9. Cekcok Prik Para Orang Tua

22 3 0
                                    

Sampai dirumah Sabina. Gadis itu digendong masuk oleh Azhar mendudukkannya di sofa ruang tamu.

"Ay." Panggil Azhar. Cowok itu baru saja kembali setelah menghubungi ayah Sabina, memberitahukan kondisi gadis itu yang tidak bisa melakukan apapun tanpa bantuan orang lain, tidak mungkin juga jika ia yang menjaga Sabina disini.

Sabina menoleh menatap Azhar. "Aku udah kasih tau ayah kamu katanya nanti malam beliau kesini sama ibu kamu." Ucap Azhar menjelaskan.

"Iya." Jawab Sabina singkat.  "Azhar mau balik sekarang?" Lanjut Sabina bertanya.

"Enggak aku jagain kamu disini sampai ayah kamu datang."

Sabina mengangguk-angguk. "Makasih udah jagain Bina." Ucap gadis itu.

"Bina kan pacar Azhar udah jadi tugas Azhar buat jagain Bina." Mereka saling menatap menyelami perasaan satu sama lain.

"Azhar kalau mau ganti baju kekamar aku aja, kalau mau minum ambil sendiri di belakang, tapi kalau laper maaf ya aku ga bisa masak juga gada makanan tapi kalau camilan banyak di kamar aku." Ucap Sabina beruntun.

"Iya. Kamu ga laper ay?" Tanya Azhar.

"Enggak." Jawab Sabina singkat. "Azhar laper?" Sabina balik bertanya.

"Iyah, aku pesen nasi padang digofood aja deh kamu mau juga?"  Sabina menggeleng.

"Beneran ga mau pesen?" Sabina menggeleng yakin. Azhar tetap memesan 2 porsi nasi padang karna ia sudah paham gadisnya jika ditanya tidak mau tetapi, jika melihat dirinya makan pasti gadis itu merengek meminta juga.

Sembari menunggu makanan yang mereka pesan tiba Azhar memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Sabina? Gadis itu akan membersihkan diri setelah ibu tirinya tiba.

Selesai makan yang dipenuhi cekcok antara dua remaja itu kini mereka bersantai menikmati acara di televisi. Sabina duduk dengan kaki kirinya yang diluruskan ke meja sedangkan kaki kanannya yang baik-baik saja dijadikan sebagai bantal oleh Azhar.

"Bentar ay." Azhar mengarahkan kamera ponselnya ke kaki Sabina yang diperban.

Ckrek

"Azhar ngapain?" Tanya Sabina bingung.

"Buat laporan sama mama ay." Jawab Azhar. Orang tua mereka memang sudah saling mengenal dan merestui hubungan keduanya.

"Ohhh." Sabina beroh ria.

Sepuluh menit kemudian terdengar suara pintu yang diketuk. Kedua remaja itu menoleh ke arah pintu yang memang tidak ditutup.

Sabina berbinar melihat orang tuanya yang datang. "Ayah!"

"Assalamualaikum--"

"Sayang! Ncim kenapa nak yaAllah kenapa bisa seperti ini kamu jatuh dimana nak? Sekarang keadaannya gimana?" Belum selesai Pras--(ayah Sabina) mengucapkan salam, Lalita--(ibu tirinya) sudah menyerobot masuk melontarkan serentetan kalimat kepada Sabina.

Lalita menyentuh rahang Sabina dengan kedua tangannya, menolehkan ke kanan dan ke kiri memeriksa apakah ada yang lecet dari putri sambungnya itu.

"Yang sakit kaki Ncim ibu." Ucap Sabina jengah pasalnya yang diperiksa ibu tirinya itu wajah dan badannya tidak dengan kakinya.

"Oh iya maaf ibu ga tau." Lalita beralih memeriksa kaki Sabina ia berteriak histeris. "YaAllah Ncim kaki kamu kenapa bisa jadi gini?"  Ncim adalah nama panggilan Sabina, hanya keluarganya saja yang memanggilnya seperti itu.

"Ibu-ibu tenang Ncim ga kenapa-napa kok cuma terkilir aja." Sabina menenangkan. Ibunya itu heboh sekali.

"Terkilir parah ini harus dibawa kerumah sakit. Ayah ayo kita ke rumah sakit sekarang!"

"Ibu yang tenang jangan panik dulu oke, tarik napass buang tarik napasss tahan jangan dihembuskan." Intruksi sang ayah.

Lalita mengikuti intruksi suaminya, beberapa saat keadaan hening.

"Ayah itu ibu ga bisa napas." Sabina menjerit.

"Oh iya, hembuskan sayang napasnya jangan ditahan." Ucap Pras. Sebuah tamparan mendarat di bahu pria paruh baya itu.

"Kamu ini mau aku meninggoy hah?!" Ucap Lalita marah.

Pras nyengir kuda. "Ya kamu mau aja dibodoh-bodohi." Lalita semakin melotot kearah suaminya.

Azhar dan Sabina menahan tawa melihat ayahnya yang diomeli, bak anak ayam sehabis kecebur got yang dimarahi oleh induknya.

"Tau ah mas jangan deket-deket aku lagi." Ucap Lalita masih merajuk.

"Ayolah sayang marah mulu, malu diliat calon mantu tuh." Ujar Pras bersikeras.

"Bodo amat!"

"Maaf ya nak Azhar maklum kelakuan kami memang seperti ini tidak pernah akur." Ucap Pras menatap Azhar.

Azhar tersenyum. "Gapapa om."

"Ncim kita kerumah sakit yuk." Ajak ayahnya.

"Sekarang yah?" Pras mengangguk. "Yaudah aku mau bersih-bersih dulu." Ucap Sabina.

"Eum kalau begitu om tante saya pamit pulang, saya minta maaf ga bisa ikut nganterin Sabina kerumah sakit." Ujar Azhar.

"Iya gapapa nggak perlu minta maaf seharusnya saya berterima kasih kepada kamu karna sudah menjaga anak saya." Ujar Pras.

"Sudah menjadi tanggung jawab saya om, melindungi dan menjaga Sabina."

"Kalau begitu saya izin pamit." Lanjut Azhar sembari menyalimi tangan Pras dan Lalita.

"Hati-hati ya nak." Ucap Lalita ditanggapi senyuman oleh cowok itu.

Azhar mengelus puncak kepala Sabina sebelum pergi. "Pulang dulu ya." Sabina mengangguk, walau sebenarnya ia berat hati.

"Hati-hati jangan ngebut." Sabina berpesan. Azhar tersenyum ingin mencium gadis itu tapi ingat ada ayah dan ibunya.

"Pamit dulu om, tante assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."







My Baby AzzWhere stories live. Discover now