PROLOG

154 43 54
                                    

23.47

Gadis yang memakai piyama berwarna navy dengan corak bunga itupun lantas mengerutkan keningnya kala mendengar suara ringisan dari kamar sebelahnya.

Itu kamar milik Ayahnya.

Dengan cepat ia mengibaskan selimut yang membungkus tubuhnya dan melempar novel--yang tengah dibacanya--ke atas kasur begitu saja.

Berlari cepat keluar dan segera mengetuk pintu kayu yang berwarna kecoklatan itu.

Tok... tok... tok...!!

Tidak ada jawaban lantas dirinya panik setengah mati kala mendengar gumaman tak jelas dari dalam sana.

Tanpa menunggu lama, gadis itu segera masuk. Biarpun dikata tidak sopan--karena memasuki kamar orangtua tanpa seizin pemiliknya--ia tidak peduli. Dirinya sudah terlanjur panik setengah mati.

"Ayah?!"

Seorang pria--yang dimaksud 'Ayah' oleh gadis itu tengah terbaring di atas kasur dengan pelipis yang penuh dengan keringat, tubuhnya bergerak gelisah serta diiringi dengan ringisan kecil.

Tangan gadis itu bergerak menyentuh tangan Ayahnya, hendak membangunkan pria itu. Pikiran buruk memenuhi kepalanya.

"Ayah jangan seperti ini, Sasa takut."

"Jangan!"

Gadis itu sontak terkejut kala mendengar teriakkan dari Ayahnya tersebut sambil menggeleng. Ia menatap Ayahnya, lalu mengusap lembut kening pria itu.

Demam.

Gadis itu lantas berjalan tergesa keluar kamar untuk menyiapkan kompresan. Setelah beberapa menit, ia kembali dan memeras handuk kecil tersebut lalu meletakkannya dengan perlahan pada kening sang Ayah.

"Ayah, tenang ayah. Sasa disini bersama ayah." Gadis tersebut menatap sedih pada ayahnya yang terus bergerak gelisah.

"Jangan! Jangan ambil anakku!"

Gadis itu ikut menangis kala melihat air mata keluar membasahi pelipis pria itu dengan mata yang terpejam.

"Apa Ayah tengah bermimpi buruk?"  tanyanya pada diri sendiri, ia lantas mengusap-usap lengan sang ayah bertujuan agar menenagkan pria itu.

"Kenapa ... kenapa kamu kembali hah?!" Napas pria itu terlihat berderu kencang, membuat gadis di depannya mencengkram erat lengan sang ayah, supaya terbangun dari mimpi buruknya.

"Bangun, Ayah. Sekali lagi jangan seperti ini, Sasa takut." Setelahnya, gadis itu tak berhenti melafalkan do'a.

"Nggak! Jangan!!"

"Ke mana saja kamu selama ini membiarkan kami terlantar?!"

"Tidak akan aku biarkan kamu mengambil anakku, Nay! Kamu sudah menolaknya sejak hadir! Biarkan... biarkan hiks malaikat kecil ini yang menemani hidupku hingga masa tua..."

Deg.

Hatinya merasa tertusuk ribuan sesuatu yang tajam mendengar seruan yang keluar dari mulut Ayahnya itu tanpa keadaan sadar.

Ia menggeleng pelan. Tidak mungkin, 'kan?
Malaikat kecil yang di maksud itu... bukan dirinya, 'kan?

Berawal dari kejadian itu, ia mulai mencari potongan-potongan bukti kecil untuk menjadikannya suatu pernyataan yang benar yang mau tak mau harus bisa di terimanya.

Andaikah ada kejadian di masa lalu yang tentu tidak diketahuinya itu, menimbulkan dampak besar yang menemaninya tumbuh dewasa sampai saat ini?

Lantas apa?

***

"Bintang, bolehkah aku menyerahkan semua impianku padamu? Karena tak bohong, raga ku lelah untuk menggapainya. Mimpiku, ku persembahkan padamu bintang yang bersinar. Apa mungkin benar, aku memang tidak berhak untuk mendapatkannya?"

-Ayesha Gabriella🥀

•••

Judul : Unspoken Love
Written originaly by : orangesunset18
Mulai : senin 5 februari 2024
Tamat : ?

•••

Gimana nih, setelah baca prolog cerita ini?

Bikin penasaran?

Biasa aja?

Mau lanjut?

Atau enggak?


Komen yaa!!
Sampai ketemu di part selanjutnya⚘👋🏻

Unspoken Love (Ayesha Gabriella)Where stories live. Discover now