11. Sendiri

246 31 2
                                    

Hari bermula dengan cerah. Matahari begitu bersemangat memancarkan sinarnya yang terik. Semua sudut tersentuh oleh cahaya matahari yang terik namun hangat. Suasana kota menjadi hangat.

Semua orang kembali beraktivitas di hari Senin ini. Orang-orang tetap bersyukur hari Senin ini tidak terlalu panas maupun dingin, walau tetap sama menyebalkannya seperti Senin di minggu lalu.

Pekerja yang tadinya berada di kantor beralih tempat ke kafe untuk menghabiskan waktu istirahat mereka. Para mahasiswa pun menghabiskan waktu mereka untuk memahami materi sembari menikmati beberapa jenis minuman hangat maupun dingin yang hanya ada di kafe.

Kafe milik Jisoo termasuk ke dalam pilihan. Letaknya terhitung strategis karena dikelilingi oleh gedung dan perumahan. Walau dikelilingi gedung dan perumahan, kafe milik Jisoo tetap menonjol sehingga berhasil menarik perhatian banyak orang.

Kafe yang Jisoo buka kembali didatangi pembeli yang cukup banyak. Selain karena letaknya, semua itu juga bersumber dari Minghao dan Seungkwan. Promosi yang mereka berdua lakukan selalu dari mulut ke mulut, namun berhasil menarik perhatian orang awam.

Begitu pula Jisoo yang biasanya sangat senang apabila kafenya ramai oleh pembeli. Jisoo selalu bersyukur karena memiliki Minghao dan Seungkwan sebagai teman yang memiliki banyak koneksi.

Namun, entah kenapa kali ini Jisoo tak merasa sesenang itu ketika melihat kafenya. Jisoo merasa aneh kali ini. Jisoo merasa ada sesuatu yang kurang sehingga apapun yang dia pandang terasa tidak lengkap.

Sudah berkali-kali Jisoo lihat ke sekitar, mencoba mengetahui apa ketidaksempurnaan yang dia cari-cari. Tetap saja hasilnya nihil. Kafenya tetap sama seperti waktu kemarin dia tinggalkan. Semua susunan dan tatanan tetap sama. Tidak ada yang berubah.

Bedanya, kemarin dia tidak merasakan perasaan janggal ini. Hanya hari ini dia merasakan perasaan itu. Jika bisa Jisoo deskripsikan, perasaannya seperti ada ketidaklengkapan pada apapun yang dia lihat.

Perasaan aneh ini pula yang menyebabkan gundah di hati Jisoo. Tetapi, Jisoo tak tahu menahu apa yang menyebabkan rasa gundah di hatinya. Maka dari itu, Jisoo terlihat sedikit murung.

"Hai." Sapaan seseorang membuat Jisoo sedikit berjengit. Pandangan Jisoo yang awalnya tertuju ke kakinya berubah menatap orang yang ada di depannya. "Aku pesan Matcha Frappe sama Croissant satu. Takeaway, ya," sambung perempuan itu.

Jisoo ambil penanya dan menuliskan pesanan perempuan itu di kertas. "Baik. Ada custom tulisan atau nama?" tanya Jisoo, bersiap menulis apapun yang disebut perempuan di hadapannya. Hal ini biasa terjadi di pesanan takeaway. Mungkin saja, ada orang spesial yang ingin perempuan ini kirimkan.

Perempuan itu sempat berdengung, menandakan dia sedang berpikir. Jari perempuan itu dijentik, "Oh, tulisannya terserah kamu aja. Pokoknya yang bernada nyemangatin. Tapi, di awal-awal kasih nama Ahn Woojung, ya. Di akhir, kasih tulisan 'dari pacarmu', oke?"

Baru satu huruf yang ditulis Jisoo dan kini Jisoo membeku. Rasa gundahnya belum usai, datanglah rasa sakit lainnya. Perempuan ini bisa jadi selingkuhan Woojung.

Seharusnya, Jisoo tak merasakan sakit hati lagi. Dia sendiri yang bilang kalau dia harus bisa hidup dengan bayangan Woojung. Tekadnya sudah dia bangun semenjak dia buka kembali kafe ini.

Tapi nyatanya, hati Jisoo terasa di hancurkan hingga berkeping-keping. Hanya namanya yang disebut, namun bisa kembali menyakiti hati Jisoo. Apalagi jika melihat Woojung secara langsung?

Jisoo kesampingkan perasaannya, mencoba profesional. "Matcha Frappe dan Croissant, benar?" Perempuan itu mengangguk. "Cash atau M-banking?" tanya Jisoo lagi.

"Cash," jawab perempuan itu. Jisoo sibukkan dirinya untuk mengetik di mesin kasir, menolak melihat wajah perempuan itu. Jisoo sebutkan totalnya dan perempuan itu membayar pas. Tak lupa Jisoo beri struk dan meminta perempuan itu untuk menunggu.

Selagi membuat pesanan perempuan itu, Jisoo termenung. Perempuan itu sangat cantik. Matanya bulat, kulitnya pun seputih susu. Dengan tubuh yang proporsional, perempuan itu bahkan bisa menjadi seorang model.

