SEMBILAN

4.7K 452 3
                                    

Vote dulu yuk cintaa



Pagi ini Amora sedang sibuk didapur. Setelah menjual perhiasaannya dan mendapatkan uang, ia langsung membeli beberapa bahan yang sekiranya dibutuhkan.

Tangannya dengan cekatan mencampurkan berbagai bahan kedalam mangkuk. Wajahnya sudah serupa tuyul, putih semua berkat tepung yang mengenai hampir seluruh wajahnya.

Tercium aroma khas dari cookies yang biasa ia buat bersama Mamanya dahulu.

"Kok jadi kangen Mama?"

Dengan segera tangannya mengambil cookies didalam panggangan. Visual seloyang cookies itu terlihat menggiurkan. Aromanya yang khas ditambah warna coklat cantik membuat siapa saja yang melihat tergoda untuk mencobanya.

"Aromanya enak, kau buat apa?"

Amora melihat Arunda melangkah kearahnya. Tatapan mata Arunda mengarah pada kue buatannya.

"Aku buat cookies! Kau ingin coba?" Tanya Amora semangat dan dijawab anggukan kepala dari Arunda.

"Ini enak, lebih enak daripada cookies yang dijual dipasaran." Puji Arunda.

"Lebih enak lagi jika kau memakannya sambil minum kopi disore hari."

"Ya itu benar. Lain kali akan kucoba jika ada waktu luang." Balas Arunda seadanya.

"Sok sibuk sekali manusia setan ini." Cebik Amora dalam hati.

"Kira kira dimana tempat yang cocok untukku berjualan?"

Arunda berpikir sebentar.
"Bagaimana jika kau jual ditoko salah satu temanku?"

Amora mengangguk pelan.

"Juminten." Pangillnya pelan.

Arunda menengok.

"JIAKKHH KAU MENGAKUI BAHWA NAMAMU JUMINTEN?!"

"DIAMLAH BODOH!"

BUGH BUGH BUGH

"ADOH!"

***

"Aih Juminten. Aku wedi, piye iki? Alah tremor su!" Panik Amora seraya mencengkram kuat lengan Arunda.

"Diamlah bodoh! Jangan membuatku malu ditengah banyak orang seperti ini!" Peringatnya galak.

"Dan berhentilah mengucapkan kata kata yang tidak kumengerti." Lanjutnya lagi

Amora memutar bola matanya malas.

"Masih lama gak sih?" Tanya Amora memelas.

"Diam dan ikuti saja aku."

Walaupun sudah kesekian kalinya Amora mengunjungi pasar namun ia masih merasa was was. Jujur saja ia belum berani keluar tanpa memakai tudung dikepalanya. Rambut Amora masih berwarna abu abu keperakan, tolong ingatkan Amora untuk segera mewarnai rambutnya menjadi warna lain!

Langkahnya terhenti ketika melihat Arunda berhenti disalah satu toko bunga. Aroma berbagai bunga tercampur menjadi satu membuat hidungnya terasa terbang.

Ia dan Arunda memasuki toko yang bertuliskan My Flowers. Aroma bunga memasuki indra penciumannya. Jika masuk kedalam toko aroma bunga lebih menyengat, namun tak membuat sakit dihidung.

"Oh, Arunda kau sudah datang. Kemarilah sini!" Sapa seorang lelaki dengan rambut berwarna oranye.

"Eh, katanya di Kekaisaran Victory rata rata berwarna hitam dan coklat, kok ini warnanya beda? Jangan jangan-" Suara hati Amora terhenti ketika lengannya disenggol oleh Arunda.

"Eh apa apa?" Tanya Amora bingung.

Arunda mengarahkan dagunya kedepan. Bermaksud menyuruh Amora memperkenalkan dirinya.

"Siapa namamu nona manis?" Tanya lelaki berambut oranye yang tiba tiba berada didepannya

Eh, bagaimana ini?
Jujur bahwa namanya Amora atau memilih nama lain agar identitasnya tersamarkan?

***

Suasana tegang di dalam ruang kerja Duke Phillip menjadi pertanyaan dibenak Steve. Sebenarnya apa yang terjadi pada ayahnya? Dan kenapa Kakaknya malah jadi ikut diam? Dan kenapa mereka dikumpulkan disini?

"Ayah kenapa memanggilku?" Tanyanya sedikit menyembunyikan rasa takutnya.

Steve sangat membenci pelajaran seni berpedang dan seni bela diri! Dan tiga hari berturut turut ia membolos pada kedua jam tersebut, dan ayahnya mengetahui hal itu. Sudah pasti hukuman sedang menanti dirinya.

"Semoga Ayah tak berniat menghukumku." Doanya dalam hati walaupun hal itu sangat mustahil dikabulkan.

Tatapan Duke mengarah kedepan dengan tajam. Suasana disekitar ruang kerjanya menjadi tegang, bahkan sebagian wajah pelayan menjadi pucat pasi disertai keringat.

"Gadis itu melarikan diri." Ucapnya tajam.

"Oh." Jawab Steve singkat.

"Eh, apa tadi?"

"Gadis pembunuh itu melarikan diri? Tapi bagaimana bisa ayah?" Tanya Steve panik.

Edward yang mendengar hanya diam. Namun didalam manik matanya terpancar aura mengerikan. Semua orang disana mengetahui bahwa Edward sedang menahan gejolak amarahnya.

"Bukankah mengasingkannya diwilayah yang berbeda dari Kerajaan Erland membuatnya sulit untuk bergerak barang sedikitpun?" Ucap Steve bertanya.

"Bagaimana bisa dia kabur dari sana?" Tanya Steve lagi.

Duke menggeleng pelan. Masih memikirkan bagaimana cara gadis pembunuh itu melarikan diri. Tapi tunggu, bukankah sebulan yang lalu gadis baru saja sadar dari tidurnya yang lebih dari dua bulan lamanya?
Bukankah harusnya ia mati?

"Duke Phillip mempunyai seorang putri? Harus kulaporkan pada tuan sekarang juga."



















Ehehe
Akhirnya Gemii up lagi
Vote dan komennya kawand ku cintakuu♡

Sehatt buatt kleann♡

AMORA Where stories live. Discover now