***

Sesampainya kami di apartement, Nathan hanya diam kemudian pergi keluar tanpa menoleh ke arahku, oh ayolah nathan jangan membuat ku semakin merasa bersalah. Aku terus mengikutinya hingga masuk kekamar kami.

Tetapi Nathan tetap saja diam dan menghiraukanku, persetan. Aku benar-benar tak tahan seperti ini.

"Nathan.. come on! Bicaralah padaku.. jangan mengabaikan aku seperti ini" teriak ku frustasi. Dia berbalik kearah ku, menatap ku dengan sorot matanya yang tajam.

"untuk apa?" nada dingin itu keluar dari mulutnya, oh god!

"baiklah aku minta maaf," aku mencoba untuk memasang wajah menjadi sesedih mungkin.

" aku tahu aku salah, aku tak bisa jujur kepada dirimu. Tapi please, beri aku waktu untuk bisa menerima dan terbuka pada mu."

"tidak perlu bila kau merasa terpaksa." Suaranya dingin dan Dia tak menoleh sama sekali kearah ku, ohh aku mulai geram dengan perilakunya yang seperti ini

Kutarik tangannya yang sedang berusaha melepas jam tangannya. Sekarang wajahnya berada didepan wajah ku, aku dapat merasakan hembusan nafasnya.

"aku. Mencintai mu. Nathan," ucapku tersendat-sendat. "tapi aku merasa, aku belum siap dengan semua ini."
Dia memalingkan wajahnya. Persetan.

Nathan menengok kearah ku sebentar, kemudian pergi berlalu meninggalkan ku. sekarang aku benar-benar merasa amat bersalah.

Tapi tadi aku mengatakan aku mencintai nya? Benarkah? Aku telah berhasil membuka hati ku? semoga kali ini aku melakukan hal yang benar.

Perasaan ku benar-benar random, apa yang harus ku lakukan sekarang? Baiklah jujur mungkin akan lebih baik.

Tapi bagaimana bila pengakuan ku itu membuat Nathan pergi meninggalkan ku disaat aku mulai dapat membuka hatiku kepadanya? Apakah aku siap?

Bagus, saat ini didalam benak ku ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat ku pecahkan, mungkin sebentar lagi Nathan akan mengirim ku rumah sakit jiwa. Baiklah sepertinya isi otak ku benar-benar harus di upgrade ulang.

'drtt..drrtt..drrtt..' 'drrrttt..ddrrrtt..drtt.."

"handphone sialan, dimana dia!" umpat ku kesal, ini pasti karena pikiran ku yang kacau. "kau mencari apa?" tiba-tiba Nathan datang menghampiriku, raut wajahnya masih sama seperti tadi, datar.

"handphone ku," kata ku sambil terus sibuk mencari nya. "kau meletakannya diatas sofa, lain kali nyalakan dering handphone mu." Ucapannya terasa dingin sekali ditelingaku.

"nathan kau mau pergi kemana?" cepat-cepat aku menghampirinya dan menarik tanganya saat dia hendak membuka pintu apartement.

"aku ingin berkunjung ke club RoseNight, ikut?"

Mendadak lidah ku menjadi kelu, nama itu, nama tempat yang disebut Nathan. Apa kah dia sudah mengetahuinya? Seketika kaki ku melemas.

"tidak," aku menjawab tanpa menoleh kearahnya, aku hanya menunduk tak berani menatap matanya.

"bersenang-senanglah" kemudian terdengar tombol pintu terbuka dan kembali tertutup.

***

Pukul 3 pagi tepat aku dibangunkan dengan suara derap langkah, aku yakin itu langkah Nathan. Aku tak bisa melihatnya, karena lampu kamar selalu ku matikan saat hendak tidur.

'Brugg..' seketika ruang kosong tempat tidur ku bergoyang. Nathan dengan matanya yang sayup akibat hangover, wajahnya yang penuh luka lebam, dan bau alcohol dari mulutnya.

Tunggu, tunggu. Apa tadi aku menyebut bahwa wajah nya lebam?
Aku segera bangkit dari tidur ku dengan mata terbelalak,

"hei Nathan, apa kau bisa mendengarku? Apa yang terjadi pada mu?" aku membenarkan letak tidurnya, perlahan aku membuka sepatu yang dia miliki.

"mantan mu." Hanya satu kalimat itu yang keluar dari mulutnya tetapi berhasil membuatku membeku.

"brengsek, berani sekali dia menantangku," suaranya dingin, menyiratkan bahwa saat ini dia sangat membencinya.

"aku tidak rela Jess," tangnya mendekap tangan ku ke dadanya, aku dapat merasakan detak jantungnya. "aku tak rela bila kau direbut oleh orang lain. Kau Adalah Miliku."

Seketika jantung ku berdetak kencang, aku dapat merasakan detakanya. Hanya Nathan, hanya dia yang benar-benar bisa membuat perasaan ku berubah dengan cepat.

"mem..memang, ap..apa yang dikatanya kepada mu?" suaraku bergetar, sesaat dia hanya diam. Membuat rasa takut dan gugup ku semakin bergemuruh.

Dia melepaskan dekapan tanganya,sungguh ini benar-benar membuat ku ketakutan setengah mati.

"bajingan itu bilang," tanganya menghelus rahangku.

"dia mau merebut mu dariku." Tangan nya berhenti ketika telunjuknya mencapai bibir ku, lalu mengusapnya lembut.

Aku benar-benar tak berani melihatnya, tanpa melihatnya pun sudah ku pastikan tatapanya pasti sangat tajam, tiba-tiba di mengangkat dagu ku hingga pandangan ku dengan nya bertemu.

"kau tahu, sampai mati pun aku tetap tidak akan melepaskan mu dari dekapan ku." suaranya terdengar dingin namun lembut.

Aku bisa merasakan tanganya kini berada di tengkuk ku, di mendekatkan wajahnya hingga aku dapat merasakan nafas nya di ujung hidung ku.

'Cuppp..' kecupan itu mendarat sempurna di bibir ku, tadinya ku kira Nathan hanya akan mengecup bibir ku, tapi tak lama dia sudah melumat bibir ku dan membuka mulut ku, aku bisa merasakan alcohol yang menempel pada bibir dan lidahnya.

"berapa botol yang kau minum?" ucap ku disela-sela ciuman sambil menarik nafas panjang. "satu," tersenyum tipis lalu kembali mencium bibirku. "jang mmph.. ngan mmmp.. lagi" ucap ku.

Tiba-tiba dia menghentikan ciuman kami, "apa kau baru saja melarang ku?"

"apa aku tak boleh melarang mu?" aku menatapnya jengkel, dia hanya membalas dengan senyum miringnya.

"Aku Menyayangi Mu." Aku tak kuasa untuk menatap bola matanya. Walaupun dalam keadaan mabuk, aku tahu bahwa ucapan nya serius dan kembali mencium bibir ku.

Aku menjadi bingung, apakah ini meman murni perjodohan yang dilakukan orang tua kami, atau Nathan yang memakai scenario untuk menjebak ku kedalam permainan cinta nya. Ku harap dia benar-benar serius dengan kata-katanya.

***

Wohooo.. setelah sekian lama akhirnya saya bisa update lagi, sebenernya cerita ini mau di hapus, dan memulai untuk merilis cerita lain. Tapi kok gak rela :(((

Mohon voment dan doa niat nya ya readers :))

Thx J

unbelievableWhere stories live. Discover now