1. See You in Silence

273 33 140
                                    

Dua tahun setelah kejadian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Dua tahun setelah kejadian

Di dalam sebuah gedung teater Folies Bergère yang sangat megah bergaya renaissance dengan kapasitas bangku penonton yang mampu menampung hingga mencapai dua ribu penonton, dalam balutan jas yang begitu formal bagi para pria serta para wanita yang turut hadir dalam balutan gaun resmi, para hadirin yang datang malam itu tampak begitu menikmati permainan resital solo seorang pianis berasal dari Inggris.

Pesona keindahan dalam ruang megah yang memiliki tingkatan dua lantai tersebut, di mana tidak satu pun menyisakan bangku kosong dengan bantalan berwarna merah serta sandaran lengan yang berlapis warna emas tampak begitu klasik seolah turut berbaur bagai bintang yang memberi energi dukungan bagi sang pianis yang kini sedang duduk di balik grand piano yang sedang ia mainkan.

Di bawah lampu sorot yang mengarah ke panggung, di mana sinarnya kini hanya tertuju dan berpusat pada wanita yang tampak elegan berbalut dalam gaun hitam di bawah lututnya, wanita itu dengan seulas senyum tipisnya tampak menikmati setiap melodi yang dihasilkan dari setiap sentuhan permainannya yang terdengar bagai harmoni aura surga.

Dengan mata terpejam, ia tengah menghayati setiap melodi yang ia mainkan, mengalun lembut dan memikat hati para penonton. Sesekali netra kecokelatannya berlarian hanya untuk melihat dunia nyata yang kini seluruh fokusnya hanya berpusat padanya, lalu menyinkronisasikannya dengan tuts-tuts yang ia tekan. Seperti menari di atas pesta dansa kaum bangsawan zaman dahulu. Meski atmosfer yang menghantarkan rasa haru itu dirasa dengan baik oleh setiap indra yang ia miliki, hingga detik ini sensasi yang sulit untuk dijelaskan turut merasuk ke dalam kalbu.

Entah karena penontonnya yang berpakaian dengan formal, ataukah aura yang dihasilkan oleh gedung tersebut yang masih bersemayam dengan jelas. Baik sejarah, maupun kenangan yang dihasilkan. Semesta di dalamnya seolah ingin terus mengitari sang pianis dengan melodi indah yang enggan untuk berhenti.
Walaupun, kenyataannya, tempat tersebut hanya bisa menjadi saksi bisu dari setiap pertunjukan bergengsi oleh para kelompok opera maupun resital instrumen musik. Dengan khidmat, para hadirin yang turut hadir malam itu tampak begitu antusias menyaksikan permainan pianis yang sedang memainkan pianonya. Tampak memukau dengan ekspresinya yang begitu penuh penghayatan.

Meski melodi yang dihasilkan bukan hanya dari suara piano. Namun, juga oleh beberapa violin, biola dan cello yang mengiringinya, melodi yang dihasil dari alat musik yang berbeda itu tetap berpadu dalam harmoni yang indah. Terhanyut ke dalam lautan melodi yang lambat laun tempo yang dihasilkan dengan perhatian yang terpusat mulai mengiris perasaan seseorang yang turut duduk di baris ke dua, lantai kedua.

Dalam diamnya, pria bersurai ash blonde itu tiada hentinya menjatuhkan atensinya pada sang pianis tanpa ingin beralih. Walaupun kini dirinya sedang terduduk di dalam ruang yang penuh penonton, akan tetapi dalam fantasinya, ruang gedung yang tampak begitu megah dan ramai itu terasa begitu lengang di matanya.

Hanya menyisakan dirinya dan juga sang pianis yang tersorot lampu pertunjukan di bawah naungan kegelapan. Di tengah keheningan para penonton, pria itu menarik napas pelan. Berusaha menahan sesuatu di dalam sana yang terus berdesir. Tiada satu orang pun yang menyadari, bahkan termasuk dirinya sendiri di mana saat itu bola matanya turut bergetar tanpa bisa ia kendalikan di bawah pengaruh suasana yang berhasil membuainya.

RetrouvailleWhere stories live. Discover now