O4 | can we go back?

Start from the beginning
                                    

Membaca balasan pedas pria itu, Rena praktis menggigit bibir, malu pada dirinya sendiri. Dia mencuri-curi pandang pada Sigit yang tampak tenang-tenang saja. Malah kembali fokus bermain game sebab suara tembakan terdengar telinganya.

“Sigit.” Puji Tuhan akhirnya ia bisa memanggil cowok itu secara langsung. Namun yang dipanggil membalasnya dengan dehaman singkat, terkesan ogah-ogahan. Rena menelan saliva sebelum melanjutkan. “Gue baru sadar kalau gue salah, jadi gue... mau minta maaf.”

“Ya.”

Rena menoleh cepat. “Lo udah maafin gue? Jadi kita bisa kayak dulu lagi, kan?”

“Kalau itu, gue pikir-pikir dulu.”

Senyum di bibirnya batal turun, kesal sebab ia sudah membuang rasa malunya untuk mengajak cowok itu bicara lebih dulu. “Dahlah, terserah lo aja maunya gimana. Gue udah coba, ya, ngajak lo bicara duluan, nurunin ego buat minta maaf padahal gue gak tau salah gue apa. Tapi kalau lo maunya gini terus... yaudah, gue bisa apa selain menerima. Maaf kalau selama kita temenan, lo banyak risi sama sikap bar-bar gue.”

Kakinya langsung melangkah meninggalkan kelas tanpa memberikan Sigit kesempatan untuk membalas. Terserah. Dia sudah menyerah sekarang. Enggan lagi mencoba memperbaiki hubungannya yang mungkin telah rusak parah. Tidak peduli bagaimana ia akan menghadapi Sigit selama sisa masa sekolahnya nanti.

“Mentang-mentang abis ulangan, sensinya gak ketulungan.” Tahu-tahu Sigit berjalan di sampingnya. Rena melengos malas, langsung membuat jarak saat berjalan berdampingan.

Namun kemampuan membaca situasi Sigit jauh lebih cepat darinya. Belum ada setengah menit berjalan begitu, tangan besar lelaki itu cepat meraih pergelangan tangan kiri Rena, membuat gadis itu menempel di sisinya.

“Gue minta maaf.”

Rena bungkam.

“Renatta Ayumi Laurenza.”

Benteng kecewa yang ia bangun mulai retak saat laki-laki itu memanggil nama lengkapnya. Rena menggigit bibir, tapi kemudian melotot saat Sigit tiba-tiba merangkulnya.

“Heh kita mau ke mana?”

“Kantinlah, ke mana lagi?”

“Dih, perasaan gue belum ngomong setuju.”

“Lo udah minta maaf, gue juga udah minta maaf. Ya udah, semuanya clear.”

“…”

“Atau lo gak mau balikan sama gue?”

“Ba-i-kan, huruf l-nya hapus.”

“Terserah gue.”

“Gue—”

“Bagus. Sekarang langkah pertama kita makan di kantin.”

“Gue belum selesai ngomong?!”

“Gak usah, karena gue tau apa yang mau lo omongin,” katanya dengan percaya diri. “Dan lagi, gue yang mau dan gue maksa, lo gak bisa bilang enggak.”

Mungkin kini Rena memasang ekspresi jijik, tapi ada tarikan senyum samar di bibirnya. Dia pun tak menolak saat Sigit tetap mempertahankan rangkulannya ketika mereka memasuki kantin.

Meski sedikit dibumbui drama, hari ini hubungan mereka resmi kembali seperti semula.

•••

Rapat untuk Pensi lebih sering daripada acara kemarin. Sepertinya jika diingat-ingat, sebelum dan sesudah persiapan, Raja selalu mengadakan rapat. Rapat, rapat, rapat. Lucunya, di sekolah Rena lebih sering berada di ruang OSIS ketimbang di kelasnya sendiri. Kelas hanya ia isi saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, selebihnya ia akan di ruang OSIS, entah itu bersama anggota yang lain, atau Sigit yang kadang-kadang datang untuk menculiknya pergi ke kantin.

Glacier | Renjun ✓Where stories live. Discover now