14ㅡ Pembuktian

21 11 9
                                    

Keesokan harinya setelah aku pindah ke Devildom, Lucifer menyuruh Mammon untuk menemaniku berkeliling sekolah. Sejujurnya, aku masih merasa bersalah atas apa yang terjadi kemarin. Hari ini aku benar-benar harus meminta maaf kepadanya dengan baik. Aku tidak ingin hubungan kami merenggang karena hal ini.

Play : Boy Pablo - Sick Feeling.

Sebelum menghampiri Mammon yang tengah menunggu ku, aku menghela nafasku terlebih dahulu agar tubuhku terasa rileks dan siap untuk meminta maaf kepadanya. Ku tepuk bahunya dan menyapanya, "Hai? Udah nunggu lama kah? Maaf ya kalo tadi agak lama". Ia hanya menoleh ke arahku tanpa berbicara apapun. Bagaimana ini... Apa jangan-jangan ia masih marah kepadaku?

Mammon berjalan terlebih dahulu dan menjelaskan setiap ruangan dan sejarah bangunan dari RAD ini. Selama ia menjelaskan satu per satu setiap ruangan, aku hanya bisa diam dan menyimak dengan baik. Aku tak berani untuk memotong ucapannya, ku rasa lebih baik aku membicarakan kejadian kemarin saat kami sudah selesai berkeliling.

Saat aku melihat-lihat ke arah sekitar, mata ku tertuju pada Lucifer yang tengah menyusun buku di ruangan OSIS. Entah mengapa jantung ku selalu berdetak dengan kencang setiap kali aku melihat Lucifer. Sejak kedatangan pertama ku ke Devildom, ia terlihat mempunyai pesona yang tak dimiliki oleh siswa lainnya. Meskipun ia terlihat tegas dan sedikit menyeramkan, namun entah mengapa aku sama sekali tidak memandang dirinya sebagai sosok seperti itu.

"Liatin apa? Oh... Liatin Lucifer ye?" Seketika aku tersadar dari lamunan ku dan menoleh ke arah Mammon. Aku hanya bisa menunduk malu karena aku tertangkap basah tengah memperhatikan Kakaknya tersebut. Aku berkata, "Ah enggak, ini tadi tiba-tiba aja pengen ngelamun". Aku pun berjalan mendahului Mammon. Ia hanya tertawa dan menyusulku.

Sepertinya ini saatnya untuk meminta maaf kepadanya. "Eum... Anu... Aku minta maaf karena kejadian kemaren, aku bener-bener refleks karena kaget..." lirihku. Ia menoleh ke arah ku dan menghela nafasnya. Ia menjawab, "Gapapa, gue gak marah. Maaf juga karena gue tiba-tiba gak sopan nyelonong meluk lo".

"Sebenernya gue kemaren gitu karena gue kira lo adalah orang yang selama ini gue tunggu..."

Aku mengangguk mengerti dengan ucapannya. Pasti wanita itu adalah wanita yang selama ini ditunggu kehadirannya oleh Mammon, dia pasti sangat berarti. "Emang kamu udah nunggu berapa lama? Kenapa dia belum kembali?" tanyaku penasaran. Ia berujar, "Seribu tahun ini gue selalu nungguin dia balik kesini. Sebenernya dia udah reinkarnasi lagi dan ketemu gue, cuman gue milih buat relain dia".

Aku mengernyitkan dahiku karena merasa bingung. "Relain? Kenapa? Padahal kamu udah nungguin dia selama ini..." Mammon hanya bisa tersenyum dan menatap ke arah langit yang bertabur bintang. Dengan lirih ia menjawab, "Karena gue masih pengen ngeliat dia berumur panjang dan bahagia, meski bukan sama gue pun gapapa". Sejujurnya aku cukup tertegun dengan jawabannya yang terkesan bijak.

"Lagipula, cinta gak harus saling memiliki. Ngeliat dia hidup bahagia dan berumur panjang adalah salah satu impian gue. Mengikhlaskannya pergi adalah salah satu bentuk dari cara gue mencintainya," lanjutnya. Beruntung sekali wanita itu... Ia dicintai dengan tulus oleh pria baik seperti Mammon. Ku harap suatu saat nanti wanita itu bisa tahu mengenai perjuangan Mammon yang menunggunya kembali selama seribu tahun.

Mammon menghampiri sebuah kursi taman yang terlihat cantik dan mendudukinya. Aku memutuskan untuk duduk di sampingnya dan menyisakan jarak yang sedikit lebih jauh. "Kamu emang gak ngerasa sakit kalo ngeliat dia jatuh cinta sama orang lain?" tanyaku. Ia menunduk dan melihat ke arah rumput yang hijau segar.

Ia bergumam, "Bohong kalo gue bilang gue gak ngerasa sakit atau cemburu. Tapi ya mau gimana lagi... Lebih baik ngeliat dia berumur panjang dan punya pasangan baru dibandingkan dia milih sama gue tapi umurnya malah pendek". Aku menggelengkan kepala ku dan menangkup kedua pipi Mammon menggunakan kedua tanganku.

[✓] Hourglass ¦¦ Mammon [Obey Me!]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant