"Astaga, benar-benar mengerikan." Lirih Pechel melihat Lili kembali menatapnya.

Tersadar dari lamunannya, Damian bangkit dan kembali duduk di sofa. Seolah-olah tak terjadi apapun sebelumnya. Berdehem beberapa kali guna memecahkan suasana yang canggung. Karena tarikan hingga membuatnya terjungkal, berhasil membuat amarahnya redam. Tentu ia tak bisa marah pada Lili sama halnya dengan Pechel. Terlebih, gadis itu masih terlihat sangat muda, juga ingatannya masih belum kembali.

Sedikit menggeser posisi duduknya menjauh dari Lili. Waspada jika saja gadis di sampingnya akan membuat nasibnya sama mengenaskan seperti Damian. Menghela napas panjang. Melihat Lili yang terus menatapinya, membuatnya risih. Melirik Damian sekilas. Pria itu malah dengan tenang kembali menyesap tehnya.

"Kenapa?,Penasaran?. Baiklah, sedikit cerita masa lalunya.." Ucapan Pechel terhenti begitu Damian meliriknya sekilas.

Mengangguk ringan. Merasa tak bersalah setelah menjatuhkan Damian, Lili tak menghiraukan raut gugup yang tergurat di wajah pria itu. Entah gugup karena merasa tak enak mengingat ia bertengkar dengan Pechel di sampingnya atau mungkin malu karena dengan mudahnya Lili menariknya.

"Dia tidak pernah berpacaran, tidak pernah dekat dengan wanita lain, introver juga suka menyendiri. Singkatnya, dia itu bocah ingusan seperti bocah misterius dari kelas sebelah di kampus." Jelas Pechel sekaligus menyelipkan ejekan sembari melirik Damian sekilas.

Kedua alis Lili menyatu. Berusaha mencerna penjelasan yang ia yakin tak semua benar. Tak mungkin Allen tak pernah dekat ataupun berbincang walaupun sepatah kata, mengingat ia sempat melihat Allen berbicara dengan Emily dan para maid. Mungkin, pria itu hanya tak terbiasa berinteraksi lebih dan memikirkan lawan jenisnya. Hingga membuatnya gugup dan malu.

Tenggelam dalam pikirannya, tak menghiraukan Pechel yang terus bertele-tele menjelaskan Allen yang tak pernah meminta saran pada dirinya mengenai wanita. Allen malah terus meminta saran pada Damian yang juga sama tak berpengalaman mengenai hubungan asmara. Pechel merasa yakin, seperti Allen, Damian juga meminta saran pada Emily.

"Jadi, dia sebenarnya sangat menyukaimu tapi tak tahu harus bagaimana. Itu sebabnya ia pergi begitu saja." Oceh Pechel sebagai kalimat penutup untuk cerita singkatnya.

Seolah mengerti apa yang sedang Lili pikirkan, Damian meletakkan cangkir teh miliknya. Berpaling dari ponsel di pangkuan. Kemudian beralih menatap gadis itu. Merasa seseorang menatapnya, Lili beralih menatap balik Damian.

"Dia di kamar tamu." Ucap Damian.

"Cepat kesana!. Lakukan apapun sepuas kalian dan aku akan tidur dengan tenang." Sahut Pechel mengingat kamar tamu yang Allen tempati sudah lama di mantrai untuk menjaga privasi tamu yang menginap.

Melirik Damian dengan tatapan tersirat, sebelum setelah Pechel melayangkan tatapan jahil khas miliknya. Rencana licik terbesit di benaknya. Ingin membuat hubungan Allen dan Lili semakin dekat, mengingat keduanya tak sekamar walaupun mereka adalah pasangan yang sudah di takdirkan. Mengandalkan pengetahuan dari pengalamannya selama menjadi manusia dulu.

Lili bangkit dari duduknya, ingin melesat pergi menemui Allen. Sebelum itu, dengan cepat Pechel meraih pergelangan tangan Lili. Menahan gadis itu sebelum menghilang dari pandangan. Alhasil, Lili berbalik, menatap Pechel dengan tatapan menunggu.

"Kau benar-benar suka Allen kan?." Tanya Pechel dengan wajah serius yang di buat-buat.

Diam tak menjawab. Dari tatapan mata Lili sangat kentara gadis itu begitu menyukai Allen. Dapat di lihat dari tatapan ketika bertemu dengan mata Allen dan sikapnya yang menjadi penurut ketika Allen melarangnya untuk melakukan sesuatu. Ia juga secara terang-terangan menatap lekat leher Allen dan ingin menerkamnya.

"Gigit lehernya dan Allen akan menjadi milikmu selamanya." Lanjut Pechel dengan serius.

Damian yang mendengarnya sontak mengangkat sebelah alisnya. Tentu ia tahu untuk menjadikan seseorang sebagai miliknya tak semudah ucapan Pechel. Jika Lili benar-benar menggigit dan meminum darah Allen, hal itu akan memancing Allen untuk berbalik menggigitnya. Naluri seorang vampir tak akan lepas dari hal itu. Terlebih mereka adalah pasangan yang sudah di takdirkan.

Sedetik kemudian Lili menghilang dari pandangan. Menyisakan tangan Pechel yang menggantung di udara. Sekejap, satu sudut bibir Pechel terangkat. Menatap Damian dengan tatapan penuh kemenangan. Sedangkan, Damian menatap Pechel dengan datar. Antara sependapat dengan rencana yang di buat Pechel, sekaligus merasa tak yakin hal itu akan berhasil membuat keduanya semakin dekat, mengingat Allen yang sangat menjaga jarak dengan Lili.

oO0Oo

Berjalan pelan menyusuri lorong. Mencari kamar tamu yang Pechel maksud. Suara langkah kakinya terdengar menggema hingga ujung lorong. Mengandalkan insting vampirnya, ia mengendus-endus. Aroma Allen yang samar menuntunnya untuk terus mencari keberadaan Allen.

Di tengah dirinya fokus mengikuti asal aroma Allen, terlihat dua maid berjalan mendekat dari depan sana. Mereka yang awalnya berbincang ria seketika menutup mulut ketika melihat Lili. Hingga saat berpapasan, tatapan sinis di lemparkan pada Lili. Merasakan itu, membuat langkah kaki Lili terhenti.

"Ku dengar dia hilang ingatan. Gadis bodoh, mana ada vampir hilang ingatan?." Bisik salah satu dari mereka setelah melewati Lili.

Tatapan mata Lili yang menatap lantai lorong beralih menatap lekat depannya. Mendengar ucapan salah satu maid itu, membuat dirinya melirik ke samping. Merasa dua maid itu yang berani mengatainya bodoh, justru lebih bodoh.

Mereka tahu jika mereka dan dirinya adalah vampir, tetapi dengan bodohnya mereka membicarakan dirinya yang tentu sekecil apapun bisikan mereka tetap bisa ia dengar. Entah itu di sengaja atau tidak. Rasa kesal mencubit hati Lili. Berbalik, menatap punggung dua maid yang mulai menjauh. Tatapan nyalang di sertai kilatan merah di kedua netranya menyala.

MY SOULMATE Where stories live. Discover now