20. Nurut Ayang

12 2 0
                                    

Hal yang menjadi kelemahan ku adalah dibentak dengan suara yang tinggi, dan ketakutan ku berasal dari orang tua ku sendiri.

(36r1n)


Kelima cowok nakal itu masih berada di tempatnya. Mereka sibuk dengan ponsel masing-masing.

"C*k asu!" Umpat Rasya yang kalah dalam permainan.

"Kalo kata Sabina harus ngucap Astaghfirullah hal'adzim." Ucap Azhar meledek Rasya.

"Tai lah." Rasya melempar ponselnya. Suasana kembali hening karna tidak ada yang memulai pembicaraan.
Tak lama terdengar helaan napas yang berasal dari Alex.

"Nape lo, berat amat keknya." Tukas Wendi. Dia melirik ponsel Alex yang masih menyala, seketika dia menahan tawa. "Napa lagi sama cewek lo?"

"Capek juga ternyata pacaran ya." Alex berkata dengan lesu.

Wendi tertawa. "Baru sadar lo hahaha." Dia tertawa terpingkal-pingkal, yang lainnya menatap cowok itu aneh padahal tidak ada yang lucu lalu apa yang Wendi tertawakan?

Wendi menghentikan tawanya. "Ada masalah apa lagi?" Tanya cowok itu.

Untuk kesekian kalinyan Alex menghela napas dalam. "Punya cewek ga bisa diatur. Diputusin gak mau, di bilangin marah-marah."

Gibran terkekeh. "Itu sih lo nya yang salah pilih cewek."

"Lagian lo sih nyari cewek amburadul, asal usulnya juga nggak jelas." Azhar menimpali.

Alex terkekeh penuh arti. "Lo tau sendiri gue pacarin dia cuma buat bahan nafsuan doang, tapi entah kenapa gue bisa jatuh hati beneran sama itu cewek."  Ucapnya tanpa rasa bersalah.

"Brengsek lo Lex." Ucap Gibran nyata adanya.

Alex tersenyum miring. "Brengsekan mana sama Mbron yang suka ngambil keperawanan cewek?"  Dia melirik Azhar.

Mendengar itu, Azhar tersulut emosi. "Ngajak baku hantam lo?!"

"Nggak perlu emosi, emang bener kan." Alex terkekeh ringan. Suasana berubah menjadi tegang.

"Gue bukan Azhar yang dulu Lex, asal lo tau!"

Alex mengangguk-anggukan kepalanya, wajahnya tetap mengejek Azhar. "Ya ya beruntung lo ketemu Sabina sekarang, Sabina yang nggak beruntung ketemu lo. Cewek sebaik dia aja masih lo sakitin disini yang brengsek itu dia!" Alex menunjuk wajah Azhar.

Azhar semakin tersulut emosi, apa yang dikatakan Alex memang benar adanya tapi tetap saja dia merasa tidak terima.

Azhar menarik kerah seragam Alex membawanya berdiri. "Berani lo sama gue hah?!"  Ketiga cowok lainnya ikut berdiri menghalang terjadinya keributan.

"Wey wey stop men. Kalian ini apa-apaan sih kayak anak kecil tau nggak!" Sentak Rasya. Dia melepaskan cengkraman tangan Azhar di seragam Alex.

"Udah Mbron jangan terlalu dimasukin hati." Ujar Gibran. Dia menjauhkan dua cowok yang sedang perang dingin itu.

Azhar menggusar rambutnya kasar, dia kembali duduk dengan amarah yang sedikit tertinggal.

Wendi hanya diam menyaksikan. "Memang paling bener itu gue, jomblo bahagia." Ucap Wendi berbangga diri.

"Halah bilang aja nggak laku lo." Rasya berceletuk.

Wendi melotot tak terima "Nguwawur nguwawur gini loh gess gue itu aslinya banyak yang deketin cuma gue sadar diri aja kalau gue itu terlalu burikking gembelking jelekking untuk mereka yang terlalu astaghfirullah." Ucap Wendi merendah untuk meroket. Hadeuhh

"Itu sih memang kenyataannya ya bro." Rasya menepuk bahu Wendi pelan merasa prihatin.

