Tank Who Loves

87 7 26
                                    

⚠️TW: rape, furry (???) & absurd ⚠️

.

.

MANIK MATANYA tidak indah, apalagi cantik. Kepalanya plontos dengan kulit licin berwarna hijau, dan tempurungnya tertutup jaket parka super lebar yang melapisi polo hitam. Untuk sesosok kura-kura ia memiliki bentuk tubuh yang cukup besar dan berotot. Sebatang garis hitam di tengah iris hijau menatapku tajam; menanti jawaban dari surat yang diberikannya sepekan silam.

Apa yang bisa kukatakan? Tak pernah ada sesosok kura-kura yang menyatakan cintanya padaku.

Entah sejak kapan, hidup berdampingan antara manusia dan hewan telah berubah dari yang kalian bayangkan. Sejak aku lahir, para fauna menjadi bipedal; begitu pula dengan makhluk-makhluk laut. Mereka bisa datang dan pergi begitu saja, tentu dengan beberapa alat bantu. Derajat hewan tidak lagi di bawah manusia karena kecerdasan mereka hampir sama rata. Problematika para fauna dengan manusia pun tak jauh berbeda, bahkan seekor anjing bisa menjabat menjadi petinggi di pemerintahan.

Jika dulu memadu kasih dengan hewan dianggap gila, kini sudah menjadi biasa. Mereka memiliki pesonanya masing-masing. Bahkan perkawinan interspesies bisa terjadi, meskipun seringkali tidak menghasilkan buah hati.

Aku mengalihkan pandangan dari sosok di hadapanku, canggung untuk membuka pembicaraan. Karena akhir semester, toko kopi ini lebih sepi dibandingkan biasanya. Lantunan lagu hit puluhan tahun silam disetel di pengeras suara. Hanya ada aku dan kura-kura di pojokan ruang toko kopi beserta sang barista bekepala burung pipit yang bersenandung seiring berputarnya lagu.

Bisa saja aku menolaknya secara langsung, tapi aku sama sekali tidak mengenalnya. Rasanya, menolak tanpa sebab akan dicap jahat. Yang kutahu, dia berkuliah di gedung sebelah dan masuk fakultas arsitektur. Sang kura-kura seringkali terlihat dengan kawan-kawan yang menggunakan jaket himpunan dan berpapasan kala istirahat siang. Acap kali kami berpapasan di kantin, namun sapaan tak pernah bertukar.

"Apa kau bisa segera memberikan jawaban?" tanya sosok kura-kura di hadapanku.

"Aku bahkan enggak tau namamu," jawabku sembari mengerjapkan mata. Kura-kura itu mengisyaratkan surat yang ia berikan dan aku menjelaskan bahwa ia tidak membubuhkan nama maupun tanda tangan di sana.

Terkejut, ia memasukkan kepalanya ke dalam tempurung. Ia pasti malu bukan main. "Sori," kura-kura itu menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya, "Aku memberikanmu surat secara langsung, tapi tidak menyebutkan nama sama sekali. Kukira akan terlihat keren, tapi malah memalukan."

Melihat gelagatnya aku terkekeh, membuahkan senyum malu-malu dari kura-kura jantan ini. Ia mengenalkan dirinya sebagai Tank meskipun nama aslinya adalah Takashi Turtlon. Mungkin karena tubuhnya yang cenderung bongsor untuk ukuran kura-kura, nama itu melekat pada dirinya.

"Senang berkenalan denganmu, Leah," ujar Tank singkat dan tak lama memasukkan kepalanya ke dalam tempurung lagi.

Tingkah lakunya yang itu tidak bisa membuatku tidak tertawa. Tank terlalu malu untuk berkata-kata. Bahkan aku juga belum membahas apapun yang ada dalam surat cintanya. Ia menarik napas panjang, mengangkat jari telunjuk dan berikrar, "Tolong lupakan ini semua. Juga anggap saja kau belum membaca surat dariku. Izinkan aku untuk mengulang semuanya."

Memiringkan kepala, aku memandang Tank pergi meninggalkanku. Ia berjalan ke luar toko, berdiam beberapa detik sebelum kembali lagi masuk. Seolah mengikuti tindak tanduk si kura-kura, barista burung pipit itu menyambut lagi kedatangan Tank. Tidak mengindahkan si barista, pemuda terus berjalan dan akhirnya berdiri di hadapanku.

The Book of Love and WanderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang