Prolog

29.8K 1K 24
                                    

dibagian prolog ini aku nyeritain flashback dari pov-nya Amona guys, selamat membaca

Aku menundukkan kepala sambil menahan isak tangis ketika lagi-lagi sepatuku dilempar ke arah genting sekolah oleh lelaki yang dengan bangganya memamerkan senyum ke arah teman-temannya saat berhasil membuatku marah.

Air mataku tentu saja turun dengan derasnya tanpa mengindahkan tatapan kasihan dari sebagian besar orang yang melihat kejadian itu. Dadaku sesak. Tunggu saja Valeron, sampai di rumah akan kuadukan kelakuanmu kepada bunda. --Amona




Dengan sekuat tenaga aku berlari ketika anjing tetangga yang sangat galak mengejarku. Buku yang kugenggam terlepas begitu saja karena terlalu fokus untuk berlari menjauh dari anjing itu tapi na'as, kakiku terpeleset oleh batu kerikil membuatku jatuh ke aspal dan bagian lututnya mengucurkan darah segar.

Saat mendongak, kulihat anjing tadi tepat berada di depanku dengan lidahnya yang menjulur, mataku tak kuat menahan tangis, aku berteriak meminta tolong kepada siapapun yang lewat di jalan ini.

Seorang lelaki mengendarai sepeda menuju ke arahku, keringat membanjiri pelipisnya tapi ia tetap memamerkan senyum meremehkan seperti biasa. Sesaat kemudian ia turun dari sepedanya, mengambil batu disekitar lalu melemparkannya ke arah anjing itu, tanpa aba-aba anjing itu berlari menjauh, aku sedikit lega.

Lelaki itu menarik tubuhku dari belakang, tangannya ia selipkan diantara ketiakku dan mengangkatnya, aku sedikit terkejut. "Lucu banget larinya, hahahahaha." Ujarnya dengan tawa yang jelas saja selalu membuatku marah.

Setelah aku berdiri dengan tegak ia berjalan ke arah sepedanya, memamerkan senyum jahil sambil memberi jempol terbalik kearahku. "Ahh cemen." Ucapnya kemudian pergi begitu saja sambil berteriak, "Tadi aku lihat dalaman kamu pas jatuh Mon, hahahahaha. Usap air mata sama ingusnya dong, jadi tambah jelek-kan, hahahahaha." Teriaknya begitu membahana sambil mengayuh sepeda. ---Amona




Ujian Nasional sudah selesai, aku tersenyum gembira saat pengumuman kelulusan diberikan dan hasilnya aku lulus. Semua bersorak gembira, penuh haru, dan canda tawa.

Pendidikan di masa sekolah dasar sudah aku lalui walaupun banyak sekali rintangan seperti menghadapi kejahilan Valeron selama enam tahun contohnya. Kebahagiaanku tidak hanya karena bisa lulus dan melanjutkan ke jenjang berikutnya, tapi karena aku bisa terbebas dari lelaki itu yang setiap harinya tak lelah menggangguku. Nilai raport dan ijazah dibagikan, kulihat namaku berada diurutan ketiga teratas daftar nilai tertinggi, senyumku makin terkembang lagi, tak disangka-sangka usahaku selama ini membuahkan hasil.

"Amona, lihat raportmu dong." Kata Valeron saat duduk disampingku. Aku menatapnya curiga, takut dijahili lagi olehnya, tetapi saat dia mengerlingkan matanya memohon akhirnya aku menyerahkan raportku kepadanya dengan sedikit terpaksa. "Mau lihat apasi," tanyaku. Ia membuka buku raportku dan melihat-lihat nilaiku.

"Gapapa, kamu pinter. Tapi lebih pinter aku, hahahahaha," Ujarnya dengan diakhiri tawa mengejek. Aku mendengus kesal, kemudian menarik buku raportku. "Sini kembaliin," Ucapku garang kearahnya.

Ia menahan buku raportku dan menarik kembali kearahnya, "Aku kan mau lihat dulu," Jawabnya lagi. Aku tak terima dan kembali menarik buku raportku. "Kamu tu mau ngejek aku, sini kembaliin!" Tegasku tapi ia tidak mengindahkan ucapanku.

Kami saling tarik menarik yang membuat buku raportku sobek dibagian belakangnya. Sontak aku terkejut, acara tarik menarik buku raport tadi terhenti, diganti dengan tangisku yang pecah saat melihat raport itu sudah sobek.

Valeron kebingungan, teman-teman yang lain datang untuk melihat kejadian, aku murka dibuatnya. Kucakar wajah Valeron dengan jari kuku, tak peduli bila nanti menimbulkan luka. Aku sudah sangat kesal dibuatnya. Valeron yang biasanya melawan kini hanya terdiam sambil menutup wajahnya, menangis.

Physical Attack √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang