BAB. 05.

41 3 0
                                    

Serial
JAKA LELANA
Pendekar pedang bayangan
( MUSTIKA RATU GENI )
Karya
Lisana Ulfa

  Sore menjelang malam purnama ke lima belas di bulan suro, puncak gunung agung.

  Sejak sore hari tadi, kawasan gunung agung di selimuti awan yang cukup tebal, sehingga membuat kakek sakti bersorban putih bernama sapu jagat jadi merasa hawatir.
  Namun
  Pelan pelan awan tebal itu berangsur angsur pergi menjauh, bulan purnama yang bulat pun tampak mulai mengintip di balik awan kelabu.
  Hati Ki Sapu Jagat, sejenak terasa lega, ingatan tokoh tua ini kembali pada pertemuannya dengan sang guru di dalam mimpi.

  "Setelah kepergianku.."
  "Bukalah kedua matamu dan turunlah dari dahan pohon ini, karena orang yang kau cari saat ini ada di sana.." ucapnya sambil meniup kabut putih tebal yang menutupi pandangan mata siapa pun juga yang ada di tempat itu.

  "Kiai.."
  Ucap ki sapu jagat pelan, sambil mengusap usap wajahnya yang sudah nampak penuh kerutan.
  Saat itu lah pandang matanya tertuju pada seorang nenek berjubah biru yang duduk di dahan terrendah sambil menggoyang goyangkan kakinya.
  "Dewi angin merak biru.." ucap Ki Sapu Jagat pelan, lalu bergerak turun dan gerakannya nyaris tanpa suara.

No. 39.

   "Wong edan..!"
  "Dasar tua bangka gendeng..''
  "Kau membuatku terkejut.." ucap nenek berambut putih sambil layangkan siku kanannya ke pinggang si kakek.

  Ki Sapu Jagat hanya diam, kakek tua ini tau betul watak nenek yang pernah jadi kekasihnya di masa muda itu.
  Apabila dia menghindar, nenek berambut putih ini pasti akan marah dan kembali akan menyerang si kakek  hingga hatinya puas.
  Semakin menghindar, dia akan semakin marah dan akan terus memburu nya.

   Buuukk..!
  Bibir Ki Sapu Jagat tampak meringis menahan sakit, saat siku kanan dewi angin merak biru telak bersarang di rusuk kirinya.
  Melihat sikutannya bersarang telak di rusuk kiri si kakek, nenek berambut putih ini benar benar tidak lagi melakukan serangan susulan, dan justru membentak si kakek.

  "Bayu Seto.."
  "Bukankah aku meminta dirimu untuk menjaga Jaka lelana, bersama Suropati dan muridnya..?"
  "Mengapa malam kemari..?!" bentak dewi angin merak biru.

  "Dewi.."
  "Dengarkan aku dulu.."
  "Aku menyusulmu kemari,  karena belum semua kisah tentang mustika itu kuberi taukan padamu.."
  "Mustika ratu geni, bukan benda sembarangan.."
  "Kau belum tau, di mana benda itu berada.."
  "Dan bagaimana mengambilnya..!"
  "Tapi..kau sudah kabur duluan.." jawab ki sapu jagat, namun kembali di potong oleh si nenek.

No.  40.

  "Lalu, mengapa kau tidak mengatakannya sejak kemarin, ketika kita semua ada di bukit batu..?!" hardik si nenek.

  "Aku belum sempat selesai mengatakannya, tapi kau malah lebih dulu pergi.."
  "Selain itu, ada beberapa bagian yang baru saja aku ketahui di tempat ini.." jawab ki sapu jagat masih dengan suara pelan.

  "Kalau memang seperti itu katamu.."
  "Sekarang katakan.."
  "Di mana benda itu berada..?!"
  "Dan bagaimana aku harus mengambilnya..?!"
  "Jangan cuma ngajak berdebat saja.." sahut dewi angin merak biru masih dengan nada suara yang lumayan tinggi.

  "Sabar Dewi.."
  "Kita memang harus mengambil mustika itu.."
  "Aku yakin.."
  "Kalau malam ini, adalah malam yang pernah di ceritakan oleh guruku Kiai Ageng Mangkurat.."
  "Tanda tandanya sudah ku ketahui.."
  "Tapi.."
  "Sejujurnya, aku sendiri tidak pernah melihat dan mengetahui seperti apa benda mustika itu.." terang ki sapu jagat, dan kemudian dia melanjutkan kata katanya dengan menggunakan ilmu mengirimkan suara.
  "Dewi..menurut cerita kiai, benda mustika itu berbentuk seperti batu cincin berwarna biru menyala..''
  "Dan ketika ada di tangan kiai.."
  "Batu itu sudah di beri emban, dari gading gajah.."

MUSTIKA RATU GENI,  Serial Pendekar Pedang Bayangan, JAKA LELANA Where stories live. Discover now