7. Emosi yang Disembunyikan

28 4 0
                                    

"Azhar balikin hp gue!" Teriak Rea. Ia berusaha meraih ponselnya yang dijauhkan oleh Azhar.

"Hahaha dasar pendek." Azhar semakin menjauhkan ponsel milik Rea.

Rea mengejar Azhar yang berlari keluar kelas dengan membawa ponselnya. Tiba diluar kelas mata lelaki itu tak sengaja bertubrukan dengan bola mata coklat terang milik Sabina.

Diseberang sana Azhar melihat pacarnya melambaikan tangan padanya dengan senyum membentuk bulan sabit hingga matanya menyipit. Ia tidak sadar jika ponsel ditangannya sudah diambil oleh pemiliknya.

"Mau kemana?" Tanya Azhar setengah berteriak.

"Ke kantin nyari rumput." Balas Sabina berteriak. Memang dasarnya suaranya yang keras tidak ada kalem-kalemnya.

Azhar terkekeh mendengar jawaban pacarnya. Ntah mengapa ia merasa sedikit aneh dengan sorot mata gadis itu.

"Azhar!" Sabina berteriak membuyarkan lamunan Azhar. "Aku ke kantin duluan ya." Lanjutnya berteriak.

Tanpa melihat respon Azhar, Nabila sudah lebih dulu menarik tangannya. Ia paham jika sebenarnya temannya itu tengah menahan rasa sakit dihatinya. Daripada terus-menerus ditahan lebih baik ia mengajak temannya itu untuk pergi.

Azhar menatap kepergian dua gadis itu dengan perasaan ganjal tapi ia tidak mengerti apa penyebabnya.

"Apasih Bil gue belum selesai bicara sama Azhar." Sabina menghempaskan tangannya membuat cekalan Nabila terlepas.

Nabila berbalik badan menatap Sabina. "Gue tahu lo lagi nahan sakit hati makanya gue bawa pergi."

Sabina terdiam, menunduk menatap tali sepatunya yang terlepas. "Gue mau ke toliet, lo duluan aja." Sabina berlalu pergi.

"Na! Sabina!" Sabina berlari tak memperdulikan Nabila yang meneriakinya.

Bruk

Sabina menutup keras pintu toilet untung keadaan toilet sedang sepi jadi ia lebih leluasa meluapkan emosinya disana.

Sabina menuju wastafel disana, menatap dirinya lewat cermin didepannya. Ia memukuli dadanya yang terasa sesak.
Sabina jatuh terduduk dilantai toilet. Melihat Azhar dengan Rea tadi membuat emosinya meluap-luap.

"Arghhh." Sabina berteriak kesakitan. Ia meremas dadanya, memukuli kepalanya sendiri. Setiap kali emosi datang, ia selalu memukuli kepalanya. Menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang sudah terjadi.

"Bodoh lo bodoh Na!" Sabina memaki dirinya sendiri. Deru nafasnya tak stabil, sesak sekali.
Beberapa saat ia mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Setelah merasa stabil ia berdiri, membasuh wajahnya dengan air. Merapikan kembali penampilannya yang sedikit berantakan.

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit lalu, ia bergegas kembali menghampiri teman-temannya.

Keluarnya dari toliet, Sabina terkejut melihat Azhar yang berdiri diluar toilet perempuan.

"Azhar ish ngapain? Ngagetin tau nggak!"

"Nungguin kamu ay. Kata Nabila kamu ke toilet yaudah aku samperin." Ucap Azhar. Sabina terdiam.

Azhar melihat Sabina yang berbeda dari biasanya. "Kamu kenapa ay?" Ia mengelus pipi Sabina lembut.

Sabina menggeleng. "Gapapa, ayo ke kantin aku udah laper bangett." Sabina menarik lengan Azhar membawanya pergi.

"Hallo guysss." Sabina menyapa kelima temannya yang sedang makan ditemani 2 pacar Nabila dan Hera.

