Asal bahagia - 26 Juli 2021

9.7K 1.3K 230
                                    

Budayakan follow sebelum baca~

Happy reading! 🤍

•••

"Karena sudah kelas dua belas, kalian sebaiknya lebih fokus lagi di pembelajaran untuk mempersiapkan ujian sekolah dan ujian masuk perguruan tinggi bagi yang ingin memasuki universitas setelah lulus nanti. Itu saja pesan saya sebagai wali kelas kalian. Sampai ketemu di mata pelajaran saya."

"Terimakasih, Bu!"

Bu Nada-guru matematika wajib yang sekarang menjadi wali kelas kami-pun keluar dari ruangan. Membuat sebagian dari kami menghela nafas lega seraya mengusap dada karena daritadi tegang mendengar penyampaian guru yang terkenal killer itu.

"Apes, nih, dapet Bu Nada." celetuk Ale di meja belakang. Ia menolak duduk di samping jendela seperti kelas sebelas lalu karena sekarang posisi kami berada di gedung depan yang kelasnya berhadapan langsung dengan ruang guru. Tentu menjadi ancaman untuk Ale dan kawan-kawannya yang sedikit-sedikit mengoceh.

"Tadi Bu Nada udah ngelirik kita pas keluar kelas. Kayaknya udah ditandain, dah."

"Yaelah, jadi pen pindah ke kelas sebelah." balas Ale pada temannya.

Koridor kelas dua belas lagi-lagi pembagiannya sama seperti kelas sebelas. Gedung atas berisi kelas Ips 1 sampai Mipa 4, gedung bawah berisi kelas Mipa 5, Mipa 6, dan ruang guru, lalu Mipa 7 beda sendiri bergabung dengan gedung anak kelas sebelas karena sudah tak ada ruang lagi di gedung depan.

Nayya tentu senang karena ia bisa melihat Heru setiap saat ketika keluar dari kelas seperti dulu. Sedangkan aku, yah antara senang dan tidak senang.

Kalau diingat-ingat ini sudah sebulan dari kejadian di tempat les lalu. Aku tak pernah bertemu Radipta lagi setelah itu di tempat les. Sepertinya ia ada di Jakarta sepanjang libur kenaikan kelas.

Semua temanku tidak menyangka kalau Radipta akan tertimpa musibah sebesar itu ketika ku ceritakan. Sikap mereka mulai melunak perlahan. Pun ku dengar Nayya menchatnya duluan untuk mengucap belasungkawa.

"Nanti jajan di depan, yuk!"

Kami berenam sekarang tengah duduk melingkar dan memainkan ludo online memakai ponsel Nayya. Harusnya pelajaran sudah mulai, tapi ya seperti biasa, guru-guru seringkali telat masuk kelas padahal sekarang posisi ruang guru dengan kelas kami sangat dekat.

"Emang boleh?" Adhia menyaut ajakan Nayya.

"Ya kalo bilang guru gak diizinin, lah. Ngumpet-ngumpet aja."

"Ngeri gak, sih? Apalagi ruang guru deket. Takut ke-gep." ujar Nisha antisipasi.

"Nitip Ale aja." celetuk Puspa seperti biasa yang apa-apa maunya gampang.

Aku tertawa. "Ale suruh beliin jajanan buat enam orang. Gimana ngumpetinnya?"

Kayla menggeleng. "Jangan, deh. Ale gak terpercaya."

Walaupun Kayla anggota OSIS, ia sama saja seperti siswa pada umumnya yang ingin bandel sesekali.

"Heru katanya sering jajan keluar gak pernah ke-gep." Nayya melirik kelas sebelah yang terbatasi tembok. "Apa nitip dia aja, ya?"

"Kalo sendirian kasian juga, Nay," balas Nisha.

"Biasanya kan berempat dia." Nayya melirik ponselnya. "Kay, Kay! Jangan majuin yang itu plis ada punyakuu."

"Sorry, Nay," kekeh Kayla setelah dengan tega membuat pion Nayya kembali masuk kandang.

"Emang Radipta masuk?"

Satu Cerita Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang