24ㅡ Damai

12 9 0
                                    

Meskipun Aeris mengajakku untuk berjalan-jalan, namun entah mengapa hati ku terasa tak nyaman. Jantungku terus berdegup dengan sangat kencang, aku merasa gelisah, aku merasa tubuhku berkeringat meski aku kini tengah berada di ruangan penuh AC. Hati ku seolah-olah berbisik bahwa ada yang tidak beres dengan firasat ku. Seperti Aeris pun menyadarinya bahwa aku merasa ada sesuatu yang mengganjal.

"Lo gapapa, Ra?"

Aku menggelengkan kepala ku sembari tersenyum kecil. "Enggak, gapapa. Mungkin tegang aja karena daritadi deg-degan mulu" jawabku. Meskipun sebenarnya ia tahu apa yang terjadi padaku, ia memutuskan untuk bungkam dan tak banyak bertanya mengenai hal ini. Ia hanya bisa menunjukkan ekspresi khawatirnya setiap kali melihatku.

Kring Kring!

"Laura!"

Refleks ku menoleh ke arah pintu masuk yang berada di belakangku. Daniel datang menghampiri ku dengan wajah yang penuh luka. Aku pun berdiri dan memapahnya ke kursi kosong sebelahku. Aeris bertanya, "Buset muka lo kenapa? Disengat tawon? Ketimpa semangka? Pipi lo bengkak berdarah gitu". Daniel menggelengkan kepalanya dan hanya bisa mengusap lukanya yang terasa sakit.

Play : Miley Cyrus - Angels Like You.

"Sini, biar aku bantu bersihin. Maaf ya kalo rasanya sakit atau cekit-cekit" ujarku seraya mengeluarkan salep, kapas, dan plester khusus. Dengan penuh hati-hati, aku mengusap salep khusus luka tersebut pada pipi kanan Daniel. Prosesnya memang agak lama karena aku sengaja melakukannya pelan-pelan agar ia merasa tak kesakitan.

Sesekali, terkadang aku melihat Daniel melirik ke arah Aeris. Mereka terlihat seperti berkomunikasi secara batin, meski entah apa yang mereka bicarakan. "Kamu kenapa bisa gini? Sampe ada yang bengkak sama lecet gini..." lirihku. Daniel menunduk tak menatap mataku, "Maaf... Maafin aku, Laura". Apa aku tak salah mendengar? Dia barusan... Dia memanggil nama ku, kan? Gaya bahasanya sama persis seperti pada saat kami pertama kali bertemu.

Ia melanjutkan, "Aku gak akan tau letak kesalahan aku dimana kalo seandainya gak ada orang yang negur aku. Harusnya aku gak sia-siain kamu, harusnya aku gak boleh seegois ini sama kamu". Aku masih terdiam dan mengobatinya, lidah ku terasa kelu untuk merespon segala ucapan yang Daniel lontarkan.

Karena faham akan situasi, Aeris pamit pulang kepadaku dan Daniel. "Aku akuin kalo aku cowok brengsek, aku mainin banyak perempuan tanpa mentingin perasaan kamu. Aku akuin ini semua salah aku. Tapi aku gak pernah bercanda soal perasaan aku ke kamu, Ra. Hingga saat ini juga, aku masih mencintai kamu" ujarnya. Setiap kalimat yang ia ucapkan membuat mata ku terasa panas, apa ini akan menjadi awal yang baru bagi kami berdua? Apa segala konflik yang kami rasakan akan berakhir disaat ini juga?

Setelah selesai, aku memasukkan peralatan P3K pribadiku ke dalam tas dan menghela nafas. Ku beranikan diriku untuk menatap ke arah Daniel untuk merespon segala ucapannya. Aku berkata, "Aku gak peduli soal semua itu. Aku gak peduli semua orang berkata aku bodoh karena mau bertahan sama cowok sebrengsek kamu, aku ga pernah ngeklaim kamu cowok bejat kayak gitu. Aku maunya kamu, aku sayangnya sama kamu, bukan sama yang lain. Aku sukanya Daniel, bukan yang lain".

Ku usap pipinya dengan lembut dan mengecupnya singkat sembari tersenyum. Aku merasa bahwa semua perjuangan ku untuk tetap bertahan dan membuktikan pada semua orang bahwa Daniel bukanlah pria yang jahat seolah terbalaskan tuntas. Aku merasa bahagia, ia akhirnya menyadari betapa aku tulus untuk mencintainya tanpa melihat masa lalunya ataupun label yang diberikan orang-orang kepadanya.

Bagiku, ia adalah pahlawan kedua setelah Ayahku. Jika saja pada saat itu aku tidak bertemu dengannya, mungkin aku tak akan jatuh cinta kepadanya. Hanya karena ia menolong ku ketika aku dipojokkan oleh sekelompok preman, aku langsung menyukainya. Benar, sesederhana dan secepat itu aku mencintainya.

[✓] Hourglass ¦¦ Mammon [Obey Me!]Where stories live. Discover now