04. A Hug

153 25 2
                                    

_____--_____

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

_____--_____

MALAM pun kini menampakkan dirinya. Baik setiap jalan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, semuanya tenggelam dalam kegelapan yang tercipta. Meski tak seluruhnya dikarenakan masih ada cahaya bulan serta bintang yang menyinari.

Semua aktivitas pada malam hari mulai berhenti, memilih untuk istirahat setelah seharian suntuk bekerja. Jalanan yang biasa dipadati oleh kendaraan-- baik motor, sepeda dan mobil, kini telah lenggang. Menyisakan kesunyian di tiap sudut kota meski masih ada pejalan kaki yang melintas.

Adelina yang malam itu telah membersihkan keseluruhan kafe mulai mempersiapkan dirinya untuk pulang. Baik dirinya dan juga rekan kerjanya sudah merasa lelah dikarenakan seharian penuh menggerungi para pengunjung kafe yang tiada habisnya. Gadis itu melebarkan senyumnya, melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan kepada beberapa rekan kerjanya yang telah lebih dulu pulang.

"Mau pulang bareng kakak nggak del?"

Adelina melirik ke arah samping lokernya, menatap Mawar yang kini tengah melakukan hal yang sama dengannya yakni membereskan beberapa perlengkapan kerjanya.

"Tidak usah deh kak, aku pulang sendirian aja."

"Ini udah malem banget lho, emang kamu berani?"

Adelina mengangguk mantap, lalu bergerak untuk menutup lokernya. Lagipula pulang malam memang sudah menjadi rutinitasnya setiap hari, jadi untuk apa takut?

Mawar menghela napasnya, kemudian mengusap pipi Adelina. "Ya udah, kalo emang kamu nggak mau ya kakak nggak bisa maksa." Ujarnya. "Kamu hati-hati di jalan ya, kalo ada apa-apa kabarin kakak."

"Iya, kak."

Mawar tersenyum tipis. "Kakak duluan ya? Kunci kafe nanti kamu letakkan di tempat biasa aja. Biar besok kalo kakak datang duluan, kakak bisa langsung buka kafe nya tanpa harus nunggu."

Adelina mengangguk, lalu kembali melambaikan tangannya. Memberikan senyuman terbaiknya kepada senior di tempatnya bekerja itu.

Inilah beberapa kelebihan yang bisa Adelina raih selama bekerja di sini. Dia mendapatkan banyak teman serta kakak yang benar-benar menyayangi dengan tulus tanpa memandang kekurangan yang dia miliki. Mereka semua menerimanya dengan suka cita, tidak seperti di sekolah yang membuatnya merasakan kesepian dikarenakan tidak ada teman. Makanya, Adelina sangat betah untuk bekerja. Karena hanya di tempat inilah dia bisa mendapatkan teman serta saudara yang benar-benar tulus menyayanginya.

Selepasnya Mawar pergi, Adelina terlihat berpikir disana. Mengingat-ingat apakah ada hal lain yang belum dia lakukan sebelum benar-benar pergi dari kafe. Dan ya, dia belum mematikan saluran air yang berada di belakang kafe. Gadis itu pun menepuk kepalanya, merutuki sifat pelupanya yang kerap kali datang tanpa di undang. Jika saluran air tersebut tidak dia matikan, bisa-bisa kafe ini akan kebanjiran. Hadeh!

Returning The FavorWhere stories live. Discover now