21. I Know, Are You Okay? (1)

31 10 10
                                    

Di dalam pejaman matanya yang segalanya terlihat gelap, pria tersebut dengan kesadaran penuhnya masih mengingat secara jelas apa pun yang pernah ia ucapkan hingga kejadian hari ini terjadi tanpa bisa ia prediksi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Di dalam pejaman matanya yang segalanya terlihat gelap, pria tersebut dengan kesadaran penuhnya masih mengingat secara jelas apa pun yang pernah ia ucapkan hingga kejadian hari ini terjadi tanpa bisa ia prediksi. Bahkan setiap kalimat tersebut, kalimat masa lalu yang pernah ia deklarasikan kini seolah masih menggema dalam rungunya.

"Kau masih ingat aturan yang kubuat, bukan? Melodi yang kau ciptakan, hanya aku yang boleh mendengarnya. Bahkan setiap permainan bermusikmu, aku hanya ingin diriku saja yang mendengarnya. Karena kau adalah milikku. Segala keindahan dan juga bakat yang kau miliki, hanya aku yang boleh menikmatinya."


"Dan ... bisakah aku meminta sesuatu darimu?"


Masih dengan terisak, Heiran pun bertanya karena tak kunjung mendengar lanjutan dari ucapan suaminya. "Apa?"


"Bisakah kau mainkan melodi lagu itu untukku? Not alone, instrumental. Aku ingin mendengarnya. Tapi ... seperti biasanya. Aku ingin mendengarkannya secara pribadi."


Saat itu dengan polosnya kedua netra yang masih berkaca-kaca itu tampak memproses setiap kalimat yang ditujukan padanya. "Bila tidak, memang apa yang terjadi?" tanya Heiran pada suaminya yang kini menangkup kedua pipinya.


Dengan satu kalimat sempurna, bersamaan dengan senyum penuh harapnya agar Heiran mematuhinya, Hobie pun menjawab. "Harapan sekaligus impian terbesar bagi seorang pemusik adalah dapat tampil di dalam gedung opera yang begitu megah dan juga bergengsi dengan menunjukkan bakat mereka. Kini, di hadapanmu, aku suamimu, adalah harapan terbesar, impian, sekaligus semestamu. Dan semesta ini di mana duniamu hanya berpusat padaku, hanya menginginkan agar kau hanya menunjukkan apa pun atas segala keindahan yang kau miliki di depan mataku. Jika kau bergeser sedikit saja dari porosmu, itu artinya pengkhianatan."


Seketika Heiran bergeming, mengerutkan dahinya dengan pemikiran yang berhasil membuatnya terpaku. Entah apa yang ia rasakan, baru saja Heiran merasakan sesuatu sedang menggerus batinnya. Hingga untuk kedua kalinya, ia bertanya guna memastikan. "Ap-apa maksud Oppa?"


Dari jarak sedekat itu, Heiran bisa melihat pandangan mata Hobie yang tampak begitu serius di sana. Di mana atmosfer yang mengelilingi Heiran mendadak berubah. Meski berada di dunia nyata. Namun, Heiran bisa melihat beberapa jeruji besi tampak mengelilingi dirinya. Di mana Hobie layaknya tuan yang sedang menggenggam ujung rantai di mana ujung yang satunya telah melingkar di leher Heiran. Ruang terbatas, di mana kala itu Heiran menemukan keterbatasan di sana.


Selama lima detik terdiam, Hobie dengan yakinnya pun berkata. "Itu artinya kau melepaskan aku. Bukannya egois, tapi aku tidak suka apa yang aku miliki dinikmati juga oleh orang lain. Bukan mengenai tubuhmu yang memang secara harfiah kau milikku karena kau istriku. Tapi, seperti yang aku katakan. Aku ingin mendengarnya ... lagu itu ... secara pribadi. Jika kau menunjukkannya di depan umum, maka konsekuensinya, kau akan kehilangan aku."

RetrouvailleWhere stories live. Discover now