Nabila bersama Zaki pacarnya yang kelas 12,
Hera bersama Haris yang juga teman Azhar,
Fera tidak ada karna pacarnya beda sekolah,
Widia dan Nova yang memang jomblo.

Sabina mengambil tempat duduk untuknya dan Azhar.

"Darimana lo?" Fera mengajukan pertanyaan pada Sabina.

"Dari toilet." Jawab Sabina singkat.

"Ngapain?" Kini Nova bertanya.

"Nyari harta karun dalam WC." Jawab Sabina sedikit ngegas.

"Oh." Balas Nova. Tak ada lagi pembicaraan mereka sibuk dengan ayang masing-masing. Kecuali Nova, tentu saja.

Sabina melirik Widia yang berada di sebelahnya. Gadis itu tak mengeluarkan suara sedari tadi, asik melamun dengan tangan yang hanya mengaduk-aduk makanan.

Sabina menyikut pelan Widia. "Kenapa lo, Ngelamun terus kesambet tahu rasa." Ucap Sabina sesekali menerima suapan batagor dari pacarnya.

Widia hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Wid cerita sama gue ada apa, kemarin lo engga dimarahin Haykal kan?" Tanya Sabina.

Widia menatap tepat di manik mata Sabina. "Gapapa Na, cuma eksekusi dikit aja hehe."  Jawab Widia.

"Eksekusi gimana maksud lo?" Sabina bertanya tidak paham.

"Gapapa aman." Ucap Widia menenangkan.

Sabina menahan bahu Widia. "Engga maksud lo gimana Wid jelasin ke gue!" Widia menggeleng lemah, bibirnya tersenyum. Tetapi Sabina mengerti dibalik senyuman itu ada sebuah luka yang ditutupi.

Ingin bertanya lagi tetapi pacarnya itu mengomel karna ia sibuk berbicara sendiri.

🐖🐖🐃🐃


Didalam kelas, guru bahasa inggris sedang menjelaskan materi didepan namun Sabina sama sekali tak mendengar kan guru tersebut. Dia sibuk memperhatikan Widia yang melamun, ia yakin ada sesuatu yang terjadi dengan gadis itu.

"Sabina Axiamora!" Teriak guru laki-laki itu memanggil Sabina namun Sabina sibuk dengan pikirannya.

"SABINA AXIAMORA!" Panggil guru itu sekali lagi.

"....."  Sabina tetap tidak mendengar hingga sebuah spidol melayang menggores bahunya.

Sabina yang tidak terima berdiri, ia marah tanpa tahu siapa yang melempar spidol itu. "Siapa yang lempar spidol ke baju gue hah?!"

"Saya yang melempar." Jawab guru laki-laki bernama Nor itu. Sabina terdiam menatap guru itu yang bersidekap dada.

"Kamu mikirin apa dari tadi sampai saya panggil dua kali tidak dengar hah?" Guru itu bertanya.

"Saya... emm mikirin kucing saya yang lagi hamil dirumah pak. Kasian dia sendirian." Jawab Sabina ngasal padahal ia tidak mempunyai kucing dirumah.

"Kalau begitu ngapain kamu disini, harusnya tadi ga usah berangkat sekolah urus saja kucing kamu itu." Ujar pak Nor.

"Ya saya---" belum selesai dia bicara guru itu menyela.

"Tidak usah banyak alasan, keluar kamu dari kelas saya! Saya tidak suka murid yang tidak memperhatikan guru seperti kamu." Guru itu marah.

Bukannya merasa takut Sabina justru bahagia. "Baik pak saya akan keluar." Ia berjalan keluar kelas. Ia menunduk hormat sebelum benar-benar pergi.

"Gue juga ga suka sama lo kali dasar bapak Genjie." Sabina menggerutu pelan. Genjie adalah nama panggilan untuk guru itu yang diberikan oleh anak-anak alumni dulu.
















Hargai penulis dengan meninggalkan jejak. Jangan lupa tekan bintang 👐

My Baby AzzWhere stories live. Discover now