Bab 7

344 91 9
                                    

Menjelang pekerjaannya selesai, Jaejoong mendapat telepon dari sang ayah. Tumben sekali ayahnya menelepon, apa lagi ini masih dikantornya. Entah lah, barangkali ada hal yang penting sekali untuk dibicarakan dan tidak bisa untuk menunggunya kembali ke rumah, pada saat mengangkat telepon, Jaejoong tidak memiliki bayangan apa-apa mengenai pembicaraan Namgil. Namun, ia cukup terkejut ketika dikatakan bahwa Paman Ahn dan Seulgi akan menjemputnya dikantor.

Well, selama bekerja ia sama sekali tidak pernah dibeginikan meski merengek nyaris setiap hari. Ia bahkan selalu merayu agar hukumannya selesai, tetapi nihil ayahnya sangat teguh pendirian, uang sakunya pun tidak pernah naik. Hingga semua itu perlahan bisa diterimanya, dan Jaejoong tahu bahwa semua ini tidak lepas dari kebaikan Yunho dalam mentreat dirinya sebagai karyawan.

Memang awalnya ia merasa dimanfaatkan karena polygot, tetapi bukankah bekerja adalah hubungan timbal balik, ia memahami ini setelah berkeluh kesah dengan Seulgi. Dan jujur secara tidak langsung, ia mendapat sedikit pelajaran dari asisten pribadinya itu. Jaejoong tidak pernah menganggap Seulgi sebagai pembantu atau pun asisten yang benar-benar hanya untuk di suruh. Sama sekali, ia tidak memandang Seulgi rendah, sama halnya dengan teman-temannya, Seulgi memiliki posisi setara. Ia selalu ditemani Seulgi selama ini, bahkan kemana saja ada Seulgi disisinya. Berbelanja pun ia tidak pernah melupakan Seulgi. Baginya Seulgi seperti saudara. Mereka tumbuh bersama di rumah keluarga Kim.

Wajah Seulgi sumringah kala melihat dirinya keluar dari lobby gedung kantor. Wanita itu segera membukakan pintu belakang mobil dan ia pun segera memasuki mobil. Tetapi, mobil bukannya kembali ke mansion keluarga Kim, Jaejoong bingung saat mobil berhenti di sebuah butik ternama. Ia langsung memandang Seulgi dan asistennya itu hanya tersenyum. Lebih terkejutnya lagi saat ia diminta memilih satu stell pakaian dari ujung rambut hingga kaki. Spontan saja Jaejoong mengira bahwa orang tuanya akan segera mencabut hukumannya. Jelas, itu membuat ia senang sekali.

Diminta untuk memakai langsung stelan yang dibeli tadi, Jaejoong tentu tidak menaruh rasa curiga sama sekali, toh memang begini lah semestinya penampilan dirinya. Ia pun mulai membuka aplikasi online beberapa situs belanja yang biasa dibelinya. Mulai dari Gucci, Channel, LV, hingga Hermes. Ah, mengingat Hermes, Jaejoong memiliki produk waiting list, ia berharap ketika nanti diberikan pemberitahuan semua kartunya sudah dikembalikan oleh sang ayah, jika tidak perjuangannya selama menunggu sia-sia, untuk bisa membeli koleksi Hermes di tokonya, ia harus membeli printilan yang menurutnya tidak terlalu penting untuk dirinya yang single membeli hal itu.

Mobil terhenti kembali di sebuah restoran, Jaejoong berhenti bermain ponsel dan Seulgi segera turun dari mobil lantas membukakan pintu mobil untuknya. Keningnya mengkerut, ia segera menurut saja untuk turun dari mobil. Mungkin saja orang tuanya mengadakan makan bersama diluar.

"Katakan saja nama Nona kepada waitress, mereka akan mengantarkan Nona ke meja yang dimaksud," Seulgi tersenyum lebar, kemudian mendorong sedikit tubuh Jaejoong.

Masih kebingungan, Jaejoong tidak berkata apa-apa, ia menuju ke dalam restoran, sang waitress menyapa dengan sopan, seperti yang dikatakan Seulgi, ia menyebutkan namanya, "Atas nama Kim Jaejoong."

Mengangguk, sang waitress melangkah lebih dahulu, ia mengantarkan Jaejoong ke sebuah meja yang di saja sudah ada seorang pria. Seketika Jaejoong merasa terkejut. Mengapa ada pria dimeja yang ditujukan kepadanya.

"Kim Jaejoong, iya kan?" ujar pria itu dengan senyum lebar terkembang.

Jaejoong mengangguk pelan, apa ini? Mengapa ada pria? Dan mengenal namanya? Ia tidak mengerti keadaan dengan baik. Jaejoong, melirik sekitar, tidak ada orang tuanya di sini.

"Ah aku Yoon Shiyoon, orang tua kita meminta agar kita bertemu, kau terlihat bingung, silahkan duduk dahulu."

Penjelasan singkat dari pria ini membuat Jaejoong paham, apakah orang tuanya sedang membuat kencan buta untuknya? Perjodohan mana lagi? Astaga, ia sudah berkeras tidak akan mau dijodohkan. "Aku tidak diberitahu akan bertemu denganmu."

"Aku pun baru diberitahu, dan menurutku tidak ada salahnya untuk mencoba berkenalan," Shiyoon tersenyum lagi mencoba mengambil sikap baik untuk kesan pertama.

Wajah pria ini lumayan menurut Jaejoong, Shiyoon juga sangat manis ketika tersenyum. Well, ia bisa menilai dengan baik mengenai tampang pria. Namun, entah mengapa ia malah teringat wajah tampan Yunho. Idenya untuk membuat pria itu mengantarnya batal, ia tertarik untuk mengikuti ucapan Karina mengenai mencoba memikat sang boss.

"Benar, tapi aku baru kembali bekerja dan—"

"Kita makan saja dahulu, kau mungkin lapar, pesan lah apa saja. Restoran ini milik keluargaku."

Kesan yang didapat Jaejoong mendengar ucapan itu adalah pria ini mungkin sedang pamer. Baiklah, karena ia dikatakan boleh memesan apa saja, Jaejoong pun mengambil buku menu yang ditinggalkan begitu saja di atas meja. Ia melihat menu yang ada dan menunjuk steak dan beberapa menu lainnya. Pria itu tersenyum lebar, meminta waitress mencatat apa yang diinginkan mereka, kemudian saat waitress itu menjauh, Shiyoon terlalu kentara tengah memandangi Jaejoong dengan kagum.

"Kau bilang restoran ini milik keluargamu, kan? Itu berarti apa keluargamu memiliki usaha lainnya di bidang yang lainnya?" sengaja Jaejoong mencoba mengulik lebih dan tidak sopan, toh ia rasa dirinya tak senang dengan pertemuan ini, fokusnya seolah dicuri oleh pria bernama Jung Yunho. Saat ini saja, ia sedang mengotak-atik ponselnya dari bawah meja dan entah sadar atau tidak ia mengirim sebuah pesan kepada Yunho.

Pertanyaan Jaejoong membuat Shiyoon tertawa pelan, "Ada bisnis lainnya, tapi bisnis keluargaku memang kuliner, kami memiliki toko roti dan kue, serta pabrik makanan siap saji, bagaimana denganmu? Apa kesibukanmu?"

Ini bagai serangan balik. Jaejoong menjawab dan meletakan ponsel di atas meja. "Aku tadi bilang aku baru selesai bekerja dan langsung kemari."

"Wah, kukira itu hanya agar kau terlihat keren saja, kudengar kau Nona besar yang apa saja bisa kau dapatkan, kau juga calon penerus J-One Group, namun aku melakukan pengecekan, kau tidak terdaftar sebagai executive di perusahaan ayahmu, apa kau masih menjadi asisten Paman Kim?"

Sungguh, Jaejoong rasa ia sudah sangat tidak sopan, ternyata pria ini jauh tidak sopan. Mencari tahu mengenainya lebih dahulu? Ini seperti seorang penguntit saja, ia jadi sedikit was-was dengan Shiyoon.

"Ka-kau..."

"Aku harus tahu latar belakang keluarga wanita yang dikenalkan kepadaku, bukankah itu wajar? Aku tidak mau sembarang berkenalan dengan wanita," Shiyoon tersenyum tipis.

Bergidik, Jaejoong tidak bisa berlama-lama dengan pria yang memiliki motif tersembunyi seperti ini, ia memang manja dan arogan, tapi ia bisa menilai pembawaan orang kepadanya. Menurutnya Shiyoon tidak tulus dalam hal kencan buta seperti ini, pria itu mengincar sesuatu sehingga selalu ingin tahu lebih dan bersikap begini. Apakah dirinya tidak masuk kriteria wanita idaman pria itu? Jaejoong tidak peduli, ia bahkan tidak tertarik sama sekali dengan tiap kencan buta dan perjodohan. Sekarang, ia mulai merasa kesal dengan ucapan Shiyoon.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.

.
.
.

Princess In LoveWhere stories live. Discover now