Chapter 4🎤

8 2 0
                                    

Tes~

Khawa buru-buru masuk ke Rumahnya setelah ia mendapat kabar dari wali kelasnya tentang kasus Dissa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Khawa buru-buru masuk ke Rumahnya setelah ia mendapat kabar dari wali kelasnya tentang kasus Dissa. Ada banyak pertanyaan dikepala Khawa lantaran Dissa tidak cerita sedikitpun jika ada masalah. Saat masuk, Khawa melihat Dissa tengah menuang segelas air dingin yang ia ambil dari kulkas.

Melihat Khawa yang tiba-tiba muncul tanpa omongan membuat Dissa bete. Baru jam 1 siang dan kenapa cowok itu sudah pulang???

"Dissa kamu ada masalah kenapa gak cerita!? Apa-apaan Mas dapet kabar kalo Bu Rani kirim surat pemanggilan orangtua tapi kok kamu gak sampein ke Mas??" Omel Khawa.

Dissa menatap Khawa tajam dan tak berniat merespon Khawa sedikitpun. Baginya, mengobrol dengan Khawa adalah hal yang lebih menyebalkan daripada perlakuan Auriga kepadanya. Mungkin terdengar gila, tapi jika bisa pilih,  Dissa lebih milih diganggu Auriga si bajingan itu daripada mendengar Khawa berbicara.

"Lo bukan orangtua gue dan gue punya hak buat minta siapapun dateng jadi wali gue!" Jawab Dissa dengan nada suara tinggi.

Khawa mengejar adiknya yang berjalan cepat menaiki tangga menuju kamarnya. Satu tangan Khawa berhasil menahan tangan Dissa agar gadis itu berhenti berjalan.

"Lepas!! Lo gak ada hak buat megang gue!!" Teriak Dissa. Matanya melotot maksimal dan pandangan bengis terasa kental lewat sorot matanya.

Khawa menatap Dissa dengan sedih. Gadis ini, adiknya sekaligus tanggung jawab penuhnya. Khawa bekerja mati-matian, berkali-kali konser hingga ke berbagai kota dan beberapa negara, bahkan Khawa tidak jarang juga muncul sebagai cameo dalam banyak drama itu semua demi menghidupi Dissa setelah orangtua mereka meninggal. Tapi karena sebuah insiden, hubungan kakak-adik itu merenggang.

Jangankan untuk melihat Khawa, jika Khawa ada di Rumah saja, Dissa betah tidak keluar dari kamarnya berjam-jam cuma demi biar gak lihat Khawa. Didalam hatinya, Khawa sudah seperti batu besar yang menimpa dadanya. Melihat Khawa membuat Dissa bisa merasakan sesak napas dan membuat kenangan itu kembali muncul.

"Dissa, oke Mas gak akan marah kalo kamu gak cerita ke Mas. Tapi Mas Khawa mau tahu siapa yang kamu panggil untuk dateng ke Sekolah?" Tanya Khawa dengan suara lembut. Berbicara dengan adiknya ini, Khawa harus ekstra sabar agar temperamen Dissa tidak semakin meledak.

Dissa meraih pundak Khawa dengan tangan satunya dan dengan cepat, wajahnya mendekat menggigit kencang leher Khawa karena cowok itu memakai pakaian yang sangat tertutup. Tadinya ia mau gigit pundaknya tapi tak bisa maka Dissa mengigit kencang leher Khawa sebagai upayanya melepaskan diri.

"Aaaarggh!! Dissa sakit sayang!" Khawa memegangi lehernya yang baru saja digigit oleh Dissa.

Ini resikonya kalo Khawa nekat menahan adiknya yang hobi kucing-kucingan dengannya. Dissa bukan anak yang kasar, sebaliknya gadis itu sangat anteng dan pendiam. Tetapi dengan Khawa, Dissa bahkan bisa berubah menjadi singa dan menerkam Khawa.

Love PaintingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang