Lagipula efek dari obat bius tadi tidak memakan waktu lama, biasanya hanya sekitar 15 menit. Sekarang sudah 14 menit sejak Tamara tidak sadarkan diri. Tersisa 1 menit lagi sampai gadis bodoh itu sadar.

Elvin sudah sangat tidak sabar. Bahkan ia sudah bertanya-tanya di otaknya, apakah jeritan Tamara akan merdu atau tidak.

"Enghh...."

Pergerakan dari tubuh Tamara menarik atensi Elvin. Bibir Elvin tersenyum ketika melihat Tamara seperti hendak memegang kepalanya yang pusing namun sayang, tangannya terikat. Ketika keduanya bertemu pandang, Tamara segera mengerutkan kening.

"Ke-kenapa gue diiket?" tanyanya dengan suara serak dan linglung. "Kapan kita lakuin itunya Vin?"

Elvin mendengus. Jalang tetaplah jalang, di kondisi apapun tetap saja yang gadis bodoh itu inginkan adalah kepuasan seksual. Mungkin jika Elvin adalah psikopat bejat pada umumnya, ia akan sukarela melakukan making love dengan Tamara. Sayangnya ia adalah psikopat tidak normal. Ia tidak suka melakukan hal menjijikkan seperti itu, bahkan cenderung jijik.

Lagipula untuk apa bersetubuh? Tidak ada seru-serunya. Elvin pikir, memutilasi orang secara hidup-hidup lebih seru ketimbang memadu kasih secara membabi-buta layaknya orang gila.

"Idiot!" maki Elvin sambil menyeringai. "Lo pikir gue mau nyentuh tubuh lo? Ngotak lah tolol! Tubuh lo itu udah bekas dan gue jijik barang bekas!"

Tamara melotot tak percaya. Memang benar ia sudah tak perawan. Namun, diperjelas seperti itu oleh orang yang ia suka adalah sesuatu yang tidak bisa didefinisikan lagi. Rasa sakit ini terlalu menusuk, sampai-sampai air matanya luruh.

"Gak usah nangis," jengah Elvin sambil memutar kedua bola matanya. Tangannya mengangkat garpu, menodongkannya di depan wajah Tamara, memperhatikan bola matanya. "Boleh gue congkel mata lo?"

"Ma-maksud lo apa Elvin?!" jerit Tamara ketakutan. "Setelah lo nipu dan hancurin hati gue, sekarang lo mau bunuh gue?"

Elvin menghela napas. "Bukan, gue gak bunuh lo. Tapi, gue mau bola mata lo buat koleksi di toples gue." Elvin menunjukkan toples berisi bola mata yang memenuhi setengah dari isi toples tersebut.

"Akh!!!" Tamara menjerit ketakutan. "Lo psikopat! Gue sumpahin lo kena azab!"

"Berisik!" hardik Elvin yang sudah sangat jengah. "Lo juga bakalan kena azab sebagai lonte."

Tanpa aba-aba Elvin langsung menusuk paha Tamara menggunakan garpu. Membuat gadis itu menjerit dan mengagetkan burung-burung yang ada di sekitar.

Tanpa ampun Elvin terus menghujamkan garpu itu ke sepenjuru tubuh Tamara, menyisakan lubang kecil yang terus mengeluarkan darah. Elvin cukup puas mendengar jerit kesakitan dari gadis jalang ini. Betapa menyenangkannya menyiksa seseorang. Ah, sudah lama ia tidak mendengar jeritan seseorang. Kini jeritan Tamara bak nyanyian surga yang membuatnya terelaksasi.

"Akhhh.... Akh....!!!"

"Ampun!!! Tolong!!! Akhhh!!!"

Sayangnya Elvin mengacuhkan itu, ia terus menggoreskan luka di tubuh Tamara, menghindari daerah vital karena tidak akan seru jika korban dalam keadaan mati. Tidak ada sensasi yang menegangkan dan membakar jiwa seperti saat ini.

Tamara terdiam, suaranya serak dan habis. Sekujur tubuhnya dipenuhi rasa sakit. Matanya menatap kosong pada langit, terlalu lelah berteriak. Tak ada satupun orang yang menolongnya dan harapannya sudah pupus. Kini ia menerima nasibnya yang akan tewas di tangan laki-laki yang dia sukai, namun ternyata laki-laki itu adalah psikopat sinting. Betapa sialnya dia.

Elvin yang tidak mendengar teriakan gadis itu segera mengangkat wajahnya, memandang Tamara. "Kenapa berenti teriak? Ayo dong teriak lagi!" titah Elvin sambil menendang pinggang Tamara. Namun tubuh tersebut hanya diam.

"Ah, gak asik!" dengus Elvin. "Gue jadi gak mood lagi."

Remaja laki-laki itu langsung membuang garpunya secara asal. Mengambil tasnya, lalu segera pergi dari sana. Meninggalkan Tamara yang sekarat kekurangan darah.

Sampai beberapa jam kemudian, Tamara ditemukan oleh tukang kebun sekolahan dan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Syukurnya nyawa gadis itu tertolong, tapi tidak dengan jiwanya yang terguncang.

Tidak seperti Tamara yang beruntung, Elvin sama sekali tidak beruntung. Setelah kondisi Tamara membaik, gadis itu segera menceritakan semuanya. Tak bisa mengelak, dengan sukarela Elvin menerima nasibnya yang harus dikeluarkan dari sekolah.

Tetapi untuk tuntutan kasus penyiksaan, siapa yang berani menyentuhnya? Pihak kepolisian tidak ada yang ingin berurusan dengan keluarga Wilson. Memang uang adalah alat paling bagus untuk menutup sebuah kasus.

******

Gue lagi stress sama tugas dan UAS, mana gak ngerti akuntansi pula :)
Apalagi bahasa arab :)

Jadi ini bentuk pelampiasan stress gue :( I hope you all guys enjoy!

Ini cuma cerita ringan, yg gak banyak konflik, karena guenya lagi stress.

Untuk Kang Begal gue unpub dlu, lagi direvisi. Tenang, nanti kalo udah kelar gue publish lagi, gak jauh beda sih cuma ada penambahan bab aja di sekitar bab 35an, di part Ravin sama Satya tiba2 jadian. Karena menurut gue itu aneh banget.

Gue aja bingung kenapa mereka tiba2 taken, kenapa ya gue sampe blunder gitu wkwk.

NOTE : YANG PAHAM AKUNTANSI, BAHASA ARAB, BAHASA INGGRIS, KERJAIN TUGAS GUE PLEASE!!😭😭😭

IN-SANITYWhere stories live. Discover now