06. His Personal Assistant?

637 136 7
                                    

Setelah diberi obat, Lando kembali tertidur di kamarnya. Aku langsung memberi laporan ke Mbak Anggun setelah semuanya aman terkendali. Ternyata Lando sering terserang alergi dan biasanya keadaannya akan pulih setelah ia diberi obat dan istirahat sejenak. Sejauh ini, demam Lando juga sudah menurun. Tidak ada tanda-tanda dia harus segera dilarikan ke rumah sakit. Mbak Anggun yang bilang akan menyusul setengah jam lagi rupanya tak kunjung datang. Katanya dia ada kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Bukan hanya mengatakan akan segera datang jika urusannya beres, Mbak Anggun dengan enteng memintaku untuk tetap disini sampai Lando terbangun dan kondisinya benar-benar pulih.

Kini sudah hampir dua jam berlalu, tidak ada tanda-tanda Lando tersadar atau langkah kaki Mbak Anggun memasuki unit apartemen mewah ini. Dalam kesendirian, aku jadi mempertanyakan keberadaanku disini. Beberapa saat yang lalu aku ngotot tidak mau berurusan sama Lando, tapi saat ini aku justru berakhir di apartemennya, merawat cowok itu, memastikan dia baik-baik saja. Sekilas, aku benar-benar seperti asistennya. Hebat sekali, aku bahkan belum setuju untuk mengambil posisi itu.

Sepertinya memang aku harus menunggu Mbak Anggun, ada banyak hal yang harus kusampaikan padanya secara langsung.

Jarum jam terus bergerak. Semakin lama disini perutku mulai meronta minta diisi. Pagi tadi aku cuma sempat sarapan bubur ayam. Wajar jika sekarang aku sudah lapar lagi.

"Gue minta makan boleh nggak, sih?' Aku bergumam pada foto Lando yang sebesar lukisan Raden Saleh di hadapanku. Sayangnya wajah ganteng itu tidak akan mendengar dan mengerti penderitaanku sekarang.

Daripada aku mati kelaparan, aku bangkit berjalan ke pantry dan membuka kulkasnya, sepertinya ini bukan area pribadi yang terlarang karena kali terakhir aku melihat Mbak Anggun bisa bebas berkelana disini.

Ada berbotol-botol Evian, beberapa jenis minuman bersoda, beer, liquor dan minuman isotonik. Sepertinya cuma air mineral yang normal kuminum saat ini. Ada dua potong besar New York cheesecake juga disana, tapi aku tak yakin apakah aku diperbolehkan memakannya. Bukannya apa, kalau kue itu dari penggemarnya, pacarnya, atau punya nilai sentimentilnya, Lando bisa ngamuk kalau aku menyentuhnya. Berusaha move on dari cheesecake terlarang tersebut, untungnya di atas meja pantry ada setoples kacang mete. Walaupun tidak mengenyangkan, tapi lumayan untuk membuat mulutku "sibuk".

Selagi menunggu tanda-tanda kehidupan dari Lando atau kedatangan personal manager-nya, aku memutuskan untuk bersantai di sofa ruang tamu sambil memainkan ponsel. Sekarang pukul dua belas siang, harusnya Rex sedang break. Akhir-akhir ini kami jarang berkomunikasi. Rex selalu sibuk dengan pekerjaannya.

Iseng, aku mengirimi pesan ke Rex. Biasanya dia slow respons di jam kerja. Jika aku kirim chat pagi, dia akan balas sore, atau bahkan di malam hari. Entah pekerjaan macam apa yang membuatnya tak punya waktu untuk sekadar membalas pesan.

Citra : hei, udah makan siang?

Seperti biasa pesanku terkirim tanpa ada notifikasi telah terbaca oleh orang di seberang sana.

Sungguh, aku kangen Rex. Sejak dia kerja aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Saling bertukar kabar melalui pesan atau telepon tidaklah pernah cukup. Tapi aku bisa apa? Kalau aku merengek kangen ke dia, Rex pasti akan kesulitan membagi waktunya. Dia sedang berjuang keras untuk menyelamatkan masa depannya. Aku takut kehadiranku hanya akan menjadi distraksi.

Saat mengalihkan perhatian dari layar ponsel, lagi-lagi hal yang pertama kulihat adalah foto Lando yang memenuhi hampir setengah dinding. Bahkan wajah tampan Lando tidak bisa menolongku di saat-saat krisis begini. Aku bosan, lapar, pengen pulang.

Aku tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan Lando untuk beristirahat, tapi ini sudah dua jam. Sebaiknya aku mengecek kondisinya untuk memastikan obatnya benar-benar sudah berefek. Mbak Anggun pasti akan memarahiku jika kondisi Lando tidak juga membaik dan aku malah bersantai disini bukannya berinisiatif membawanya ke rumah sakit.

How to Break a HeartbreakerWhere stories live. Discover now