Wendi bernapas lemah, iya sih memang itu kenyataannya. Tapi dia nggak terlalu jelek-jelek amat deh kayaknya, Wendi bermonolog dalam hati sembari berkaca di layar ponsel.
Keadaan kembali mencair tidak tegang seperti tadi.

Ting

Sebuah notifikasi masuk dari ponsel Azhar. Cowok yang sedang menghembuskan asap rokok itu memeriksa ponselnya.

Satu pesan masuk dari nomor yang ia sematkan paling atas.

Binaa♡

Azhar dimana?
12.10

Di rooftop sama anak2
12.11

Bolos ya😠 tadi aku liat di kls Azhar ada gurunya
12.12

Hehe maap Naa
12.12

-_-
12.13

Azhar nggak solat kah? Balik nggak!!
12.13

Iya ayangg
12.14

Azhar memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dengan senyum-senyum sendiri. Gibran yang tak sengaja melihat itu bergidik ngeri. Dasar bucin akut!

"Turun yok dah masuk waktu dzuhur." Azhar mengajak.

"Hedeh insaf beneran lo?" Tanya Rasya meledek.

"Panggilan ayang tuh." Wendi ikut meledek.

"Gue dari dulu alim ya gak kayak kalian syaiton." Balas Azhar.

Wendi beserta Rasya menye-menye, meledek Azhar.

"Dahlah gue cabut duluan." Ucap Azhar kemudian.

"Ikut lah kita bro." Mereka berlima pun turun.

Selesai melaksanakan sholat dzukur berjamaah para guru memulangkan semua murid, karna ada acara rapat.

Semua murid sibuk berberes barang bersiap untuk pulang kecuali satu murid cewek yang masih glutang glutung di lantai.
Di lantai depan papan tulis Sabina tidur tengkurap. Jiwa magernya saat ini muncul, ia tidak ada tenaga untuk bergerak sedikit saja.

"Woy Na, lo nggak pulang?" Teriak Nova dari belakang, dia sibuk berberes barang di bangkunya.

Sabina tak menjawab, dia hanya menunjukkan jari telunjuknya sebagai intruksi agar temannya itu diam.

"Biasa Nana kalau udah mager mah gitu." Widia berceletuk.

Beberapa saat kemudian, Azhar mendatangi kelas 11 IPA-3. Dia menghembuskan napas lelah melihat kekasihnya yang tepar. "Bangun!" Ucapnya tegas.

Sabina mendongak. Dapat dilihat wajah lesu Sabina. "Ni anak dah dibilangin ga boleh tidur kayak gini, bangun nggak!"

"Magerrrr." Sabina merengek. Azhar menghela napas pasrah. Dia meninggalkan gadis itu beralih menghampiri bangkunya. Dia membereskan alat tulis memasukkannya ke dalam ransel pacarnya. Selesai dia kembali menghampiri Sabina seraya membawakan tasnya.

"Ayo pulang Naaa."

Sabina masih diam. Azhar meletakkan tas gadis itu sementara dilantai. Kedua tangannya berada di ketiak gadis itu, berancang-ancang mengangkatnya. Sabina yang merasakan geli segera berdiri, untung saja Azhar dengan gesit menghindar kalau tidak mereka sudah bertubrukan.

Sabina menggembungkan pipinya menahan kesal. Azhar terkekeh menahan gemas. Cowok itu menyelipkan rambut Sabina kebelakang telinganya. "Pulang." Ujarnya kesekian kali.

Sabina meraih tasnya yang berada di lantai. "Aku bawa motor sendiri." Ucapnya.

"Kamu bawa motor?" Azhar bertanya ulang. Sabina mantuk-mantuk.

"Yaudah ayo aku ikutin di belakang kamu." Ucap Azhar kemudian.

"Tapi aku nganterin Kiwid dulu, ya Wid?." Sabina berteriak ke arah Widia berada.

"Ha apa?" Sahut Widia.

"Jadi nebeng gue nggak?"

"Iya jadi." Widia menghampiri mereka berdua.

"Ayo!" Mereka bertiga pun keluar tidak lupa menutup pintu kelas karna hanya mereka yang tersisa.

Sabina pulang membawa motornya dikawal kekasihnya dari belakang.













My Baby AzzWhere stories live. Discover now