#3. Katanya, for you

392 72 5
                                    

•Happy Reading•

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.


Happy Reading•

  

Terlepas dari ibunya dan terkejut mendengar suara yang keras bayi kecil dalam pangkuan Olesya merengek, dan Olesya yang terserang panik spontan saja meninggalkan makan malamnya yang masih tersisa banyak, menepuk-nepuk punggung adiknya sambil menggendongnya untuk bergabung bersama Olan.

"Ya ampun, Marla!" Ronan yang kelelahan setelah bekerja seharian, niat hati ingin beristirahat dari penatnya pekerjaan namun terus mendapatkan bombardir pertanyaan-pertanyaan konyol serta tuduhan-tuduhan istrinya pun kalap ikut berteriak berang. "Siapa yang bilang sama kamu?"

"Jadi secara nggak langsung kamu membenarkan semuanya. Itu semua benar?"

Suara teriakan kedua orang tuanya saling bersahutan, membuat kepala Olesya berdenyut-denyut dan Olan yang terbiasa santai serta masa bodoh dengan sekitarnya sampai merapatkan tubuh kecilnya Olesya seakan-akan meminta perlindungan.

Ketiga anak di bawah umur itu duduk kaku di atas sofa dengan tv yang menyala— Olesya menaikkan volume suaranya, tapi ternyata pertengkaran orang tuanya masih jelas terdengar.

Mereka mungkin mengira anak-anaknya tidak mendengar, tertutup suara kencang TV atau karena letak jarak kamar mereka dengan ruang santai cukup jauh. Tapi mereka lupa bila kamar itu bukan tempat kedap suara.

Layaknya dinding yang bisa mendengar dan berbicara. Dinding itu memantulkan setiap kata yang keluar dari mulut kedua orang tuanya dengan sangat jelas.

"Kita cuma temen kerja, Marla. Kamu tahun sendiri, Rahma masih muda, mana mau dia sama aku yang tua dan nggak punya apa-apa! Anak udah tiga, seharusnya pikiran kamu makin rasional, bukannya malah mikir yang nggak-nggak dan nuduh yang aneh-aneh!"

"Gimana aku nggak cemburu kalau suamiku bonceng sama perempuan lain, yang lebih muda dan lebih cantik dari pada istrinya sendiri? Meskipun Rahma cuma temen kerja, seharusnya kamu harus ijin sama aku sebelum bonceng perempuan lain! Terus apa? Jadi kalau kamu punya apa-apa, bisa gitu kamu deketin Rahma?"

"Tutup mulutmu Marla! Tiap hari kamu ngajak saya ribut, bertengkar seperti ini, malu sama anak-anak!"

Olesya menatap nanar kedua adiknya yang ternyata juga tengah menatapnya satu. Mata mereka beradu pandang dalam tatap yang diam.

Tangan mungil Onad meraih pipi Olesya yang ternyata sudah basah oleh air matanya sendiri. Bibir bayi kecil itu mencebik siap turut serta menangis, tangan mungilnya memainkan air mata yang terus berjejalan keluar tanpa Olesya bisa menghentikannya.

"Kakak jangan nangis, nanti aku juga jadi ikut nangis," kata Olan yang ternyata matanya juga sudah memerah. Sudut-sudut matanya berair. Bocah itu tampak berusaha keras berperang agar tidak kalah dan berakhir menangis seperti kakak perempuannya.

"Kakak jangan tangisin mereka." Olan memandang miris pintu kamar orang tuanya. Meskipun usianya baru menginjak delapan tahun, ia mengerti akan pertengkaran-pertengkaran yang orang tuanya lakukan hampir setiap hari. Keluarga yang lengkap, namun tidak utuh. "Percuma—"

Separas Karang LautDove le storie prendono vita. Scoprilo ora