Woojung benar, dia tidak salah. Woojung bisa jatuh cinta pada perempuan itu karena perempuan itu memiliki segalanya yang tak Jisoo punya. Selamanya Jisoo tak bisa mengubah fakta bahwa dia adalah laki-laki, bukan seorang perempuan.

Semua itu Jisoo usahakan untuk dipendam sendiri. Jisoo berusaha sebisa mungkin untuk tidak menunjukkan emosinya secara langsung. Namun, mata Seungkwan lebih tajam dari apapun.

***

Bulan mulai mendaki langit, menggeser peran matahari. Mobil-mobil mulai memenuhi jalan mengingat kini adalah saat yang tepat untuk kembali ke rumah. Membasuh diri dan berkumpul dengan keluarga, mencari kehangatan di pelukan keluarga.

Plang kafe milik Jisoo pun sudah terbalik, menunjukkan bahwa tempat itu sudah tutup. Jisoo bawa bahan-bahan minuman serta makanan ke gudang, kemudian dimasukkan ke dalam tempat masing-masing.

Meja serta kursi sudah dibersihkan, bahan-bahan sudah masuk ke tempatnya masing-masing. Jisoo tinggal membereskan barang-barangnya sendiri dan kembali ke rumah untuk beristirahat dari hari yang melelahkan ini.

Tenaga Jisoo diserap oleh perkataan perempuan itu. Ucapan perempuan itu berputar-putar di kepalanya, pusing pun terpicu. Perasaan aneh yang dirasakannya belum selesai, muncul pula pacar dari mantannya.

Lengkap sudah alasan hancurnya hari ini bagi Jisoo.

"Kak?" Jisoo merasa terpanggil sehingga dia menjulurkan kepalanya sedikit, mencari sumber suara. Seungkwan ternyata orang yang memanggilnya. Laki-laki itu berada di depan kafenya. Kali ini sendiri tanpa Minghao.

Jisoo membukakan pintu kafenya sedikit bergegas, kemudian bertanya, "Kenapa? Ada yang ketinggalan?" Hanya gelengan yang Jisoo dapat dari Seungkwan sehingga Jisoo lebarkan pintu kafenya, mempersilakan Seungkwan untuk masuk.

"Duduk aja, Kak, aku mau nanya sesuatu," ucap Seungkwan ketika melihat Jisoo kembali berdiri. Jisoo patuhi permintaan Seungkwan, dia kembali duduk di hadapan Seungkwan.

Tangan Seungkwan menepuk-nepuk lembut lengan Jisoo, "Tadi Kakak sedih karena sesuatu, ya?" Suara Seungkwan mengalun lembut, memasuki telinga Jisoo dengan sopan. Jisoo rasa tak perlu ada yang disembunyikan dari Seungkwan sehingga dia mengangguk pelan.

"Aku denger, tadi si cewek ternyata pacarnya Woojung," kata Seungkwan memulai percakapan. Jisoo perhatikan setiap kata-kata yang akan Seungkwan lontarkan. Seungkwan tersenyum, "Pasti ada rasa sakit, kan? Tapi, setelah aku perhatiin, Kakak bukan sedih karena Woojung."

Alis Jisoo sontak tertaut, kebingungan atas apa yang dimaksud oleh Seungkwan. "Sebelum si cewek datang, Kakak udah sedih. Kakak nyari sesuatu yang biasa Kakak lihat. Pas si cewek datang malah memperparah rasa sedih Kakak," sambung Seungkwan.

Seungkwan meletakkan kedua tangannya di atas bahu Jisoo, mengusap bahu Jisoo lembut. "Ada seseorang, kan, yang Kakak cari? Cuma Kak Seungcheol yang akhir-akhir ini nemenin Kakak dan aku tau ada sesuatu di antara kalian," kata Seungkwan.

Membisu, Jisoo tak bisa berucap apapun. Ingin mengelak, tapi setelah dia pikirkan, semuanya terhubung. Jisoo gundah karena Seungcheol tak di sekitarnya. Jisoo merasa tak aman. Kehadiran perempuan itu hanya memperburuk rasa gundah Jisoo.

Di dalam otak Jisoo sudah terpasang ingatan bahwa Seungcheol bisa mengalihkan pikirannya seperti perkataan Seungcheol. Namun, baru beberapa hari berlalu ketika Jisoo memutuskan untuk tidak melanjutkan pendekatan mereka.

Tapi, Jisoo mengakui bahwa dirinya juga mulai merasa nyaman dengan kehadiran Seungcheol. Seungcheol seakan-akan malaikat penyelamatnya. Bayang-bayang tentang Woojung bisa Jisoo lalui hanya ketika bersama Seungcheol.

Untuk sejenak, ada rasa bersalah yang menusuk Jisoo sangat dalam. Dia menolak kehadiran Seungcheol yang nyatanya sangat dia butuhkan.

[✓] Halo, Teman Lama | CheolSooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang