Cici membenarkan posisi duduknya. "Apa benar nama mama kamu Andira Kirana?"
Terlihat ekspresi wajah Jimmy yang berubah dari biasa saja menjadi tegang. Sepertinya Jimmy tau arah pembicaraan ini akan kemana, ia tampak gelisah.
"D-darimana lo tau?" tanya Jimmy gugup.
"Jadi benar?"
Jimmy menghembuskan napasnya kasar, "iya benar. Sebenarnya ada apa Ci?"
Cici mengeluarkan sebuah foto dari dalam tasnya lalu meletakkan foto itu diatas meja sehingga terlihat oleh Jimmy. Tangan Jimmy spontan menarik foto itu agar lebih terlihat jelas.
Jimmy tampak terkejut melihat foto yang dikeluarkan oleh Cici. "Lo dapat darimana foto ini?" tanya Jimmy sedikit terkejut.
Cici menunjuk dua orang yang ada didalam foto itu, "ini orang tua gue. Foto ini dari album foto keluarga yang ada dirumah." Jelas Cici. Jimmy tidak meresponnya.
"Bukan cuma keluarga gue. Foto ini adalah foto yang sama dengan dua keluarga lain, yaitu keluarga Sena dan Kak Divo." Sambung Cici.
Jimmy mengerutkan dahinya, "jadi? Apa hubungannya sama gue? Sampai lo harus bicara ke gue?" timpal Jimmy tidak sabaran, ia terlihat tidak nyaman dengan pembicaraan ini.
"Gue inget, waktu kita bolos. Itu rumah yang sama kan dengan yang ada di foto itu?"
Jimmy menggeleng, "ha? Apa-"
"Kami sudah mengecek semuanya, lo gak bisa bohong lagi." Potong Cici langsung sebelum Jimmy memberikan alasan.
"Sebenarnya maksud lo apa sih, Ci?" ketus Jimmy.
"Sepertinya keluarga lo ada hubungannya dengan perkumpulan Oikogéneia ini?" Ucap Cici.
Jimmy tampak berpikir. "Oikogéneia?" ulang Jimmy lagi. Setelah kata itu terucap, ekspresi yang awalnya gugup, tidak terlihat lagi di wajahnya.
Cici mengangguk lalu menunggu respon lanjutan dari Jimmy yang tampak tau sesuatu.
"Gue gak tau apa-apa, Ci." Sanggah Jimmy.
Cici mengerutkan dahinya. "Lo pasti tau sesuatu kan. Jujur sama gue, Jim." Desak Cici.
"Lo salah nuduh gue tau sesuatu. Padahal sebenarnya gue gak ada hubungan apa-apa dengan cerita yang lo angkat ini. " Timpal Jimmy sedikit kesal.
"Bohong!" Cici kesal sendiri.
Jimmy menghembuskan napasnya pelan, "gue gak tau lo dapat nama itu dari mana," Jimmy menyandarkan punggungnya ke kursi. "Tapi, nama itu hanya orang awam yang tidak tau apa-apa yang menggunakan panggilan itu untuk perkumpulan ini." Sambung Jimmy terlihat lebih tenang dari sebelumnya.
"Maksud lo?" Cici tidak mengerti dengan ucapan Jimmy barusan.
Jimmy bangun dari duduknya, "kayaknya pembicaraan tentang ini kita sudahi saja, Ci. Gue sempat mikir dan takut lo tau sesuatu saat foto itu lo tunjukin ke gue. Ternyata lo belum tau apa-apa. Entah kenapa gue bersyukur banget soal itu.."
".. gue juga berharap lo gak tau apa-apa, sih. Karena itu juga demi hidup lo dan keluarga lo sendiri kedepannya." Sambung Jimmy sambil menatap Cici dengan sendu. Antara senang dan sedih menjadi satu dari tatapan itu.
Cici menarik lengan Jimmy bingung. "Lo beneran tau sesuatu, Jim? Maksud lo orang awam apa? Lo tau itu perkumpulan apa? Ceritain ke gue, Jim! Please! Gue mohon banget sama lo." Desak Cici yang sambil terus memohon kepada Jimmy.
