10. In Case You Didn't Know

760 118 17
                                    

CHAPTER 10 - In Case You Didn't Know


Aku memang sudah menduga acara malam ini akan ramai mengingat ini acara yang terbuka untuk umum, gratis dan diselenggarakan di atrium mall. Tapi aku tidak menyangka akan sepadat ini. Orang-orang berkerumun bukan cuma di lantai dasar tempat atrium berada, tapi di lantai-lantai atas, dari kaca pembatas yang memungkinkan mereka bisa melihat pemandangan di lantai bawah. Saking ramainya, aku takut gedung mall ini akan rubuh.

Lando masih di backstage, sedang bersiap-siap. Aku sebisa mungkin membantu cowok itu. Dia tadi minta buatkan air lemon hangat. Hal dadakan yang tidak sempat kupersiapkan dari hotel tadi. Alhasil, aku harus mencari lemon di foodmart. Untung saja ada salah satu kru  acara yang membantuku untuk menyediakan air panas.

Lando sedang memasang in ear monitor dibantu oleh staff lain. Aku belum melihatnya manggung secara langsung, tapi mendapati dirinya kini dikelilingi orang-orang mau memastikan dia naik ke panggung dalam keadaan siap dan sempurna, dia betul-betul tampak seperti seorang selebriti.

Sebenarnya sejak SMA aku tahu Lando akan jadi orang yang berhasil di bidang musik. Aku bisa membayangkan sosoknya jadi penyanyi sungguhan. Dia aktif di band sekolah, penampilan-penampilannya ketika ada acara sekolah juga tidak pernah mengecewakan. Aku hanya tidak menyangka sukses yang dia raih akan sebesar ini.

Basis penggemar Lando tidak main-main. Seperti yang kulihat tadi, penggemarnya bukan hanya remaja tanggung seperti Gisya. Tapi juga perempuan dewasa seperti Audy. Bahkan ada juga ibu-ibu, laki-laki yang tampak maskulin, sampai anak kecil sekalipun.

Mungkin hal itu terjadi karena dia bukan cuma modal tampang doang. Meski tampang memang modal penting di industrinya ini, tapi lebih dari itu, Lando punya bakat. Suaranya merdu dan dia bisa membuat lagunya sendiri. Lagu-lagu yang selalu trending di berbagai kalangan.

Sebelum Lando naik ke panggung, mata kami bertemu. Tak ada yang ingin kusampaikan dan aku juga tidak mungkin tiba-tiba mengepalkan tangan ke udara dan memberikannya semangat. Aku cuma balas menatapnya dengan bibir terlipat. Lando juga tidak mengatakan apapun dan melanjutkan langkahnya menuju panggung.

Suara teriakan langsung terdengar. Kuyakin Lando sekarang sudah naik panggung dan menyapa penggemar.

Aku memilih tetap di backstage, beristirahat sejenak karena Lando tidak mungkin membutuhkanku ketika dia tampil di panggung. Baru saja aku ingin mengeluarkan ponselku, Mbak Anggun datang dan menyerahkan selembar kertas untukku.

"Cit, ini riders atau list request Lando ke pihak acara selama manggung. Semuanya udah kucek dan aman kecuali Late Harvest. Kalau acara selesai nanti mereka nanti kasih kamu wine-nya, kamu terima aja dan antar ke kamar Lando. Kayaknya Lando dan beberapa anak band bakal balik hotel duluan biar aman. Kita juga mungkin di mobil beda karena aku dan Satya harus membereskan beberapa hal."

"Oh, oke Mbak," balasku sambil membaca isi kertas di tanganku.

"Ini kamu simpan aja. Setiap manggung request Lando paling cuma ini. Next time aku mungkin bakal minta tolong kamu untuk double check lagi apakah semua listnya dikasih sama mereka atau enggak."

"Siap, Mbak."

"By the way, Kalau kamu mau ikut nonton Lando bisa kok. Jangan di backstage aja, nanti bosen. Di luar walau ramai tapi aman. Gabung aja sama kru, mereka deket panggung, kerja sambil have fun," ucap Mbak Anggun dengan senyum manisnya.

Aku terkekeh singkat dan mengangguk. Mbak Anggun berjalan mendahuluiku melakukan tugasnya yang entah apa.

Suara di luar makin terdengar ramai. Teriakan dan jeritan antusias terdengar jelas. Lando mulai menyanyikan lagu Lepaskan Saja, lagu upbeat yang membuat penonton mau tidak mau pasti ikut bernyanyi dengan segenap hati. Itu lagu move on yang dikemas dengan ceria dan agak marah-marah, jadi enak kalau dinyanyikan sambil berteriak. Aku bisa membayangkan betapa hebohnya situasi di luar sana. Aku tidak terlalu suka keributan.

How to Break a HeartbreakerWhere stories live. Discover now