"Lanjutan 3" Akhir Juni 2006 .... LIBURAN KENAIKAN KELAS

5 0 0
                                    

“Kamu, Nick.” Itulah perkataan yang ingin sekali kuucapkan pada waktu itu. Terasa seperti menggantung di ujung lidah. Tak ada keberanianku untuk mengucapkannya sedikitpun. Rasa takut akan reaksi negatif dari Nicky yang tidak kuharapkan jauh menutupi keberanian untuk berterus terang. Padahal mungkin saja dia akan tertawa sambil berkata : “Bercanda aja lo, serius dong jawabnya.” Atau mungkin dia akan bilang :”Gombal, memangnya aku cewe?” Atau mungkin juga dia akan bengong karena bingung. :roll:

Yang terucap dari mulutku pada waktu itu adalah :”Kok kamu penasaran amat? Memangnya kalau dah tau kamu mau apa?” tanyaku sambil tersenyum.

“Yaaa pengen tau aja, memangnya kenapa aku ga boleh tau?”

“Belum saatnya, Nick. Ya mudah-mudahan aja nanti juga kamu akan tau.”

Kembali kumainkan Romance de Amor dengan gitarku untuk mengalihkan pertanyaannya. Dia terlihat asyik mendengarkan. Begitu selesai lagu itu kumainkan, dia komentar :”Di, kenapa ada di bagian hampir akhir lagu barusan petikannya sepertinya kacau gitu. Padahal diawal begitu tenang, dan akhirnya ditutup juga dengan lembut?”

“Ya, seperti itulah perjalananan cinta, tidak selalu indah. Seperti lagu ini, ada kalanya percintaan itu dilanda masalah. Pada saat seperti itu kan perasaan kita terasa kacau sekacau nada-nada tadi. Ah, sok pintar banget aku ini.............., ga perlu dijelasin juga pastinya kamu juga pernah ngalamin, iya kan?”

Dia mengangguk dengan tatapan seperti menerawang menembus masa lalunya.

Aneh juga sebenarnya, tanpa disadari dan tanpa pernah direncanakan, ternyata aku bisa juga berdialog dengan Nicky tentang topik yang cukup sensitif bagiku ini. Padahal sebelum-sebelumnya, obrolan dengan dia hanya berkisar pada pendidikan, hobi, berita tv atau hal-hal umum saja.

Tengah malam, sekitar jam 2.00 dini hari.

Aku biasa terbangun tengah malam karena beberapa alasan. Lebih sering sih karena alasan buang air kecil. Apalagi di daerah dingin seperti Parung Bogor, bisa berkali-kali bolak-balik ke kamar mandi.

Dan malam itu aku terbangun karena kurasakan kantung kemihku penuh. Aku bangun dan langsung duduk di pinggir dipan. Lampu kamar menyala terang, karena Nicky tidak bisa tidur kalau kamarnya gelap. Sementara pikiranku masih dalam proses loading, tiba-tiba kesadaranku langsung pulih 100%, sebab pandangan mataku tertumbuk pada sebuah pemandangan indah. Nicky tidur telentang dengan kaki kiri diletakkan di atas tumpukan bantal dan kaki kanannya diposisikan seperti huruf V terbaring ke kanan. Karena posisi kakinya itulah mungkin yang menyebabkan kain sarungnya tersingkap penuh.

Yang membuatku takjub adalah penisnya yang sedang “on”. Berdiri tegak seperti menara yang dibangun di tengah rimbunnya semak belukar. Hatiku terasa kacau saat itu, karena jantungku berdetak lebih cepat. Pergulatan antara nafsu dan rasa takut kembali berkecamuk, membuat keringat dingin keluar dari dahiku, padahal hawa saat itu sangat dingin. Khawatir Nicky terbangun, maka kutolehkan wajahku menatap wajahnya yang tampan. Tidurnya terlihat nyenyak, karena terdengar suara dengkuran halus dari mulutnya yang sedikit terbuka.

Aku duduk tidak bersuara beberapa lama sambil menatap ke ranjangnya Nicky. Nafsuku dari tadi sudah membisiki, “Mumpung gratis, lihat saja terus sepuasnya. Toh, bukan aku yang membuka sarungnya.” Bisikan2 semacam itu terus menerus mendesakku, membuatku bergerak maju untuk melihat dengan jelas keindahan senjata yang sedang siap ditembakkan itu. Teksturnya begitu jelas dan tegas, membuat tangan kananku bergerak mendekatinya hendak menyentuh merasakan secara langsung keindahan itu.

