Part 13 - Apology

4.1K 97 5
                                    

"Rosa, bisakah kita berbicara sebentar?" tanya Ravi yang tiba-tiba menghampiriku di Ling & Liu Company.

"Apa lagi yang ingin dibicarakan? Pembicaraan antara kita berdua sudah selesai tujuh tahun silam." jawabku datar.

"Hanya sebentar saja Ros. Aku mohon. Karena aku dan yang lain harus kembali ke Indonesia besok siang."

"Sepenting itukah berbicara denganku? Sehingga anda harus repot menemuiku disini."

"Ini sangat penting Ros. Please!" pinta Ravi dengan tatapan penuh harap.

Sepertinya Ravi sangat berusaha agar aku mau meluangkan waktuku sebentar saja untuk berbicara dengannya.

Padahal aku sudah sangat berusaha untuk tidak berkomunikasi lagi dengannya tetapi justru dia sendiri yang mengacaukan segalanya.

"Baiklah, tapi hanya sebentar saja. Saya masih ada urusan lain."

"Apakah kita berbicara disini atau di cafe seberang? Kamu sudah lunchkah?" tanya Ravi.

Aku memutar kedua bola mataku  "Tentu saja disini. Saya tidak punya banyak waktu. Cepatlah katakan apa yang ingin anda bicarakan!"

Ravi terlihat sedikit kaget dengan pernyataanku barusan, sepertinya ia tahu kalau aku benar-benar tidak merasa nyaman saat ini.

"Aku hanya ingin meminta maaf padamu Rosa atas semua kesalahanku tujuh tahun silam. Aku tidak meminta kamu untuk memaafkanku, aku mengatakan ini agar tidak ada lagi perasaan mengganjal di dalam hatiku." ucap Ravi dengan senyum tulus yang menghiasi wajah tampannya.

Senyuman itu yang akhirnya dapat aku lihat dan bisa diberikannya padaku tanpa paksaan. Tujuh tahun silam, Ravi tidak pernah menunjukkan senyum tulusnya untukku, hanya senyum keterpaksaan yang selalu ditunjukkannya padaku.

Melihat senyuman tulus tersebut, tiba-tiba saja ada perasaan hangat yang hinggap di hatiku.

Akupun menghela nafas berat dan kemudian berkata "Saya sudah memaafkan semuanya Rav dari tujuh tahun silam dan kenangan itu semua sudah saya tinggalkan di Indonesia. Jadi, terima kasih sudah membuat saya mengerti bahwa tidak semua orang layak untuk diperjuangkan."

"Benarkah Ros? Apakah saat ini secuil perasaan padaku pun sudah tidak ada lagi?" tanya Ravi mencoba memastikan.

"Bukankah sudah saya katakan barusan bahwa saya sudah meninggalkan semuanya di Indonesia tujuh tahun yang lalu termasuk perasaan saya yang sia-sia terhadap anda. Sudahlah Tuan Ravindra yang terhormat saya harus segera pergi sekarang."

"Jadi benar-benar sudah tidak ada lagi kesempatanku?" tanya Ravi kembali.

"Kesempatan yang bagaimana? Rav, please! Semuanya sudah selesai. Saya harap anda selalu bahagia. Saya permisi." usai mengucapkan kalimat tersebut, aku segera beranjak pergi darisana dan mempercepat langkahku menuju mobil.

Sesampainya di dalam mobil, aku menghela nafas lagi, kupejamkan mataku mencoba untuk menguatkan hatiku. Air mataku menetes tanpa bisa kutahan lagi.

"Kenapa harus seperti ini Tuhan? Kenapa aku harus merasakannya lagi? Ini salah. Ini nggak boleh. Dia bahkan akan menjadi seorang ayah. Kenapa move onku tidak berhasil juga Tuhan? Apa yang harus aku lakukan?" aku berbicara sendiri di dalam mobil sambil terus menangis.

Dari dalam mobil tiba-tiba aku melihat sosok yang baru saja bertemu denganku tadi berjalan ke arah parkiran di seberang dan segera menuju mobil Maserati Ghibli berwarna Grey yang sepertinya dikendarai oleh seseorang yang tidak kukenali.

Saat mobil mulai melaju, spontan aku menundukkan kepalaku agar tidak terlihat dari depan.

Sepeninggal Ravi dan mobilnya, tangisku kembali pecah, aku bahkan tidak bisa mengendalikan sesenggukanku yang semakin menjadi.  Sungguh miris kehidupan percintaanku.

Look at Me, PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang