O2 | sensitive topic

Start from the beginning
                                    

“Nyokap?”

“…, mamaku meninggal waktu aku lahir.”

Detik itu juga, tubuh Raja menegang. “Ren, maaf…”

Namun Rena hanya mengulas senyum tipis. Seolah luka itu sudah biasa ia terima. Beberapa saat, mereka kompak membuat hening yang menguasai tempat. Sampai akhirnya Raja berdeham dan itu praktis mengusir sepi.

“Gue balik deh, takut bikin rumor yang gak bagus sama tetangga.” Laki-laki itu beranjak, menyesap airnya sebelum berkata, “Eh lo gak papa kan, gue tinggal sendiri?”

“Aku udah terbiasa kok, tenang aja.”

Raja merutuk betapa ia sangat bodoh malam ini. “Thanks makanannya, kuenya enak.”

“Buatan ayahku itu.”

“Oh? Bilangin makasih kalau gitu.”

Rena mengangguk sekali, kemudian beranjak untuk mengantar Raja sampai halaman.

“Gue pamit dulu, sorry karena ngungkit mendiang nyokap lo tadi.”

“Nggak papa, udah biasa juga.”

“Sampai jumpa di sekolah besok, Ren.”

Mungkin tadi, Rena bisa membalasnya dengan gestur santai, tapi untuk kalimat ini, dia bingung harus menjawab apa selain mengangguk dengan wajah memanas. Bodohnya, dia malah refleks melambaikan tangan saat Raja membunyikan klakson sebanyak dua kali.

Ia membalikkan badan seraya menjitak kepala sendiri, lalu saat kakinya sudah akan melangkah, terdengar suara deru motor yang mendekat. Rena berbalik lagi, tersenyum lebar menyambut kepulangan ayah.

“Ayah!”

Berbeda dengan Rena yang tampak bahagia, Reno malah mengerutkan dahi. “Kamu ngapain di luar?”

“Nganterin temen yang nganterin aku pulang tadi. Dia baru aja pergi.”

Mata keriputnya langsung menyipit curiga. “Kamu baru pulang sekolah? Jam segini?”

“Rapat OSIS, Ayah. Aku gak nakal, kok,” tuturnya, seraya mengambil alih tas kerja sang ayah. “Sebenernya udah dari jam setengah enam sore tadi selesainya, tapi aku nunggu angkot dulu sampe sekitar jam setengah tujuh, eh malah gak ada yang lewat. Untungnya aku ketemu kakak kelas, yang nganterin pulang barusan.”

“Cowok?”

Kepalanya mengangguk dua kali. “Iya.”

“Oh.”

“Ayah jangan ngambek dong. Masih Ayah kok, satu-satunya pacar aku.”

Reno spontan menyentil dahi sang putri. “Ngaco kamu!”

“SAKIT, AYAHHH! JAHAT BANGET KENAPA DAHI AKU DISENTIL?”

•••

Acaranya besok, jadi sore ini para calon bakal OSIS sibuk mempersiapkan lokasi acara. Dari menghias panggung, sampai menyiapkan backstage, semua mereka yang turun tangan. Awalnya cukup sulit karena ini pengalaman pertama dan para senior hanya menjelaskan seadanya. Namun Raja mampu menangani semua masalah yang muncul dengan otaknya. Hingga pukul 5 sore, persiapan sudah hampir rampung. Sudah 90%, hanya tinggal soundcheck untuk penampilan anak-anak besok.

“Di mana Kenzo?”

Rena yang saat itu sedang mengarahkan Haikal dan Jean untuk memasang tambahan hiasan di panggung, menoleh refleks setelah telinganya mendengar suara. Ada sorot keterkejutan yang membayangi matanya. “Hm... tadi sih pergi sama Kak Dinda ke ruang OSIS, coba cek di sana, Kak.”

Oh, thanks,” balas Raja, kemudian berlalu dari sana. Rena tersenyum tanpa sadar, matanya mengikuti arah kepergian si calon ketua OSIS, tanpa tahu bahwa dua pria di dekatnya kini sedang memperhatikan dengan sorot berbeda.

“Woy, Ren, ini udah bener belum?” Jean iseng bertanya. Rena menoleh cepat.

“I-iya, itu udah bener, Kak. Makasih!” Dia sedikit berteriak karena jarak tinggi mereka cukup jauh.

Jean dan Haikal awalnya tak berencana menjadi panitia dadakan seperti ini. Tapi saat mereka menemui Raja dan Juan begitu ekskul selesai, Raja sialan malah menyuruh mereka mengambil alih tugas Rena dan Dara.

“Kak Jean kakaknya Kak Juan, kah? Wajahnya mirip.” Rena menyuarakan kebingungannya sejak pertama bertemu Jeandra setelah cowok itu berhasil turun dari tangga.

“Iya, gue kembarannya.”

Tak urung, dua mata Rena membulat lucu. “Kembar? Wah…” Ia sudah tak secanggung tadi, nadanya kini terdengar antusias, sempat membuat Jean mengulas senyum sekilas.

“Lo kayak gak pernah liat orang kembar aja.” Tahu-tahu Haikal bergabung, tangannya mengusap keringat yang membasahi pelipis. “By the way, sorry buat semalem ya, gue gak bermaksud dingin ke elo. Kalau aja gue tau dari awal lo Rena temennya Sigit.”

“Kakak kenal Sigit?”

“Lah, Sigit kan—”

“Lo kan bisa minta adek kembar ke bokap nyokap lo, Ren.” Jean memotong, kemudian diam-diam menggeleng pada Haikal.

Dan mungkin, jawaban Jean adalah solusi tersimpel dan terbaik yang pernah ada. Benar, Rena bisa saja meminta seorang adik, tapi jika orang tuanya masih lengkap. Dia tidak bisa meminta itu jika hanya ada ayah yang bersamanya.

Melihat lelaki itu tampak biasa-biasa saja, Rena tersenyum tipis. Ia paham, sebab Jean belum tahu kondisi keluarganya.

“Nggak bisa," ucapnya tiba-tiba, kemudian terkekeh ringan. “Aku cuma tinggal berdua sama Ayah.”

“Lah, nyokap lo kemana, dah?”

“Meninggal waktu Rena lahir.”

Mereka yang berada di sana kompak menoleh ke samping, pada Raja yang baru saja menjawab pertanyaan Jean. Ketiganya tampak terkejut dengan kedatangan Raja bersama Dinda, Kenzo, dan Juan yang berada di belakangnya. Tapi Jean dan Haikal lebih terkejut lagi mendengar satu fakta yang dibeberkan cowok itu.

“Apa?!”

“Maksud lo....”

“Kalian mending gak usah bawa topik orang tua sama Rena.”

“Ehh enggak apa-apa kok, Kak—”

“Gue tau lo pasti sedih, jangan bilang gak papa terus, Ren.” Rena bungkam karena merasa ditelak dengan kalimat itu.

“Mm… lupain aja? Mending balik kerja lagi, deh. Biar cepet pulang juga.” Suara Dinda memecah keheningan di antara mereka. Kepala Rena mengangguk, sebelum akhirnya ia ikut membubarkan diri bersama Dara dan Dinda ke sudut lain lapangan. Kenzo memilih mengecek sound di belakang panggung. Lain lagi dengan Haikal dan Jean yang langsung bermain basket di tengah lapangan. Tinggal Raja dan Juan di sana.

Beberapa saat, Juan menatap temannya dalam. Raja menyadari itu, langsung bertanya dengan nada yang tidak bersahabat. “Apa?”

“Udah sejauh mana?”

“Maksud lo?”

“Gue perhatiin lo jadi lebih dekat sama Rena. Sampai rela batalin acara buat nganterin pulang.”

“Lo masih marah karena gue batal main basket waktu itu?”

“Nggak juga.”

“Soal orang tuanya, gue tau dari cerita dia waktu nganterin dia pulang.”

Juan tersenyum miring mendengar penjelasan Raja. “Pesan aja, jangan sampai bikin hubungan OSIS angkatan kita runyam.”

Raja terdiam, dalam hati ia berkilah, tapi ia tak mampu untuk menyuarakannya. Entah kenapa.

•••

—Tasikmalaya, 30 Maret 2023—

Glacier | Renjun ✓Where stories live. Discover now