Namun saat itu kurasakan juga desakan dari kantung kemihku yang tadi sempat kuabaikan. Terasa sakit di ujung penis, apalagi punyaku juga “on” gara2 pemandangan gratis tadi. Bisa dibayangkan gimana sakitnya. Jadi kubatalkan maksudku untuk menyentuh benda pusaka Nicky itu. Kulangkahkan kakiku ke kamar mandi dan buang hajat kecil. Lega rasanya setelah itu selesai.

Aku kembali dari kamar mandi dan kulihat posisi tidur Nicky masih tetap sama.

Kupandangi lagi wajah Nicky. Begitu tampan dan sempurna wajah itu, sebenarnya Nicky memiliki tipikal wajah Aceh yang serba tegas cenderung keras. Tapi karena kulitnya putih dan bibirnya kemerahan, kesan itu tersamarkan menjadi baby face. Terlihat damai dalam tidurnya. Sangat kontras dengan pemandangan dibawah yang menunjukkan keperkasaan seorang laki-laki.

Melihat Nicky secara keseluruhan dengan pergelangan kaki kiri yang membengkak membuatku hatiku luluh. Rasa sayang dan cinta kembali memenuhi relung-relung kalbuku dan terasa seperti meluap-luap. Niatku tadi yang hendak menyentuh penisnya berubah menjadi sebuah keinginan untuk memeluk tubuhnya yang sedang tergolek di ranjang itu. Ingin rasanya pelukanku itu mengalirkan rasa sayang dan cinta yang ada di hatiku ke tubuhnya, sehingga bisa menjadi energi baginya untuk merecovery luka di kakinya.

Sehingga kubatalkan niat kotor tadi, meskipun hanya sekedar menyentuh. Kucoba untuk membetulkan posisi sarungnya, namun terasa sulit sebab sebagian besar kain sarungnya tertindis oleh tubuh dan kakinya sendiri. Akhirnya kuambil selimut cadangan di lemari, kuselimuti dia perlahan-lahan agar tidak terbangun. Tersenyum aku melihatnya, karena selimut itu tampak seperti tenda dengan satu tiang.

Setelah itu aku sulit untuk tidur lagi. Aku duduk di ranjangku dengan kepala bertopang pada tangan yang diletakkan pada kedua lututku, memandang Nicky yang sedang tertidur. Merenungi hati, berfikir tentang rasa cinta yang tumbuh terus setiap detik, dan bertanya-tanya tentang jalan hidupku yang akhirnya sampai pada situasi seperti ini. Terasa galau, bimbang, sedih, campur aduk. Nafasku menjadi tidak teratur, seperti ada isak diantaranya.

Kepada siapa aku harus mencurahkan segala apa yang ada di hatiku ini?

Akhirnya kuambil dan kubuka laptop toshiba-ku. Aku mulai mengetik :

Oh Tuhanku, Yang Mengetahui segala rahasia.
Tentunya Engkau pun tahu persis rahasia yang ada di dalam hatiku saat ini.
Kau tahu betapa galaunya hatiku ini.
Aku tahu bahwa ini tidak benar.
Tapi sejuta pertanyaan menumpuk di hatiku ingin kutanyakan kepada-Mu.

Kau yang telah menciptakan aku.
Kau juga yang telah melahirkan aku ke dunia ini.
Dan aku yakin bahwa Kau juga yang telah menciptakan segala “rasa” yang tumbuh di dalam hatiku.
Bukan aku menyalahkan-Mu ya Tuhanku,
Tapi aku justru ingin bertanya kepada-Mu, kenapa Kau ciptakan ”perasaan” seperti ini?
Padahal aku ini seorang laki-laki.
Padahal aku bersyukur telah diciptakan sebagai seorang laki-laki.

Aku tidak merasa pernah menumbuhkan "perasaan" seperti ini.
Dan akupun tidak pernah meminta kepada-Mu untuk memiliki "perasaan" seperti ini.

Dan saat ini dihadapanku Engkaupun tahu ada makhluk indah yang telah Engkau ciptakan.
Salahkah aku kalau aku menyayanginya?
Salahkah aku kalau aku mencintainya?
Padahal Engkau juga yang menghadirkan rasa sayang dan cinta itu ke dalam hatiku.
Jadi aku harus bagaimana................

Tulisan itu aku copy paste dari file2 lamaku.

Aku tidak bisa melanjutkan tulisan curahan hati pada saat itu, sebab air mataku merebak menutupi pandangan mataku. Kurasakan dadaku sesak. Kusimpan tulisanku dan aku pun tertidur dengan memeluk laptop toshiba-ku.

MY PARTNER - jantung hatiku ....  Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