Jimmy yang terlihat tidak terganggu melepas pelan tangan Cici dari lengannya. "Jangan di terusin, lo bisa dalam bahaya. Mereka bukan perkumpulan biasa, Ci."
"Darimana lo tau?"
Jimmy tampak menggeraskan rahang pipinya menahan emosi. "Karena orang yang berusaha ngulik tentang itu pada gak ada yang selamat. Salah satunya mama gue."
Cici membulatkan matanya tidak percaya dengan ucapan Jimmy. Ternyata reporter yang merupakan pengeskpos nama perkumpulan itu, sudah meninggal.
Mamanya Jimmy, Andira Kirana, ternyata sudah meninggal. Itu semua karena beliau mengulik informasi perkumpulan rahasia itu.
"M-maaf, Jim. Gue gak tau." Sesal Cici yang merasa telah membuka luka lama Jimmy yang mungkin sempat ia lupakan itu. Rasa bersalah mulai muncul di benaknya.
Jimmy menggelengkan kepalanya, "gakpapa, Ci." Ucapnya sambil mencoba tersenyum.
"Beneran?"
Jimmy mengangguk, "gue balik ya. Kayaknya udah gak ada yang perlu dibahas lagi." Jimmy tampak berjalan kearah Cici lalu memeluknya.
Cici yang terkejut dengan pelukan itu hanya diam saja. Namun, selang beberapa detik Jimmy melepaskan pelukan itu lalu mengacak pelan rambut Cici sambil tersenyum.
"Gue balik ya." Ucap Jimmy setelahnya.
Cici tidak meresponnya, ia hanya melihat Jimmy pergi sampai tidak terlihat lagi. Entah kenapa kakinya saat ini melemah.
"Huh?" Cici tampak frustasi akan sesuatu.
Apa yang sebenarnya terjadi?
***
Jimmy melajukan motornya hingga kecepatan 80km/jam. Sering kali dia juga memotong jalan dari kendaraan yang ada didepannya. Terlihat wajah kesal dan marah menjadi satu.
Harusnya clue yang gue kasi sudah bisa lo cari jawabannya, Ci. Batin Jimmy dalam hati.
Cici sudah tiba dirumah dan langsung masuk kekamarnya. Dia terlihat sangat lesu, seperti orang yang baru saja kehilangan harapan hidupnya.
Cici merebahkan tubuhnya diatas kasurnya, kilas balik kejadian di kafe tadi mulai kembali muncul di hadapannya.
Saat dimana Jimmy memeluknya, ternyata itu bukan hanya pelukan biasa. Jimmy sengaja memeluk erat Cici dan menenggelamkan wajahnya ke pundaknya untuk memberikan informasi penting.
"Maaf lo jangan panik, ini gue lakuin karena seperti ada yang mata-matai kita sejak tadi.."
"...Bukan Oikogéneia kata kunci yang harus lo cari. Aurora - Vernon Ritcher - Human traficking. Lo akan tau nanti harus jumpai siapa setelah itu."
Bukan hanya karena mendengar bahwa mereka sudah dimata-matai yang membuat Cici ketakutan.
"Human traficking? Apa-apaan dengan kata kunci itu?" Cici bermonolog pada dirinya sendiri.
Sepertinya perkumpulan itu memang sangat berbahaya. Mereka harus berhati-hati.
-----
Thanks for your support!
Love you guys <3
YOU ARE READING
AURORA♕[ON GOING]
Teen Fiction⚠️FOLLOW SEBELUM BACA!!!⚠️ Takdir memang suka bermain dengan kehidupan, seperti takdir Cici yang bertemu kembali dengan Divo diwaktu yang tidak disangka. Mereka kembali bertemu dan masih dihantui oleh masa lalu yang kelam. Divo berusaha mencari seb...
♕Twenty One♕
Start from the beginning
![AURORA♕[ON GOING]](https://img.wattpad.com/cover/60544432-64-k75216.jpg)