Hilang begitu saja - 11 Juni 2021

10.2K 1.4K 488
                                    

Budayakan follow sebelum baca~

Happy reading! 🤍

•••

Rencana Nayya dan Puspa belum benar-benar terlaksana bahkan sampai hari ini.

Sudah lebih dari satu minggu waktu berjalan. Radipta kerap menyapaku bila kami tak sengaja bertemu di depan kelas, atau dimana pun itu.

Mungkin yang kalian harapkan adalah sapaan berupa ucapan, nyatanya tidak. Ia hanya mengangkat kedua alis, paling mending mengangkat tangan. Tanpa mengucap apa-apa.

Aku memaklumi itu karena sepertinya memang sudah wataknya sebagai pria malas bicara. Pun ku lihat ia jarang menyapa teman-temannya duluan. Jadi bisa dibilang ini suatu hal langka yang tidak bisa didapati semua orang.

Yah, pamer sedikit walaupun nyatanya kami tidak bisa lebih dari sepasang teman.

"Materi ini susah banget sumpah. Nangis aja kali, ya?"

"Belajarnya jangan sambil emosi. Harus pelan-pelan biar ngerti. Ya, gak, Kay?" ucap Puspa atas keluhan Nayya barusan.

"Betul!"

"Udah dari seminggu lalu aku pelajarin. Tapi gak masuk-masuk ke otak." Nayya menelungkupkan kepala di atas meja. "Kayaknya perlu diajarin Heru biar ngerti."

"Yeu, bucin!" seru Puspa lagi.

Nayya tertawa. Kini pandangannya tertuju padaku. Aku mengangkat alis karena ia tak kunjung mengalihkan pandangan.

"Udah bilang belom, ama si kucrut?"

Nisha tergelak. "Kucrut siapa lagi?"

"Radipta, lah." ia mengangkat kepala kembali. "Enek liat mukanya kalo lagi nyapa kamu. Cihh, apa coba maksudnya."

Aku menggelengkan kepala. "Belum. Lagian kita jarang ngobrol selain di chat. Kayaknya gak usah dilakuin, deh, rencana kalian."

Kayla mengangguk setuju. "Menurutku juga gak perlu. Cukup dihindarin aja sebisa mungkin."

"Ya udah. Ini kalian nomor 23 ada yang udah, gak? Aku kurang ngerti."

"Aku udah. Ada caranya juga, nih. Mau liat?" tawar Kayla yang mendapat anggukan dari kami semua. Padahal aku yang bertanya.

Selain menghindari Radipta, aku juga akhir-akhir ini seringkali menghindari pembahasan tentangnya bila teman-temanku bertanya. Karena ku pikir, semakin jarang mendengar namanya, semakin mudah juga pikiranku teralihkan.

Mungkin juga akan semakin mudah menghilangkan rasanya.

Ku harap.

•••

Karena ini hari jumat yang akan menjadi hari terakhir kami sebelum ujian kenaikan kelas senin nanti, jadi kami sengaja dipulangkan lebih cepat dibanding waktu biasanya.

Hari ini aku pulang bersama Nayya karena ia tak berani pulang sendirian bila membawa motor. Tapi karena ia tengah piket, jadi aku lebih dulu keluar kelas untuk sekedar memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang di bawah sana.

"Kantin masih buka, gak, sih, Nay?" tanyaku pada Nayya yang tengah menyapu lantai. Aku berdiri di depan pintu kelas, tak bisa masuk karena sudah memakai sepatu.

"Yang buka palingan kedai mie tektek doang."

"Tetehnya gak jual minuman, ya?"

"Kayaknya enggak," Nayya menunduk untuk menyapu bagian bawah meja yang susah terjangkau, ia melirikku dari sela-sela kaki meja. "Kenapa? Haus?"

Satu Cerita Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang