Divo menurunkan sedikit injakan pedalnya, membuat mereka berjalan sedikit lebih lambat dari sebelumnya. Keraguan mulai bergejolak di dalam dirinya, apalagi lokasi yang mereka tuju seketika mengingatkan kembali nuansa kelam yang selalu melekat dibenaknya.

Semakin mendekat dengan lokasi, semakin Sena merasa gelisah. "Div, lo serius mau kesana? Lo tau kan itu dimana?"

"Gue tau," ucapnya seraya mengintip ke arah spion kanannya.

"Terus?"

Divo mengernyit bingung, "apanya yang terus?" ketusnya merasa kesal mendengar ucapan Sena yang setengah-setengah itu.

Sena mendengus kesal, bukan hanya Nata saja yang bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa, ternyata Divo juga sama. Mungkin saja mereka malahan berlagak pura-pura lupa akan hal dimasa lampau itu. Sena meniti kembali jalanan yang berada di depannya, berusaha memastikan bahwa mereka benar-benar kembali ke tempat yang seperti ada dipikirannya saat ini.

"Nepi, Div. Udah sampe," seru Nata sambil menepuk pelan pundak Divo dari belakang. 

Divo dengan perlahan memberhentikan mobilnya. Saat ia sudah menarik tuas kunci ban, sorot mata yang kini sudah beralih ke luar jendela membuatnya seakan bernolstagia. 

Di sana, tepatnya beberapa meter ke depan terdapat sebuah pondok bewarna putih dengan tanaman liar yang berada dipinggirannya. Aura mencekam seakan terasa dari kejauhan memandangi pondok itu dari samar-samar cahaya bulan yang menerangi malam.

Mereka bertiga memutuskan untuk turun dari mobil, menapakkan kaki mereka di atas  tanah yang sedikit lembab karena embun malam dari pepohonan.

Sunyi.

Hanya terdengar gesekan daun dari pohon yang dibuai oleh angin yang bertiup dari arah timur, membuat rumput bergoyang seirama dengan lantunan gemerisik yang menghanyutkan. Menambahkan sensasi mencekam yang sulit diartikan.

Nata yang sudah tidak sabar akhirnya berinisiatif untuk mendekati pondok mencurigakan itu, tapi nyatanya dua insan lainnya menghalangi langkah pastinya yang membuatnya mau tidak mau beradu argumen dengan mereka.

"Kenapa sih?" tanya Nata dengan ekspresi wajah jengkel karena dihadang oleh Divo dan Sena.

"Lo gila apa? Dengan dasar apa lo berani masuk ke sana tanpa persiapan apa-apa?" seru Sena menekan sedikit nada bicaranya agar Nata bisa mengerti situasi mereka saat ini.

Nata mendecak kesal, "gue cuma mau liat kondisi di dalam pondok."

"Tetap aja harus ada persiapan yang bener dong!" tukas Sena.

Nata mengernyitkan dahinya,"persiapana apa, Sen? Apa yang perlu dipersiapkan emangnya gue tanya sama lo," katanya sambil menatap lurus ke dalam manik mata Sena.

Sena terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab pertanyaan Nata barusan seperti apa. Mungkin rasa kalut akan takut yang menghantui benaknya yang membuatnya terus mencegah Nata untuk mendekati pondok itu, sampai ia lupa kalau mama Nata membutuhkan pertolongan.

Sebenarnya, ada apa dengan pondok putih itu? Mengapa mereka sampai terus mengurungkan niat untuk mendekatinya walau yakin bahwa Denada pasti berada di sana.

Kalau kalian ingat, mungkin kita akan kembali ke masa sebelas tahun yang lalu. Di mana terjadi pembunuhan sadis yang pernah terjadi hingga sampai disaksikan langsung oleh anak-anak polos itu dulu. Siapa lagi kalau bukan mereka, salah satunya Divo, Sena dan Nata itu sendiri.

Sampai anak keempat datang tanpa diundang dan membuat ketiga orang yang lebih dulu datang itu terkejut. Tidak menyangka akan kehadirannya yang tiba-tiba itu, padahal mereka sudah berusaha untuk merahasiakannya.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" suara nyaring itu berhasil masuk ke runggu mereka.

Divo menoleh, "loh? Kok lo bisa ada di sini?" herannya dengan gestur kebingungan dan sedikit ragu. Ada sisi rasa bersalah yang sangat kentara dari gerak-geriknya.

Orang itu memincingkan matanya, "apa? Kalian sengaja kan?!" marahnya seraya melipat tangannya ke depan dadanya.

Sena dan Nata yang memang dasarnya tidak bisa berbohong hanya diam saja. Merasa bersalah juga telah merahasiakan hal itu padanya, namun itu juga demi kebaikannya.

Seharusnya, kalian tau itu siapa...

***

Roy memandang sinis Denada yang tengah meringkuk di ujung ruangan. Tubuhnya tidak lepas dari luka lebam kebiruan hingga keunguan dengan darah segar mengalir disekitarnya. Dia bahkan tidak bisa merasakan tangannya lagi, seperti mati rasa.

Jangan tanyakan bentuk wajahnya. Perempuan hampir kepala empat itu sudah cukup sulit untuk dikenali lagi, karena wajahnya yang sudah hancur dan babak belur. Semua emosi Roy sudah disalurkan ke tubuh wanita itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Namun Roy merasa ada sedikit ketidakpuasan dalam dirinya, padahal ia sudah hampir membunuh wanita itu. Jawaban yang ditunggunya tidak kunjung diberikan oleh wanita itu, ia seperti membungkam mulutnya agar tidak mengatakan apapun.

Sangat mencurigakan.

Roy melempar kursi kayu ke sebelah Denada hingga wanita itu sedikit tersentak, "sialan! Apa kau mau bungkam sampai akhir hayatmu?!" teriaknya frustasi. Dia sudah sangat tidak bisa menahan diri lagi, Denada bukan wanita yang akan berkhianat hanya dengan nyawanya.

Denada diam saja, dia tidak menjawab Roy. Lebih tepatnya, dia tidak bisa menjawab Roy karena untuk menggerakkan bibir saja sudah tidak mampu. Sarafnya bahkan tidak menerima sinyal dari otaknya agar bergerak kabur dari sana, tenaganya sudah tidak ada lagi.

Dia hanya menunggu ajalnya saja.

Roy mendecak kesal, mengacak frustasi rambut kehitamannya dengan kasar. Dia sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa, selain mengancam akan membunuh keluarga wanita itu.

Roy mendekati Denada, "hei wanita tua! Kalau kau memang memilih untuk bungkam, aku terpaksa akan membunuh keluargamu!" ancamnya sungguh-sungguh.

Denada membulatkan matanya, "j-jangan..." lirihnya dengan nada suara yang disertai napasnya saja, itu bukan suara aslinya.

Ada rasa senang menyelimuti hati Roy, senyum sinisnya mengatakan segalanya secara detail.

"Takut juga rupanya," ejeknya dengan nada suara meremehkan.

🍂🍂🍂

Next?

Terimakasih sudah mampir, semoga hari-hari kalian menyenangkan yaa!!

Jangan lupa bahagia~

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Apr 26, 2024 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

AURORA♕[ON GOING]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora