
Kamu nggak inget kita digosipin?
Kalau ada teman kamu yang lihat gimana?

Kapan Lulus? [COMPLETED]Where stories live. Discover now