1

662 37 6
                                    

Sanji pov

Dering jam weker terdengar, membuatku terbangun dan segera bangkit untuk mematikannya.

Jarum menunjukkan pukul 5.30 pagi dan sudah saatnya aku bersiap untuk bergegas kesekolah.

Aku rentangkan tanganku sejenak, untuk melemaskan otot-ototku sebelum diriku melangkah menuju kamar mandi.

Air dan udara pagi memang sangat dingin sampai menusuk ke tulang, namun aku menyukainya. Karena air dingin selalu membangunkan saraf-saraf ku dan membuatku bersemangat.

Setelah mandi dan berpakaian, aku segera pergi kedapur untuk menyiapkan sarapan.

Tak butuh waktu lama, sarapan selesai dan aku langsung meletakkanya di meja makan.

"Nek.. Apa kau sudah bagun?" Panggilku setelah meletakkan piring terakhir di meja makan.

Tak ada jawaban terdengar.

Aku mengernyit kan dahiku. Biasanya jam segini nenek sudah bangun dan menjawab panggilanku.

Karena khawatir akhirnya aku memutuskan masuk ke kamar nenek untuk memastikan keadaannya.

"Nek" Ujarku dan langsung masuk ke kamarnya tanpa mengetuk.

Namun Betapa terkejutnya aku saat melihat nenek berada di pintu kamar mandi dalam posisi terduduk.

"Nek nekk!!!! Nenek gak papa? " Tanyaku khawatir sambil berlari mendekatinya.

"Tidak, nenek hanya keseleo sedikit" Jawab nenekku dengan santainya. Apa dia tak tau jantungku hampir lepas dari tempatnya saat melihat keadaannya yang seperti itu.

"Dimana tongkatmu nek? Kenapa nenek berjalan tanpa tongkat" Ujarku sambil membantu nenek berdiri dan memapahnya sampai ke kasur.

"Nenek gak bisa menemukannya"

Aku hanya menghela nafas kasar dan mengusap wajahku. Rasanya aku tak bisa membiarkan nenek sendiri di rumah.

Ku edarkan pandanganku ke seluruh ruangan dan menemukan tongkat nenek terjatuh diantara tempat tidur dan dinding.

"Hei? Kau tidak sekolah? " Nenek bertanya.

Aku tak langsung menjawab. Yang aku lakukan adalah pergi mengambil tongkatnya dan mengalungkan tongkat itu tepat di pergelangan tangan nenekku.

"Jangan kehilangan tongkat lagi ya" Ujarku sambil mengelus tangan keriputnya.

Nenekku hanya tersenyum sambil tangannya terulur keatas sambil meraba wajahku.

"Cucuku yang tampan. Kau jangan khawatir, aku tak apa" Ujarnya meyakinkan. Dirinya tau kalau saat ini aku sangat khawatir.

Aku menatap wajah nenekku dengan tatapan sendu. Di dunia ini aku hanya memilikinya. Dialah yang merawatku dari kecil setelah kedua orang tuaku tiada.

Dahulu nenek masih bisa melihat dengan baik. Namun beberapa tahun belakangan, karena faktor usia dan kesehatan, mata nenekku terkena katarak.

Sebenarnya aku sudah menyarankan nenek untuk operasi, namun karena keterbatasan biaya, nenek lebih memilih membiarkannya saja sampai akhirnya mata nenek menjadi buta.

"Lebih baik uang ini untuk sekolahmu saja" katanya.

Kami bukan dari golongan kaya, kehidupan kami bahkan sangat kurang dari cukup.

Aku bekerja paruh waktu di swalayan dan nenekku menjahit untuk kebutuhan sehari-hari kami.

Tapi semenjak mata nenek mengalami kebutaan, akulah satu-satunya tulang punggung keluarga.

Someday (Short Story) Where stories live. Discover now