"Assalamualaikum bunda, Aska pulang" teriak Aska saat baru memasuki rumahnya.

"Aduh nak nggak usah teriak-teriak, bunda di dapur" jawab Hani dari dalam rumah.

Aska pun langsung melangkah menemui ibunya, laki-laki itu menyuruh kekasihnya untuk duduk di sofa ruang tamu.

Aska langsung mencium punggung tangan Hani yang sedang memasak, "tumben udah pulang sayang?" Tanya Hani pada anaknya.

"Emang bunda nggak suka Aska pulang cepet?" Tanya Aska pura-pura marah.

"Ya seneng dong sayang, yaudah sana kamu mandi nanti bunda panggil kalau buat makan malam" perintah Hani pada anaknya.

"Siap Bun, bunda tolong temenin Fayra di ruang tamu ya ma. Aska mandi dulu" ucap laki-laki itu sebelum beranjak menuju kamarnya.

"Loh ada mantu bunda. Yaudah sana kamu naik, bunda mau temuin mantu bunda dulu," ucap Hani dengan girang dan langsung berjalan menuju ruang tamu di rumahnya.

Di sana sudah ada Fayra yang sedang asik melamun, entah apa yang di pikirkan gadis itu sampai ke datangan Hani saja Fayra tidak sadar.

"Loh sayang kenapa nangis?" Tanya Hani kaget saat melihat Fayra dengan tatapan kosong dan air mata yang mengalir di pelupuknya.

Mendengar suara dari Hani Fayra langsung menghapus air matanya, dia pun langsung mengembangkan senyum pada bunda dari pacarnya itu.

"Nggak papa Bun, tadi kelilipan aja" bohong Fayra mendengar jawaban yang di lontarkan Fayra Hani kurang percaya, mana mungkin hanya kelilipan mata gadis itu sampai bengkak.

Hani langsung duduk di sebelah Fayra, "sini nak deketan sama bunda" ajak Hani pada Fayra. Gadis itu menurutinya dan bergeser mendekat ke arah Hani.

"Kamu nggak usah bohong sayang, kalau memang sedang ada masalah kamu ceritakan saja sama bunda. Bunda nggak akan bocorin ke siapa pun, janji" ucap bunda Hani berusaha sedikit menghibur Fayra dengan mengacungkan jari kelingkingnya.

Gadis itu pun tanpa sadar langsung mengangkat kedua sudut bibirnya dan langsung menautkan hari kelingkingnya di jari kelingking Hani.

Andai saja mamanya bisa se hangat ini padanya, pasti Fayra tidak akan berhenti bersyukur, tanpa sadar air mata gadis itu kembali turun.

"Loh sayang kok nangis lagi, kamu kenapa nak? Apa Aska nyakitin kamu?" Tanya Hani dan hanya gelengan yang Fayra berikan sebagai jawaban.

Entah bagaimana, mungkin naluri seorang ibu yang tidak akan tega melihat anaknya atau orang yang di sayangi bersedih, Hani langsung dengan spontan membawa Fayra ke dalam dekapannya berharap gadis itu bisa sedikit tenang.

"Awss" ringgis Fayra dengan refleks.

Hani mendengar ringisan Fayra langsung melepaskan pelukannya, "kamu kenapa sayang?" Tanya Hani sedikit panik.

"Nggak papa Bun" jawab Fayra yang amat sangat tidak memuaskan bagi Hani.

"Boleh bunda lihat punggung kamu?" Tanya Hani. Entah kenapa Hani fealing kalau memang ada sesuatu yang sengaja di sembunyikan gadis di depannya ini.

"Em, kenapa Bun?" Tanya Fayra, Dia tidak enak kalau langsung menolak.

"Nggak papa, Bunda mau lihat aja. Boleh ya" minta Hani.

Dengan berat hati Fayra pun mengiyakan, dan langsung membuka jaket yang tadi gadis itu pakai. Dan sekarang hanya tersisa kaos oblong yang di pakai Fayra.

"Bentar ya sayang bunda lihat dulu, nanti tiba-tiba Aska turun kan bahaya" ucap Hani sedikit bercanda akan bisa mencarikan suasana.

"Iya Bun" jawab Fayra tak lupa senyum yang dia lebarkan untuk Hani.

"Aman, kamu balik badan dulu ya" pinta Hani pada Fayra.

Gadis itu hanya bisa menurut dan berbalik badan memunggungi hani, "bunda buka ya sayang, maaf" ucap Hani tidak enak, "iya Bun" jawab Fayra.

Hani pun langsung menyikap kaos oblong Fayra, Hani langsung menutup mulutnya shock melihat luka di punggung Fayra yang sudah membiru.

"Sayang, kenapa bisa sampai gini?" Tanya Hani panik, "nggak papa Bun" jawab Fayra dan langsung menghadap Hani.

"Kenapa nggak di obatin sayang, itu pasti sakit banget. Ayo ikut bunda biar bunda obatin" ucap Hani dan langsung membawa Fayra masuk ke dalam kamarnya.

Hani pun langsung berdiri dan mengandeng tangan Fayra untuk ikut dengannya. Entahlah sedari tadi memang perasaan Hani sudah tidak enak saat melihat Fayra yang menangis dengan tatapan kosong.

"Kenapa hatiku sakit melihat Fayra dengan keadaan seperti ini," batin Hani dan terus menatap sendu Fayra yang duduk di kasur king size di kamarnya.

Kita dan Takdir (On Going)Where stories live. Discover now