"Gue jelasin nanti kalo sampe rumah," Jawabnya lalu menyalakan mobil. Aku melotot tak terima, "Hei, aku disini mau jemput Alden ya, bukan jemput kamu." Ucapku kesal. Ia tak mengacuhkan ucapakanku. malah kini memutar stir mobil untuk mengeluarkannya dari parkiran.

"Val, plis deh jangan bikin aku kesel." Lanjut ku dengan frustasi. Lelaki itu menoleh, tatapannya menajam. "Lo bisa diem dulu ga! Kita pulang habis itu gue jelasin semuanya, masalah gue cukup kompleks jadi tolong lo ngertiin gue, jangan bawel dulu. Bikin gue pusing tau ga?!" Katanya dingin yang langsung saja membuatku terdiam menurut dengan perasaaan kesal yang makin menjadi-jadi. Ia mengendarai mobilku keluar dari bandara.

Hampir 6 tahun tidak pernah bertemu dengannya dan jarang berkomunikasi dengannya sedikit membuatku tersentil atas perubahan sikapnya sekarang yang berbeda dari sebelumnya. Hatiku sedikit sesak ketika ia mengatakan hal tadi kepadaku, ya aku tahu kalau dia memang tidak pernah bisa akur denganku, tapi setidaknya saat dulu ia tak sekejam sekarang. Mataku kini lebih Memilih mengamati jendela luar dan menghela napas dalam, hampir saja aku mengumpat dengan lantang kearahnya, sedikit terbesit rasa rindu--sangat sedikit--tapi setelah melihat langsung kelakuannya sekarang membuatku jengah dan kembali menelan rasa rindu--yang tiba-tiba saja terbesit itu--.

Ahhh, ini pasti karena moodku saja yang kurang bersahabat, terlalu berlebihan. Diperjalanan hanya keheningan yang menyelimuti diantara kami, Entah mengapa aku merasa jalan pulang sudah terlewati sejak tadi, aku ingin kembali protes tapi kuurungkan, selain malas berbicara dengannya aku juga malas mendengar ia mengatakan kata-kata menyakitkan seperti tadi.

Beberapa menit kemudian Valeron memarkirkan mobilku di basement sebuah apartement mewah, membawaku keluar bersamanya. Tanpa banyak tanya aku mengikuti langkahnya. Sampai di unit tempat lelaki itu tinggal, aku mendudukkan diriku di sofa, berdiam diri tidak melakukan apapun.

Untuk menghubungi Alden saja aku tidak mood. Salah adikku sendiri yang tiba-tiba memutuskan panggilan dan membuatku terdampar sampai sini. Kuamati ruangan dengan aroma khas yang menyejukkan penciuman, sepertinya tempat ini terlalu kesepian bila dilihat dari perabotan ataupun suasananya yang sangat dingin.

Lama menunggu Valeron----yang entah sedang apa aku tidak peduli----yang kini datang dengan pakaian yang sudah diganti dan 2 cangkir kopi hangat, lalu meletakkannya di meja depanku.

"Di minum dulu," Ujarnya setelah sekian lama hanya ada keheningan. Aku mengangguk tanpa ingin repot-repot mengeluarkan satu patah kata. "Adanya kopi," Lanjutnya yang kembali kurespon dengan anggukan.

Kuminum kopi itu tanpa berhenti sampai habis dan hanya tersisa bubuknya saja lalu kembali meletakkannya di meja, hal itu membuat Valeron menatapku dengan aneh dan berdehem setelahnya.

"Itu lumayan panas untuk ukuran kopi yang baru di seduh," Ucapnya, aku tidak mengindahkan, beralih menyibukkan diri dengan ponselku mencoba mengirim pesan kepada Alden, mengatakan jika aku sedang berada di apartement Valeron karena tadi tiba-tiba ditarik oleh lelaki itu.

"Gue tadi sama Alden kok, dia yang ngasih tau gue kalo lo lagi jemput dia." Jelasnya tanpa diminta, aku mendongak kemudian menganggukkan kepala, mengernyitkan alis bingung kenapa ia bisa bersama Alden kemudian menghapus pesan yang akan kukirim kepada Alden. "Dia juga yang minta gue buat pulang duluan sama lo," Lanjutnya.

Banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin aku dengar darinya tapi karena moodku sudah tidak bagus jadi aku meresponnya dengan anggukan, sudah cukup aku tidak membuat Alden kebingungan mencariku, hal yang selanjutnya aku lakukan adalah beranjak berdiri dari sofa, "Kalo gitu aku pulang," Ucapku datar kearahnya.

Valeron sempat menaikkan sebelah alisnya heran, "Gamau denger cerita gue dulu? Sebelum nantinya lo denger berita yang aneh-aneh tentang gue---," Sebelum ia menyelesaikan perkataannya aku menyela. "Ga perlu," Sahutku. Lalu melangkah kearah pintu. "Mona, lo kenapa?" Tanya nya ikut berdiri, aku menghembuskan napas pelan, "Emang aku kenapa?" Kataku tanpa menoleh kearahnya, "Kok ganti nanya?" Ujarnya dengan kekehan.

Aku semakin jengah untuk meresponnya, kubuka pintu unit apartement lelaki itu, "Assalamu'alaikum," Ucapku lalu keluar dari unit Valeron, sebelum pintu benar-benar tertutup rapat, dia segera melangkah keluar menghampiriku. Ia menarik pelan pergelangan tanganku.

"Lo marah sama gue." Katanya menajam membuatku mendongak menatapnya sinis. "Ngapain?" Lirihku. "Lo marah sama gue," ulangnya.

"Kenapa marah," Tanya Valeron kembali. Aku mengalihkan pandangan kearah lain, tidak ingin melihat wajahnya, "Siapa juga yang marah?",
"Lo," Ucapnya datar.

"Gue mau pulang, lepasin." kataku memintanya melepas genggaman tangannya ditanganku. "Masuk dulu, gue jelasin semua baru sete----," Kembali aku memotong ucapannya, "Gaperlu." Kataku lalu dengan sekali hentakan pegangan tangan Valeron di pergelangan tanganku terlepas. "Benerkan, lo marah sama gue," Ujarnya, ingin kembali meraih tanganku, dengan sigap aku menghindar, berbalik dan berjalan ke arah lift.

Dadaku sesak menahan kesal yang dari tadi kutahan, ingin rasanya mengumpat segala jenis hewan kepada Valeron.

Sampai dirumah aku menatap Alden yang sedang bercanda gurau dengan ayah dan bunda di meja makan. "Amona? Baru pulang?" Tanya ayah, aku mengangguk lalu segera beranjak ke kamar. Alden mengikutiku. Sebelum benar-benar masuk ke kamar, aku segera menutup pintu dengan keras. Meluapkan rasa kesal kepada adik tersayangku yang sangat menyebalkan itu.

Physical Attack √Where stories live. Discover now