Prolog

1.2K 145 14
                                    

Tidak ada hal yang tidak bisa Jaejoong dapatkan, apa saja yang diinginkannya pasti akan dikabulkan oleh orang tuanya. Ia selalu dimanjakan sejak masih kecil, barangkali karena ia adalah putri tunggal keluarga Kim satu-satunya. Ya, ia kerap kali di panggil Princess Kim oleh sebagian orang atau juga itu memang nama panggilan melekat untuknya.

Kamar milik wanita yang baru saja lulus kuliah itu besar, dengan barang mewah mengisinya, isi dari walk in closetnya yang besar dan bisa dijadikan ruang untuk dikontrakan pun terisi barang branded mulai dari hal remeh hingga hal besar. Bukankah dari segi itu sudah menunjukan betapa sangat kaya dan dimanjakannya Kim Jaejoong oleh orang tuanya.

Karena terlalu dimanjakan mungkin Jaejoong tumbuh menjadi pribadi yang melakukan apa saja sesuai keinginannya. Dahee-ibu Jaejoong, mendapat kabar bahwa Jaejoong memprovokasi sebuah keributan pada restoran. Jujur, Dahee sendiri tidak mempermasalahkan sikap anaknya yang sedikit arogan dan congkak, toh wajar karena mereka adalah kelas konglomerat. Akan tetapi, baru-baru ini media cukup mencari-cari kesalahan keluarganya. Jika hal ini bocor, maka image mereka mungkin akan tercoreng dan masyarakat akan menilai jauh dari sebelumnya.

Mendesah, Dahee menatap suaminya, Kim Namgil. Ia tahu saat ini Namgil sedang berusaha keras untuk mencari cara agar Jaejoong tidak membuat onar ke depan. Ia segera duduk di sebelah suaminya pada sofa di ruang tengah, memegang tangan Namgil dan Dahee memandang pria itu dengan penuh harapan.

"Kita memang tidak bisa membiarkan Jeje terus menerus membuat masalah di Korea, apa aku harus mengirimkan ke luar negeri?" Namgil bertanya dengan suara lembut namun jelas ada nada tegas di sana.

Mendengar kata luar negeri, Dahee menggeleng dengan cepat. Ibu mana yang rela dipisahkan dari anak satu-satunya, ia sudah dipisahkan dari Jaejoong ketika anaknya itu kuliah di luar negeri, sekarang baru kembali Jaejoong ingin dikirim lagi ke sana? Tidak, Dahee tidak mau. Ia ingin bersama anak semata wayangnya, bahkan ia sudah menentukan persyaratan untuk calon menantunya kelak, bahwa pria yang akan menikahi Jaejoong akan tinggal di mansion mewah keluarga Kim, meski pria itu lebih kaya dari mereka atau sebelumnya bermukim di luar negeri.

"Jangan lakukan itu, Pa. Aku tidak mau Jeje jauh dari kita, bukankah akan mudah jika Jeje dalam pengawasan kita?" Dahee berusaha agar keputusan suaminya mengirim anak mereka ke luar negeri batal.

"Kalau begitu, kau harus mendukungku dengan keputusan yang akan aku ambil, ini adalah jalan terbaik untuk putri kita!" Namgil sudah memiliki gagasan untuk hukuman sekaligus pelajaran yang akan diberikan kepada Jaejoong.

Sedikit ragu, tapi apapun itu selain ke luar negeri Dahee akan setuju. "Baiklah, aku akan mendukungmu selagi itu tidak ke luar negeri."

"Bagus, sekarang panggil Jeje, aku akan mengatakan hukuman apa yang pantas untuk putri kecil kita!" ujar Namgil, ia sudah bulat dengan keputusan mengenai hukuman yang akan diberikan kepada Jaejoong.

Dahee mengangguk, ia segera mendekat kepada asisten rumah tangga dan meminta agar dipanggilnya putri kesayangan mereka. Tak berapa lama setelah ia meminta dipanggilkan Jaejoong, sang anak muncul dengan wajah yang menurut Dahee sangat menggemaskan, walau bagaimana juga, Jaejoong masih berusia di awal dua puluhan, ia berharap suaminya tidak memberikan hukuman berat karena masalah itu.

"Aku tidak salah Ma, Pa! Aku hanya-"

"Duduk dahulu Kim Jaejoong!" sela Namgil dan seketika sang anak langsung menurut dengan wajah terlihat takut. Ya, Jaejoong tidak akan berani membantah ucapannya sekalipun ia sering memanjakan anak itu, namun rupanya memarahi Jaejoong dengan tegas juga tidak pernah ia lupakan.

"Jeje benar-benar tidak salah Pa, dia mengejek Jeje lebih dahulu, jadi-"

"Apapun itu permasalahannya, kau tetap yang dipandang paling buruk, Je. Orang tidak akan mau tahu dari mana akar masalah berasal, karena alasan itu Papa sudah membuat keputusan untukmu," ujar Namgil dan menatap lekat, Jaejoong.

Sejenak, Jaejoong terdiam. Kemudian, ia melirik ke arah Dahee, meminta pertolongan agar sang ayah tidak menghukum dengan berat. Tetapi, ibunya malah mengangguk dan membuat Jaejoong hendak menghentak kakinya dengan manja.

"Dengarkan Papa," Namgil menatap lekat Jaejoong, ia menggeleng pelan memahami gelagat dari sang anak. "Ini tidak akan sulit Je, Papa yakin kau bisa!"

"Apa? Tidak boleh keluar rumah?" Jaejoong menyambar, ini adalah hukuman yang dikatakan orang tuanya tidak sulit, tapi berbanding terbalik dengannya.

"Tidak, nak! Kau bukan remaja lagi, kali ini Papa ingin kau melamar pekerjaan dimana saja, bekerja dengan baik dan menghasilkan uang sendiri, Papa dan Mamamu tidak akan memberikanmu uang seperti biasanya, hanya uang saku selama kau pergi bekerja, ah juga kau tidak boleh membawa mobil manapun, Pak Ahn akan mengantarmu dan kau bisa kembali menggunakan transportasi umum!"

Jaejoong tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh sang ayah? Apa itu benar? Astaga, bukankah ia calon pewaris tunggal J-One Group? Mengapa ia disuruh susah-susah bekerja sementara ayahnya salah satu orang berpengaruh dalam bidang pertumbuhan ekonomi Korea? Ia menatap ibunya, tetapi sang ibu pun terlihat sama dengannya, terkejut hingga tak bisa berkata-kata.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.

Bikin yang fluffy" dulu, berat kalau harus berat mulu 🤣🤣🤣 .

.
.
.

Princess In LoveWhere stories live. Discover now